WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan mencopot ketua MK Anwar Usman dari posisinya.
Ipar Presiden Joko Widodo itu terbukti melakukan pelanggaran etika besar saat memutuskan perkara No 90 yang akhirnya memberi jalan sang keponakan Gibran Rakabuming Raka maju ke kontestasi Pilpres 2024.
Meski Anwar Usman dinyatakan bersalah dan dihukum berat, namun keputusan perkara No 90 tersebut masih tetap berlaku.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya selama 3 tahun.
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut Pilpres Sekarang Terlalu Banyak Drama dan Mirip Sinetron
MKMK menyebut mereka tidak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.
Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," demikian bunyi keputusan itu.
"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
Menanggapi hal itu Juru Bicara Anies Baswedan yaini Surya Tjandra menyebut meski secara hukum pencalonan Gibran sah, namun secara etika sulit dipertanggungkawabkan.
Coret Gibran jika jantan
Pasalnya ketua MK sudah dinyatakan melakukan pelanggaran berat dan dihukum. Surya pun menantang Prabowo untuk mengganti Gibran.
“Kalau jantan, seharusnya Pak Prabowo segera mengganti cawapresnya. Tetapi, saya tidak yakin itu akan berani dilakukan ya,” ujar Surya pada Kompas.com, Selasa (7/11/2023).
Baginya, Prabowo sejak awal membutuhkan dukungan Jokowi untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Semua sengkarut MK ini awalnya adalah karena Pak Prabowo tidak cukup percaya diri maju capres tanpa dukungan Presiden Jokowi,” tutur dia.
“Sehingga harus memaksakan diri mengambil anak kandungnya sebagai cawapres, meski harus mengubah undang-undang yang ada melalui MK,” tuturnya.
Surya berharap putusan MK menjadi preseden baik setelah publik dikecewakan atas putusan uji materi usia capres-cawapres.
“Semoga (putusan MKMK) bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada MK yang beberapa waktu ini dirusak oleh ketuanya sendiri,” imbuh Surya.
Kehilangan legitimasi
Secara terpisah Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menilai, putusan soal gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kehilangan legitimasi usai keputusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman.
Baca juga: Ini Beda Respons Gibran, Cak Imin, dan Mahfud MD Terkait Pencopotan Ketua MK Anwar Usman
"Bagaimana dampaknya ke depan terhadap putusan MK? Tidak ada dampaknya, kalaupun ada dampaknya, ya dia kehilangan legitimasi saja, tapi legalitasnya tetap," kata Palguna saat berbincang dengan Kompas.com.
Palguna menjelaskan, putusan MKMK tidak bisa mengubah putusan MK soal syarat capres cawapres yang telah diketuk beberapa waktu lalu.
Putusan tersebut hanya bisa diubah dengan gugatan baru soal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah diberikan tafsir oleh MK. Sedianya Pasal 169 huruf q berbunyi,
“Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Atas putusan MK beberapa waktu lalu, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
"Bagaimana pengaruhnya terhadap pencalonan? Ya tidak ada, tidak ada pengaruhnya ke arah sana secara hukum, tentu saja secara moral dan secara etik ya itu jelas ada, bagaimana kemudian ada calon yang diragukan legitimasinya kemudian ikut kontestasi hanya berbekal legalitas, kan itu saja persoalannya," kata Palguna.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Usai Putusan MKMK, Eks Hakim Nilai Putusan MK soal Syarat Usia Capres Kehilangan Legitimasi"