Berita Nasional

Parcok Cawe-cawe di Pilkada, PDIP Ingin TNI-Polri Gabung, Usman Hamid Menolak, Ini Kata Kapuspen TNI

Editor: Valentino Verry
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapuspen TNI Mayjen Hariyanto menyatakan TNI akan mengikuti aturan yang ada terkait wacana penggabungan TNI-Polri. Hal ini muncul akibat dugaan cawe-cawe Polri di Pilkada sehingga disebut parcok atau partai coklat.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Indonesia baru saja menyelenggarakan pilkada serentak di ratusan wilayah.

Sayang, pesta demokrasi tingkat lokal itu menuai sorotan negatif, yakni atas dugaan cawe-cawe institusi Polri sehingga disebut partai coklat atau parcok.

Alhasil, Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Sitorus, ingin mengembalikan Polri di bawah kendali TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menurut Deddy, usulan itu harus disetujui DPR RI agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, dan reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.

Baca juga: Soal Fenomena Parcok di Pilkada, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Minta Rakyat Jaga Keutuhan Kapal RI

"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali, agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri," kata Deddy dikutip dari Tribunnews.com.

Terkait wacana itu, Markas Besar (Mabes) TNI tak mau gegabah untuk menyetujui atau menolak.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto, mengatakan TNI menghormati setiap wacana atau diskusi yang berkembang terkait perubahan struktur lembaga negara, termasuk Polri.

Namun, TNI berpegang pada Undang-Undang yang mengatur peran dan tugas masing-masing institusi. 

Baca juga: PUI Apresiasi Kinerja Polri Amankan Pilkada Serentak 2024 hingga Berlangsung Kondusif

Ia mengatakan TNI dan Polri memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi.

Saat ini koordinasi antara TNI dan Polri sudah berjalan baik dalam menjaga stabilitas keamanan nasional.

"Segala perubahan terkait struktur atau koordinasi antar lembaga merupakan kewenangan pemerintah dan DPR, dan TNI akan mengikuti kebijakan sesuai keputusan resmi negara," kata Hariyanto.

Sementara itu, Aktivis Hak Asasi Manusia Usman Hamid memandang wacana mengembalikan Polri di bawah kendali TNI semakin memundurkan agenda reformasi jauh ke belakang.

Baca juga: PDIP Sebut Banyak Oknum di Kepolisian Cawe-cawe di Pilkada 2024 karena Ulah Buruk Jokowi

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu, tugas TNI dan Polri sangat berbeda.

TNI, kata Usman, dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang pertahanan negara. 

Sasaran TNI adalah ancaman nyata dari musuh luar negeri.

Sedangkan Polri, lanjutnya, dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang keamanan. 

Sasaran Polri adalah tantangan dalam negeri seperti pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum.

Menurut Usman, cita-cita Reformasi mendasari pemisahan Polri dari TNI/ABRI.

Sehingga integrasi kedua institusi tersebut akan membuat keduanya sama-sama tidak profesional.

Bahkan menurutnya sekarang saja masih ada banyak kasus penyimpangan dari tugas pokok dan fungsi berbeda tersebut. 

"Wacana itu jelas semakin memundurkan reformasi jauh ke belakang," kata Usman.

Usman juga pernah menyampaikan catatannya terkait 26 tahun reformasi pada Mei 2024 lalu. 

Ia memandang saat itu reformasi telah berjalan putar balik setelah 26 tahun.

Usman mengatakan pada Selasa (21/5/2024) lalu, seharusnya menandai 26 tahun lahirnya era reformasi yang menjadi sebuah tonggak penting dalam sejarah Indonesia. 

Namun kebebasan sipil yang diperjuangkan para mahasiswa dan masyarakat 26 tahun lalu justru kian terancam.

"Hal-hal yang diperjuangkan reformasi, seperti penegakan supremasi hukum, kebebasan berpendapat, kemerdekaan pers, dan penghormatan HAM, termasuk pengusutan kasus-kasus pelanggaran berat, kini terasa kian jauh dari jangkauan," kata Usman.

"Reformasi putar balik. Alih-alih menjamin hak untuk mengkritik, dan mengontrol kebijakan, negara malah menyempitkan ruang sipil, mengabaikan cita-cita Reformasi," sambung dia.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Berita Terkini