WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kongres Perpustakaan dan Informasi Dunia (World Library and Information Congress/WLIC) ke-89 yang diselenggarakan oleh International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) resmi dibuka di Astana, Kazakhstan pada Senin (18/08/2025).
Acara ini akan berlangsung selama lima hari, dari tanggal 18 hingga 22 Agustus 2025, dan mengusung tema “Uniting Knowledge, Building the Future”.
Kongres tahun ini berhasil mempertemukan lebih dari 1.630 peserta dari 114 negara, terdiri dari pimpinan perpustakaan, spesialis informasi, pendidik, mahasiswa, serta perwakilan penerbit terkemuka.
Negara dengan delegasi terbesar antara lain Kazakhstan, Amerika Serikat, Tiongkok, Korea Selatan, Jerman, dan Jepang.
Dari Indonesia, hadir 14 peserta, termasuk 5 orang perwakilan dari Perpusnas yang tampil sebagai pembicara.
Program kongres menampilkan lebih dari 80 sesi profesional, dengan topik mencakup perpustakaan digital, kecerdasan buatan, metode preservasi koleksi, serta standar katalogisasi seperti UNIMARC.
Kehadiran ribuan peserta ini menegaskan relevansi kongres sebagai forum global utama untuk membahas praktik terbaik dan tren terkini di bidang kepustakawanan.
Baca juga: Ada 20,5 Juta Penerima Manfaat Program MBG, Dadan: Dorong Ekonomi dan Perkuat Ketahanan Keluarga
Acara diawali dengan pengantar budaya dari pembawa acara Miss Balgyn Orazaly dan Askhat Aubakirov yang menekankan makna simbolis nama mereka dalam bahasa Kazak sebagai semangat muda dan bintang keberuntungan.
Penyair legendaris, Direktur Pusat Internasional UNESCO untuk Pendekatan Antarbudaya Olzhas Suleimenov turut menyampaikan pesan perdamaian, menegaskan peran perpustakaan sebagai jembatan kebudayaan dan pusat pengetahuan dunia.
Wakil Menteri Sains dan Pendidikan Tinggi Republik Kazakhstan, Talgat Yeshenkulov, menegaskan bahwa perpustakaan kini menjadi pusat pengetahuan dan budaya, bukan sekadar tempat penyimpanan buku.
“Teknologi seperti platform perpustakaan elektronik dan sistem akses jarak jauh membuka peluang baru bagi kerja sama akademik internasional. Saya yakin diskusi kongres ini akan menghadirkan cara-cara inovatif memajukan perpustakaan global,” ujarnya.
Presiden IFLA, Vicki McDonald, menekankan pentingnya kolaborasi dan keberanian menghadapi tantangan global.
“Tema kepresidenan saya adalah Stronger Together, kita lebih kuat bila bekerja sama. Perpustakaan harus menjadi ruang aman untuk ide-ide sulit dan tempat mencari solusi radikal,” tegasnya.
Sekretaris Jenderal IFLA, Sharon Memis, memperkuat pandangan tersebut dengan menekankan peran IFLA sebagai jejaring global yang menyatukan komunitas perpustakaan dunia.
“IFLA adalah keluarga global dengan anggota dari lebih 150 negara, dari perpustakaan nasional hingga perpustakaan kecil di Samoa. Perpustakaan adalah mitra strategis dalam pembangunan nasional, pelestarian budaya, dan dialog global. Kita harus berani berinovasi dan membangun kemitraan baru untuk memperkuat perpustakaan di seluruh dunia,” ungkapnya.
Pandangan ini semakin mempertegas peran IFLA dalam menghubungkan berbagai kepentingan dan menghadirkan solusi kolektif untuk menjawab tantangan global.
Penjabat Ketua Kazakh Tourism National JSC, Daniel Serzhanuly, menyampaikan kebanggaan Kazakhstan menjadi tuan rumah perhelatan internasional ini.
“Kazakhstan kini dikenal sebagai destinasi wisata yang kaya budaya dan alam. Dengan kebijakan bebas visa untuk 87 negara dan kebijakan open sky yang memungkinkan penerbangan dari lebih 30 negara, kami ingin menjadikan Kazakhstan semakin terbuka bagi dunia. Kami bangga ibu kota kami menjadi tuan rumah acara global sebesar ini,” tuturnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bagaimana pariwisata dan perpustakaan dapat berjalan beriringan dalam mempertemukan manusia lintas budaya dan generasi, sekaligus mengukuhkan Kazakhstan sebagai pusat interaksi global.
Ketua Komite Nasional, Presiden Asosiasi Perpustakaan Universitas Kazakhstan, Gulzhan Irzhanova, menyebut perpustakaan sebagai “Jalur Sutra baru” yang menghubungkan perdamaian dan kemajuan dengan dukungan teknologi, namun tetap berpusat pada pustakawan.
Sementara itu, Professor Oryntai Oshanova Kepala UNESCO dalam Bidang Jurnalistik dan Komunikasi, Universitas Nasional Kazakh Al-Farabi menyoroti urgensi literasi media.
“Literasi media adalah pertahanan demokrasi untuk melawan disinformasi dan mendorong pengambilan keputusan berdasarkan fakta,” jelasnya.
Delegasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) turut hadir dalam kongres ini. Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, menyampaikan bahwa partisipasi Indonesia dalam IFLA WLIC 2025 adalah bentuk komitmen untuk terus memperkuat peran Perpusnas di tingkat global.
“Indonesia melihat perpustakaan bukan hanya sebagai pusat pengetahuan, tetapi juga sebagai agen transformasi sosial yang memperkuat literasi masyarakat. Melalui forum global seperti IFLA, kami ingin memastikan suara dan pengalaman Indonesia ikut berkontribusi dalam membangun masa depan pengetahuan dunia,” ungkapnya.
Selain menghadiri pembukaan, Perpusnas juga berbangga karena lima perwakilan Perpusnas terpilih tampil sebagai pemateri dalam berbagai sesi kongres, antara lain:
- Sadariyah Ariningrum Wijiastuti – Unlocking Historical Treasure: Optimizing the Utilization of Manuscripts at National Library of Indonesia in the Digital Age.
- Nadya Mentari – Enhancing Inclusive Bibliographic Data: A Study of Disability Terminology in the Subject Headings of the National Library of Indonesia.
- Fandi Rahman Hidayat – Virtual Service in Library as a Hub of Information Openness: A Digital Strategy to Combat Misinformation in the AI Era.
- Soraya Hariyani Putri – Censorship and Its Implications for the Accessibility of LGBTQIA+ Themed Collections in the National Library of Indonesia .
- Vania Sukma Putri Daniswara – Digital Repository for Preserving Queer Archives Histories in Indonesia (19/08).
Kehadiran para pemateri ini menunjukkan kapasitas sumber daya manusia Perpusnas dalam memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu perpustakaan, akses informasi, dan literasi global.
Astana mengukir sejarah sebagai kota pertama di Asia Tengah yang menjadi tuan rumah IFLA WLIC 2025, menjadikannya pionir yang mempertemukan para profesional perpustakaan dunia.
Dalam sejarah hampir seabad, wilayah ini baru dua kali menjadi tuan rumah kongres, dan hanya sembilan kali di Asia.
Acara pembukaan ditutup dengan ungkapan budaya Kazak “Do” yang berarti persahabatan, simbol persatuan komunitas perpustakaan dunia.
Kongres ini diharapkan menjadi wadah strategis bagi para pemimpin, pustakawan, akademisi, dan praktisi informasi untuk memperkuat kerja sama, menghadirkan inovasi, dan membangun masa depan perpustakaan yang inklusif serta berkelanjutan.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.