Ledakan di SMAN 72

Pemprov DKI Dampingi Pemulihan Korban Ledakan SMAN 72, Sekolah Terapkan PJJ

Orangtua akan dilibatkan dalam proses pemulihan, agar siswa merasa aman dan siap kembali bersekolah pasca tragedi.

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
LEDAKAN SMAN 72 JAKARTA - Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, Iin Mutmainnah. Pihaknya akan memberikan dukungan psikologis selama masa pemulihan, termasuk saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung. 
Ringkasan Berita:
  • Pemprov DKI Jakarta turun tangan penuh usai insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta, memastikan pemulihan fisik dan psikologis para korban. 
  • Sebanyak 30 korban masih dirawat di tiga rumah sakit berbeda, dengan pemantauan intensif dari Dinas Kesehatan.
  • Sekolah beralih ke pembelajaran daring, difokuskan pada pemulihan mental siswa sebelum kegiatan tatap muka kembali dimulai.
  • Orangtua akan dilibatkan dalam proses pemulihan, agar siswa merasa aman dan siap kembali bersekolah pasca tragedi.
 
 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta memberikan perhatian dan pendampingan penuh kepada para korban serta warga sekolah SMAN 72 Jakarta setelah insiden ledakan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Sejumlah langkah cepat pun telah diambil guna memastikan proses pemulihan, baik secara fisik maupun psikologis, dapat berlangsung dengan maksimal.

Hingga saat ini, tercatat 30 korban masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit, yakni 14 orang di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, 15 orang di RS Yarsi, dan 1 orang di RS Pertamina Jaya. 

Pemprov DKI Jakarta memastikan seluruh korban mendapatkan penanganan medis terbaik serta pemantauan kondisi secara berkelanjutan.

Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, Iin Mutmainnah menyampaikan, pihaknya akan memberikan dukungan psikologis selama masa pemulihan, termasuk saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung.

Ia menambahkan, Mobil SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) juga telah dihadirkan di lingkungan sekolah untuk memberikan dukungan psikis kepada siswa, guru, serta keluarga terdampak, termasuk kepada warga sekitar yang memerlukan konseling secara gratis.

“Kami akan menyiapkan dukungan psikolog untuk mendampingi anak-anak selama PJJ dan proses pemulihan di sekolah,” ujar Iin dalam keterangannya, Minggu (9/11/2025).

Baca juga: Pelaku Dibalik Ledakan SMAN 72 Jakarta Sudah Sadar, Kini Diawasi Penuh Polisi dan KPAI

Dia menambahkan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah menyiapkan jadwal pendampingan klinis serta menurunkan tenaga medis bagi korban yang masih memerlukan perawatan lanjutan.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga berkoordinasi dengan Mabes Polri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk memastikan ketersediaan tenaga psikolog guna mendampingi proses pemulihan para korban secara menyeluruh.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, menyampaikan hingga hari ini lokasi SMAN 72 masih dalam proses pengamanan dan sterilisasi oleh pihak kepolisian.

Melihat kondisi tersebut, Nahdiana menegaskan kegiatan belajar mengajar akan dilaksanakan secara daring (online) mulai Senin, 10 November 2025, hingga kondisi sekolah telah dinyatakan dapat digunakan kembali.

"Pembelajaran akan difokuskan pada proses pemulihan dan persiapan mental siswa sebelum kembali ke sekolah. Pembelajaran di kelas nantinya akan diisi oleh wali kelas dan psikolog dengan pembelajaran yang dikemas dengan memberikan ruang interaksi lebih dekat, seperti olahraga dan seni, agar anak-anak dapat pulih dan kembali merasa aman,” ujar Nahdiana.

Ia melanjutkan, sebelum kegiatan belajar dimulai, pihak sekolah juga akan mengundang orang tua siswa untuk memberikan pemahaman mengenai langkah-langkah pemulihan yang dilakukan bersama pihak sekolah, psikolog, serta unsur wilayah setempat. 

"Saat ini, para petugas dari Dinas Kesehatan dan Dinas PPAPP telah berjaga di lokasi untuk memastikan pendampingan berjalan baik," jelas dia.

Polisi Geledah Rumah Pelaku

Terpisah, polisi menggeledah rumah tinggal terduga pelaku peledakan SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara pada Jumat (7/11/2025).

Rumah tersebut berlokasi di Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto menyebut, penggeledahan dilakukan oleh tim gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, Densus 88 Antiteror, dan Puslabfor Mabes Polri.

“Tujuan penggeledahan adalah untuk mencocokkan barang bukti yang ditemukan di lokasi ledakan dengan benda-benda yang ada di rumah tersebut,” ujar Budi kepada wartawan, Sabtu (8/11/2025) malam.

Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan sejumlah alat dan bahan yang memiliki kesamaan dengan barang bukti di lokasi ledakan.

“Setelah dilakukan pendataan dan pengelolaan barang bukti, ternyata ada kesesuaian dari beberapa alat tersebut,” kata Budi.

Baca juga: Pelaku Dibalik Ledakan SMAN 72 Jakarta Sudah Sadar, Kini Diawasi Penuh Polisi dan KPAI

Meski demikian, Budi enggan menjelaskan secara rinci hasil temuan itu. 

"Detailnya akan disampaikan dalam rilis resmi, mengingat pemeriksaan juga melibatkan tim dari Puslabfor Mabes Polri,” ujarnya.

Ketika disinggung mengenai temuan serbuk di lokasi sekolah, Budi membenarkan adanya barang bukti serupa. 

Namun, ia menegaskan hasil identifikasi bahan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Puslabfor.

“Nanti rekan-rekan dari Puslabfor yang akan menjelaskan lebih lanjut, karena mereka memiliki keahlian di bidang itu,” tuturnya.

Diawasi Penuh Polisi dan KPAI

Polisi mengungkap kondisi terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara. 

Terduga pelaku kini dilaporkan selamat.

Kondisinya sudah sadar dan berangsur membaik.

Namun, masih harus menjalani perawatan medis.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan, pihaknya kini fokus pada proses pemulihan kondisi terduga pelaku.

"Disampaikan oleh Bapak Kapolri memang salah satu dugaan yang melakukan dalam kondisi ini adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Masih dalam perawatan dan kondisinya sudah sadar. Termasuk saat ini kami fokus terhadap pemulihan,” ujar Budi.

Adapun status terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta ialah Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Dengan demikian, kepolisian melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kasus ini.

"Penyelidikan dan penanganan peristiwa ini Polri melibatkan KPAI dan tim trauma healing, mengingat adalah korban dan yang diduga melakukan suatu perbuatan adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Artinya masih dianggap berstatus anak," ucap Budi. (m31)

Dipicu dari Bullying

Ledakan di masjid SMAN 72 di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) diduga dilakukan oleh siswa sekolah tersebut.

Polisi menyebut terduga pelaku tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU salah satu rumah sakit dan memastikan kondisinya berangsur stabil setelah sempat mengalami luka di bagian kepala.

Polisi juga menetapkan status terduga pelaku saat ini adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Baca juga: Kapolri Ungkap Telusuri Rumah dan Lingkungan Pelajar Pelaku Peledakan di SMAN 72, Dalami Motif

Terkait kabar yang menyebutkan bahwa siswa pelaku peledakan adalah korban bullying atau perundungan, polisi menyebut masih mendalaminya termasuk motif peledakan.

Pakar psikologi forensik yang juga konsultan di Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel mengatakan peledakan di SMAN 72 diasumsikan berhubungan dengan bullying berdasarkan narasi yang sudah beredar luas.

"Dari kerja-kerja saya di sejumlah organisasi perlindungan anak, saya harus katakan bahwa peristiwa di SMAN 72 adalah satu bukti tambahan tentang bagaimana kita lagi-lagi terlambat menangani perundungan," kata Reza kepada WartaKotalive.com melalui pesan tertulisnya, Sabtu (8/11/2025).

Keterlambatan itu, kata Reza membuat korban, setelah menderita sekian lama, akhirnya bertarung sendirian dan dalam waktu sekejap bergeser statusnya menjadi pelaku kekerasan, pelaku brutalitas, dan julukan-julukan berat sejenis lainnya. 

"Korban bullying acap mengalami viktimisasi berulang. Viktimisasi pertama saat dia dirundung teman-temannya. Viktimisasi kedua terjadi saat korban mencari pertolongan. Oleh pihak-pihak yang semestinya memberikan bantuan, korban justru diabaikan, masalahnya dianggap sepele dan biasa, dipaksa bertahan dan cukup berdoa, dst," papar Reza.

Andai mereka melapor ke polisi, misalnya, kata Reza, polisi pun boleh jadi memaksa korban untuk memaafkan pelaku dan secara simplistis menyebutnya sebagai restorative justice. 

"Sehingga, terjadilah viktimisasi ketiga," ujar Reza.

Menurut Reza, puncak kesengsaraan korban adalah kekerasan terhadap diri sendiri atau kekerasan terhadap pihak lain. 

"Belum sempat kita memberikan pertolongan kepada dia selaku korban, justru hukuman berat yang tampaknya sebentar lagi akan kita timpakan kepada dia sebagai pelaku. Getir, menyedihkan," kata Reza. 

Reza menjelaskan sembilan puluhan persen anak yang menjadi pelaku bullying ternyata juga berstatus sebagai korban bullying.

"Data ini membuat persoalan tidak bisa dipandang hitam putih belaka. Idealnya, perilaku perundungan tidak lagi ditinjau sebatas sebagai dinamika jamak dalam proses perkembangan anak," katanya.

Perilaku perundungan, menurut Reza, sudah semestinya disikapi sebagai agresi berkepanjangan dari anak-anak yang mengekspresikan dirinya dengan cara berbahaya, sehingga harus dicegat secepat dan seserius mungkin. 

"Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal. Tambahan lagi, karena siswa dimaksud masih berusia anak-anak, maka kita harus membuka UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata Reza.

SPPA itu, menurutnya mengingatkan bahwa anak yang melakukan pidana tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan.

"Negara, termasuk masyarakat, membersamainya menuju masa depan," tambahnya.

Bagaimana UU SPPA mewanti-wanti sedemikian rupa, kata Reza, menginsafkan kita bahwa pada dasarnya pertanggungjawaban pidana (penjara dll) memang dikenakan kepada yang bersangkutan.

Baca juga: Suasana Haru di RS Islam Cempaka Putih: Korban Ledakan SMAN 72 Mulai Pulih, Keluarga Berpelukan Lega

"Tapi proses hukum harus meninjau secara multidimensi dan multifaktor. Karena itulah, di persidangan kasus korban bullying menjadi pelaku, saya selalu mendorong hakim agar menerapkan Bioecological Model (BM) dan Interactive Model (IM)," papar Reza.

BM, menurutnya meninjau lima lingkungan yang menaungi kehidupan anak.

Sementara IM melihat anak dan lingkungannya berpengaruh satu sama lain.

"Memang butuh kerja keras lintas pemangku kepentingan untuk merealisasikannya. Itu bertentangan dengan azas persidangan hukum yakni cepat, sederhana, berbiaya ringan," kata Reza.

"Karena itulah, simpulan saya, putusan hakim tetap saja memakai format penyikapan yang sama dengan persidangan terhadap pelaku dewasa. Yakni, sulit bagi korban bullying mendapat peringanan sanksi. Dia tetap sendirian menjalani konsekuensi hukum atas 'aksi kejahatan'-nya," kata Reza.

96 Siswa Korban

Sementara itu siswa yang diduga pelaku peledakan di SMAN 72 Jakarta diketahui telah sadar dan tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU salah satu rumah sakit.

Polisi memastikan kondisi pelajar tersebut kini berangsur stabil setelah sempat mengalami luka di bagian kepala.

Hal itu dikatakan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi, Sabtu (8/11/2025) malam.

Bhudi menjelaskan, terduga pelaku yang berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) sempat menjalani operasi akibat luka di kepalanya.

“Luka pasti (dari terduga pelaku) di bagian kepala, dan ada luka goresan,” ujarnya.

Dalam proses penyelidikan, polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), penyitaan barang bukti, dan penggeledahan di rumah terduga pelaku.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sejumlah barang bukti yang memiliki kesesuaian dengan temuan di lokasi ledakan.

“Diambil beberapa persesuaian barang bukti yang ditemukan, termasuk persesuaian dengan yang ada di rumah ternyata ada beberapa alat bukti tersebut,” ujar Bhudi.

Menurutnya, salah satu barang bukti yang diamankan antara lain berupa serbuk peledak dan senjata mainan.

“(Dari rumah terduga pelaku) ada beberapa bagian barang bukti (yang disita), makanya ini harus dijelaskan apakah serbuk-serbuk tersebut yang ada di TKP harus uji lab,” sambungnya.

Dalam hal ini katanya polisi turut melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta tim trauma healing untuk membantu pemulihan psikis para korban dan terduga pelaku.

Proses hukum tetap dijalankan dengan memperhatikan aspek perlindungan anak.

Oleh karena itu, kepolisian masih mengutamakan pemulihan medis, baik secara fisik maupun psikis, bagi seluruh korban terdampak serta bagi siswa yang diduga menjadi pelaku.

Data terbaru menyebutkan, jumlah korban akibat ledakan di SMAN 72 Jakarta mencapai 96 orang.

Dari jumlah tersebut, 29 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit, sedangkan 67 lainnya telah dipulangkan ke rumah dalam kondisi membaik.

Peristiwa ledakan terjadi pada Jumat (7/11/2025) siang di masjid SMAN 72, atau yang berada di lingkungan sekolah saat salat Jumat.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved