WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Baru-baru ini ada berita yang mengejutkan, yakni kader PDIP menggugat sang ketua umum Megawati Soekarnoputri ke PTUN.
Elit PDIP sendiri mengendus ini upaya untuk mengacak-acak soliditas partai berlambang kepala banteng itu.
Ternyata, lima orang kader PDIP mendadak menggelar jumpa pers, Rabu (11/9/2024) malam WIB.
Mereka mengaku dijebak serta ditipu untuk memberikan tanda tangan, yang dimanfaatkan oknum pengacara untuk menggugat keabsahan Surat Keputusan atau SK perpanjangan kepengurusan DPP PDIP periode 2024-2025.
Kelima kader, diwakili Juru Bicaranya Jairi, meminta maaf kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan seluruh anggota PDIP se-Indonesia.
Baca juga: Pramono Anung Pastikan Rencanan Komunikasi Megawati dan Prabowo Lancar dan Mulus
Jairi menyampaikannya dalam konferensi pers di Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (11/9/2024) malam.
Jairi didampingi empat rekannya yakni Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari.
“Saya mewakili teman-teman saya, pertama-tama saya meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP seluruh Indonesia,” kata Jairi.
“Pada kesempatan malam ini, saya menyatakan atau mengklarifikasi bahwa kami merasa dijebak dengan adanya surat gugatan yang ditujukan kepada ketua umum kami, kami cuman hanya dimintakan tanda tangan di kertas kosong, setelah itu kami diberikan imbalan Rp300 ribu,” tambah Jairi.
Dia mengaku, bersama keempat temannya, bertemu dengan Anggiat BM Manalu di sebuah posko tim pemenangan.
Baca juga: PDIP Berpeluang Kuat Gabung KIM, Gerindra Kirim Sinyal Pertemuan Prabowo-Megawati
Di sana, mereka dimintai untuk memberikan dukungan terhadap demokrasi.
Karena sepakat dengan demokrasi, Jairi dkk bersedia memberi dukungan.
Ketika diberikan kertas putih kosong untuk tanda tangan, mereka bersedia saja.
Mereka tak tahu bahwa kertas putih kosong itu belakangan dijadikan sebagai surat kuasa gugatan.
“Betul (kami tidak tahu kertas kosong itu akan digunakan untuk surat kuasa menggugat SKK DPP PDIP periode 2024-2025)," ujarnya.
Baca juga: Pengamat Sebut Serangan Megawati Justru Buktikan Kapolri Tidak Bisa Diintervensi
"Jadi kertas kosong itu kami tandatangani, tidak ada arahan atau penjelasan kepada kami, cuma kami dimintakan tanda tangan saja,” lanjut Jairi.
“Alasan yang diberikan pihak mereka kepada kami, yang saya tanyakan, katanya untuk dukungan demokrasi," imbuhnya.
"Cuma itu saja yang disampaikan kepada kami. Dalam hal ini yang menyampaikan itu namanya Bapak Anggiat M Manalu,” tambah Jairi.
“Tidak ada juga pada saat itu (Anggiat, red) membawa-bawa nama partai,” tegasnya.
Karena itu, Jairi dan keempat rekannya sudah membuat pernyataan pencabutan surat gugatan.
Mereka juga akan segera mengajukan pencabutan surat kuasa gugatan tersebut ke pengadilan.
Dalam waktu secepatnya, mereka akan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk melakukannya.
“Makanya malam ini kita buat surat pencabutan gugatan yang mengatasnamakan kami," ujarnya.
"Dan kami tidak memberikan kuasa kepada siapapun termasuk ke Anggiat BM Manalu," kata Jairi.
"Kami tidak pernah memberikan kuasa. Makanya kami akan cabut tuntutan tersebut,” tambahnya.
“Kalau untuk gugatan itu, ya kami membatalkan. Kami tidak menununtut atau menggugat (SK DPP PDIP). Kami ini dalam posisi dijebak,” katanya menekankan.
Lebih jauh, dia mengatakan bahwa pihaknya belajar banyak dari masalah itu.
Dan meminta agar jangan ada lagi pihak tak bertanggung jawab memanfaatkan kepolosan Wong Cilik seperti mereka.
“Semoga kasus ini menjadi pelajaran ke depannya agar tidak lagi digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata dia.
“Sekali lagi kami meminta maaf kepada ketua umum kami, ibu Hj Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP,” pungkasnya.
Sebelumnya, politisi PDIP, Muhammad Guntur Romli menilai gugatan yang dilayangkan terhadap Megawati adalah orderan.
Hal tersebut, katanya, diketahui dari investigasi yang dilakukan oleh internal partai.
Dia juga meragukan bahwa penggugat adalah kader PDIP lantaran dinilai olehnya tidak memahami AD/ART partai.
"(Gugatan ke Megawati) Upaya untuk mengganggu PDI Perjuangan. Kami telah melakukan investigasi, ada yang mengorder. Ada saatnya kami ungkap."
"Kalau benar itu kader tapi bisa diragukan karena tidak mengerti AD/ART partai," katanya kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2024).
Kepada Tribunnews.com, Guntur Romli lantas mengirimkan file AD/ART partai via pesan singkat WhatsApp terkait hak prerogatif Ketua Umum PDIP.
Dalam AD/ART itu, Guntur berfokus kepada Pasal 15 poin b, d, dan g yang berbunyi:
Pasal 15
b. mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai;
d. menentukan pelaksanaan Kongres Partai;
g. mengganti personalia DPP Partai.
Lalu ketika ditanya apakah gugatan semacam ini memiliki modus yang sama dengan yang dialami Partai Demokrat sebelumnya, Guntur Romli mengamini.
Dia mengatakan penggugat Megawati memiliki kesamaan jaringan dengan penggugat Partai Demokrat.
"Jaringannya sama," ujarnya singkat.
Guntur Romli pun meyakini gugatan yang dilayangkan kader PDIP ke Megawati akan ditolak oleh PTUN.
"Kalau pertimbangannya adalah AD/ART pastinya ditolak. Kecuali penguasa ingin mengacak-acak PDI Perjuangan," pungkasnya.
Isi Gugatan Kader
Sebagai informasi, gugatan terhadap Megawati berkaitan dengan perpanjangan struktur kepengurusan DPP PDIP yang diperpanjang hingga 2025.
Diambil dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (9/9/2024), laporan didaftarkan pada hari ini dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT.
Para penggugat terdiri dari lima orang, yaitu Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko.
Ada empat poin gugatan yang dimohonkan lima orang tersebut untuk Kemenkumham.
Berikut objek gugatan yang dimaksud:
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
3. Mewajibkan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.
Tim advokasi dari para penggugat, Victor W. Nadapdap, menjelaskan bahwa gugatan diajukan lantaran hal tersebut diduga bertentangan dengan AD/ART PDIP.
"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019–2024," kata Victor dalam keterangannya.
Jika Kemenkumham RI mengesahkan SK No. M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada acara pembacaan sumpah kader PDIP pada Jumat 5 Juli 2024 membolehkan susunan pengurus DPP PDIP masa baktinya diperpanjang hingga tahun 2025, lanjut Victor, hal tersebut sama saja bertentangan dengan Pasal 17 terkait dengan struktur dan komposisi DPP dimana hal tersebut mengatur masa bakti DPP selama lima tahun.
"Berdasarkan Pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama lima tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," kata Victor.
Victor juga menambahkan bahwa seharusnya berdasarkan Pasal 70 AD/ART yang dimiliki oleh PDIP menetapkan bahwa kongres partai dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan memiliki wewenang untuk mengubah dan menyempurnakan serta menetapkan AD/ART partai.
Dengan mengikuti aturan tersebut, papar Victor, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres.
"Hal ini tentunya sejalan dengan Pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," katanya.
Seperti diketahui sebelumnya, Puan Maharani dalam sambutannya pada penutupan Rakernas PDI Perjuangan ke-V di Jakarta menyatakan bahwa Megawati telah memperpanjang masa bakti DPP PDIP menjadi hingga tahun 2025 tanpa melalui kongres sebagai hak prerogatif ketua umum partai.
Sementara dalam AD/ART PDIPtidak disebutkan adanya hak prerogatif ketua umum untuk mengubah AD/ART, dimana masa bakti 2019–2024 telah diatur selama lima tahun dalam AD/ART partai.
Sejauh pengetahuan Victor, hak prerogatif ketua umum PDI Perjuangan hanya sebatas mempertahankan empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai jika terjadi sesuatu pada partai dalam hal kegentingan yang memaksa.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09