WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Raut wajah murung bercampur jengkel ditunjukkan WN (47) salah satu pedagang di Lokasi Binaan (lokbin) Munjul, Cipayung, Jakarta Timur pada Jumat (10/5/2024).
Dirinya terlihat kecewa.
Sembari merapikan barang dagangannya, dirinya terus bergumam soal maraknya pungutan liar (pungli) dari oknum yang mengatasnamakan sebagai pengurus koperasi pasar.
Seperti hari-hari kemarin, dirinya kembali harus merogoh kantongnya untuk membayar retribusi.
Padahal, belum ada satupun penglaris hari ini.
"Belum ada penglaris, udah bayar (retribusi) lagi!" celotehnya.
Bukan tak mensyukuri nasib bisa berjualan di Lokbin Munjul, dirinya hanya mengaku kesal dengan pungli yang harus dibayarkan setiap hari.
Serupa dengan 400 orang lebih pedagang lainnya, dirinya mengaku harus membayar retribusi, mulai dari air, listrik hingga uang sampah.
"Kalau uang air Rp 40.000 per minggu, uang listrik setiap satu bohlam dikenain Rp 2.000, sementara uang sampah sehari Rp 5.000," ungkapnya ditemui pada Jumat (10/5/2024).
Apabila dijumlahkan, para pedagang katanya harus menyetorkan uang sekira Rp 100.000 per minggu kepada oknum koperasi.
Padahal, uang tersebut di luar dari retribusi resmi yang dibebankan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Kita (pedagang) itu bayar retribusi resmi lewat Bank DKI, nah yang ini (retribusi) itu nggak resmi. Malah gedean yang nggak resmi ini," keluhnya.
"Uang itu yang ngambil orang dari koperasi, pengelola lokbin sendiri nggak ada yang pernah ngambil uang harian," tambahnya.
Meski terbilang kecil, uang tersebut katanya bisa diputar kembali menjadi modal.
Apalagi, modalnya kini terus berkurang lantaran sepinya pembeli yang datang.
"Lagi sepi begini, masih ada aja yang bikin susah kita," imbuhnya.
Tak hanya maraknya pungli, WN mengungkapkan adanya praktik jual beli kios di Lokbin Munjul.
Kios pedagang dijual seharga Rp13 juta untuk ukuran 3x3 meter.
"Nantinya setiap tahun disuruh bayar lagi Rp6 juta, alasannya untuk perpanjangan sewa," ungkapnya.
Lebih lanjut diungkapkan WN, praktik pungli tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun.
Meski demikian, para pedagang hanya bisa menuruti keinginan para oknum karena khawatir terusir dari Lokbin Munjul.
Hanya saja menurutnya para oknum harus adil.
Mereka katanya boleh mengambil uang kepada para pedagang, namun fasilitas Lokbin Munjul harus tetap diperhatikan.
Sehingga para pembeli datang, pedagang pun bisa lanjar berjualan.
"Ini cuma ngambilin uang dari pedagang saja, sementara area lokbin tidak diurus dan kalau hujan becek semua. Harusnya ditata dengan baik," ujarnya.
Buruknya kondisi Lokbin Munjul katanya menjadi penyebab sepinya pembeli yang datang.
Belum lagi kondisi Lokbin Munjul yang Kumuh dan kotor
"Pas dulu sebelum Covid-19 itu omset saya bisa mencapai Rp8 juta, tapi sekarang habis Covid-19 malah turun jadi Rp4 juta. Sekarang karena tidak terurus, dapat Rp1 juta saja susah," ungkapnya.
Keluhan para pedangan soal maraknya pungli pernah disampaikannya kepada pengelola Lokbin Munjul.
Namun curhatan warga hanya dimentahkan.
Pengelola Lokbin MUnjul katanya tak bisa berbuat banyak lantaran dalam kendali koperasi pasar.
Bahkan beredar kabar, pungli yang selama ini dilakukan oknum koperasi itu juga mengalih ke petugas pengelola Lokbin Munjul yang berada di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUMKM) DKI Jakarta.
Tanggapan Kasudin PPKUMKM Jakarta Timur
Terkait keluhan para pedagang, Kasudin PPKUMKM Jakarta Timur, Deliana Melinda Sagala menegaskan tidak ada retribusi sampah yang dibebankan kepada para pedagang.
Alasannya karena sampah di Lokbin Munjul seluruhnya dikelola oleh Sudin Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Timur.
Munculnya pungli pembayaran sampah itu menurutnya karena kurangnya kesadaran para pedagang untuk mengumpulkan sampah ke TPS.
"Untuk pungli terkait pembayaran sampah tidak ada, karena sampah yang kumpulkan semua petugas kebersihan Munjul setiap harinya diangkut oleh petugas Sudin LH," ungkapnya dihubungi pada Sabtu (11/5/2024).
"Kesadaran para pedagang yang kurang, tidak mau mengumpulkan sampahnya langsug ke lokasi penampungan," tambahnya.
Sedangkan soal pungli pembayaran listrik, Deliana menegaskan pembayaran listrik kios menjadi tanggung jawab masing-masing pedagang.
Sudin PPKUMKM Jakarta Timur hanya membayarkan listrik yang termasuk dalam fasilitas umum Lokbin Munjul.
Di antaranya lampu penerangan di lorong dan area luar pasar serta kantor keamanan.
"Untuk listrik yang ada di tiap-tiap kios yang digunakan untuk berjualan merupakan tanggung jawab masing-masing pemilik kios, namun listrik yang ada di area lorong, kantor keamanan menjadi tanggung jawab Sudin (PPKUMKM Jakarta Timur)," jelasnya.
Sementara terkait biaya sewa kios, dirinya menegaskan pembayaran seluruhnya disetorkan pedagang lewat Bank DKI Jakarta, bukan kepada oknum koperasi pasar.
"Retribusi resmi per kios di lokbin Rp 6000 per hari dan dibayarkan langsung oleh pedagang ke rekening bank DKI," jelasnya.
Baca Berita WARTAKOTALIVE.COM lainnya di Google News