Namun, Ubaid menekankan bahwa anggaran untuk sekolah gratis itu tidak harus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan.
Dana itu, kata Ubaid, bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas.
"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," tegasnya.
Ubaid mengatakan, alokasi ini merupakan kewenangan presiden, bukan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Selain dari APBN, Ubaid menyebut anggaran juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah agar segera menghitung ulang jumlah peserta didik dan daya tampung sekolah negeri.
"Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum tertampung) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," ujarnya.
Pasalnya, data itu dirasa penting agar pemerintah bisa menyusun skema pembiayaan yang tepat, termasuk menutupi kekurangan kapasitas dengan menggandeng sekolah swasta.
Mengenai wacana sekolah gratis ini, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza UI Haq mengatakan bahwa hal tersebut sedang dikaji.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), juga bakal menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu soal hal itu.
"Ya, kami sedang dalam proses pengkajian di internal, tentu juga kita akan menunggu arahan Bapak Presiden mengenai hal ini," kata Fajar di Movenpick Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Fajar mengatakan, hingga saat ini, Kemendikdasmen diketahui belum menerima salinan resmi putusan MK tersebut.
"Kan kemarin keputusannya keluar, jadi kita masih proses, kita akan lihat juga, karena salinan resminya belum kami terima. Jadi kan pasti berada di media sosial," katanya.
Meski begitu, Fajar mengatakan bahwa tanggung jawab pendidikan tingkat dasar berada pada Pemerintah Daerah.
Karena menurutnya, urusan pendidikan tidak hanya menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat.