WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai konsolidasi yang dilakukan PDIP untuk mencegah pemilihnya pindah ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil.
Ray menyampaikan hal tersebut sebagai satu dari lima faktor yang menyebabkan elektabilitas calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka cenderung stagnan dalam sejumlah survei beberapa waktu belakangan.
Ray menjelaskan konsolidasi tersebut fasenya mulai tanggal 13 Oktober 2024 sampai November 2024 setelah Jokowi membiarkan putranya, Gibran, menjadi cawapres Prabowo.
Selama sekira satu bulan tersebut, kata dia, PDIP melakukan konsolidasi internal yang dicirikan dengan cara terus menerus melakukan kritik terhadap Jokowi dengan sangat keras.
Puncak kritik itu, kata dia, adalah ketika Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung adanya orang yang baru berkuasa tapi terasa seperti Orde Baru.
Baca juga: Capres Anies Rasyid Baswedan: Selamat HUT ke-51 PDI Perjuangan 10 Januari 2024
Menurutnya, pernyataan Megawati tersebut disampaikan dalam konteks untuk internal PDIP dan bukan ke luar.
Meski pernyataan tersebut berdampak pada turunnya elektabilitas Ganjar menurut survei, namun ke internal, kata dia, langkah tersebut efektif untuk membatasi migrasi pemilih loyal PDIP kepada Jokowi.
Dalam konteks itu, ia memperkirakan terdapat 50 persen pemilih PDIP yang terikat dengan Jokowi.
Mereka yang terikat, kata dia, sebelum itu masih bimbang untuk ikut langkah Jokowi atau tetap di PDIP.
Kritik yang terus dilakukan PDIP kepada Jokowi, kata dia, sebetulnya untuk menegaskan hubungan PDIP dengan Jokowi sudah berakhir.
Baca juga: Jubir Minta Salam Metal Maruf Amin Jangan Dipersepsikan Wapres Mendukung Pasangan Ganjar-Mahfud
Sehingga dalam proses tersebut, kata dia, ada konsolidasi sekaligus verifikasi kepada mereka yang loyal kepada PDIP atau sebaliknya mengikuti langkah Jokowi.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata.id) di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2024).
"Dan kenyataannya mayoritas pemilih PDI itu tetap loyal. Di sini malah disebut 24,8 % . Angka tertinggi menurut saya yang diperoleh PDI di berbagai lembaga survei. Kalau moderatnya mungkin 20 % -22 % ," kata dia.
"Dalam bahasa lain, kalaupun ada yang minggat dari PDIP pasca konsolidasi itu ikut jalannya Pak Jokowi, tidak lebih dari 2 % . Artinya konsolidasi yang dilakukan oleh PDI itu sukses untuk menahan pemilih mereka tidak pergi mengikuti langkah Pak Jokowi," sambung dia.
Fase kedua, kata dia, PDIP mengasosiasikan bahwa program Jokowi sama dengan program milik PDIP dan Ganjar.
Oleh karena itu, kata dia, sekira Bulan Desember 2023 PDIP tidak melakukan upaya penyerangan terhadap visi misi Jokowi.
Menurutnya hal tersebut tampak saat debat pertama Pilpres di mana Ganjar menegaskan programnya sama dengan Jokowi di antaranya terkait IKN.
Fase ketiga, kata dia, sejak Januari 2024 sampai pada hari pencoblosan PDIP dan Ganjar akan menunjukkan perbandingan perihal siapa yang lebih pantas dipilih apakah Prabowo atau Ganjar.
Hal tersebut, kata dia, juga tampak dalam debat ketiga pilpres.
Dalam debat tersebut, kata dia, Ganjar terus menerus menyasar terus program dan kinerja Prabowo.
Saat itu, menurut Ray, Ganjar ingin menunjukkan kepada publik, bahwa Prabowo merupakan sosok yang sedikit omong dan sedikit kerja.
Dengan cara itu, ia menduga masyarakat di akar rumput akan ragu apakah Prabowo mampu melanjutkan progra Jokowi.
Menurutnya, hal tersebut juga terekam dalam jajak pendapat Kompas di mana ada kecenderungan pemilih untuk lindah pilihan setelah menonton debat ketiga Pilpres atau debat kedua capres.
"Ada 10 persen dari hasil survei kompas itu, yang mengatakan pindah pilihan pasca mereka melihat debat kedua capres. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh Ganjar. Siapa yang lebih layak, siapa yang lebih patut meneruskan program-program Pak Jokowi, apakah Pak Ganjar atau Pak Prabowo," kata dia.
"Makanya, dalam ulang tahun PDIP kemarin tidak terdengar begitu istimewa, karena pidatonya tidak terlalu memaki. Karena kalau ada kritik-kritik itu jab-jab (pukulan-pukulan) kecil," sambung dia.