Shobirin menerangkan bahwa pihaknya juga meminta masyarakat tidak menyamakan ponpes yang memang telah terdaftar.
Kemenag bakal selalu melakukan pengawasan pada setiap aktivitas ponpes.
"Bahkan jika terbukti ada pelanggaran dan menyimpang, tentu tindakannya bisa kami cabut izin operasionalnya. Tapi untuk kasus kemarin itu bukan ponpes karena tidak ada izinnya," terangnya.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Sang Ngurah Wiratama menjelaskan bahwa lokasi kejadian bukan ponpes, melainkan tempat pengajian di mana tersangka S (52) dan MHS (29) berperan sebagai guru.
Karena beberapa murid kerap menginap berhari-hari di tempat tersebut, warga setempat menyebutnya sebagai ponpes.
BERITA VIDEO: 11 Anggota Polri Diperiksa Propam, imbas Aksi Pembubaran Paksa Diskusi di Kemang
“Pada dasarnya memang di sana belum bisa kita bilang ponpes, karena secara surat izin legalitas dan sebagainya belum ada,” kata Sang Ngurah Wiratama.
Sang Ngurah Wiratama memastikan bahwa kedua tersangka memiliki hubungan keluarga, yakni sebagai bapak dan anak.
Mereka telah membuka tempat pengajian tersebut selama tiga tahun terakhir.
Saat ini, lokasi tersebut sudah dipasangi garis polisi.
Sang Ngurah Wiratama mengimbau masyarakat agar memastikan legalitas tempat pendidikan seperti pondok pesantren sebelum menempatkan keluarga, khususnya anak-anak, untuk menempuh pendidikan agama.
“Untuk masyarakat imbauan kami untuk lebih berhati-hati dalam menempatkan dan mengirim keluarganya kepada yang terutama pesantren yang belum ada surat izinnya dan sebagai nya harus lebih hati hati dan bijaksana dalam memilih tempat tersebut,” tutur Sang Ngurah Wiratama. (MAZ)
Baca Wartakotalive.comberita lainnya di Google News
Dapatkan informasi lain dari WartaKotaLive.Com lewat WhatsApp : di sini