Ini Alasan Kampung Kramat Diisolir Pengembang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Staf bidang mediasi Komnas HAM mendatangi warga Limo, Depok, yang terisolir akibat penembokan yang dilakukan PT megapolitan development, Selasa (17/11/2015).

WARTA KOTA, DEPOK-Keberadaan Blok Kramat atau Kampung Kramat, di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Depok, saat ini hanyalah perkampungan penduduk biasa, yang memiliki banyak gang dan jalan masuk lingkungan.

Ruas jalan utama di kawasan ini adalah Jalan Limo Raya, yang lebarnya tidak selebar Jalan Margonda.

Apalagi lebar Jalan Limo di depan Kampung Kramat hanya selebar sekitar 7 meter untuk dua arah kendaraan.

Praktis, kendaraan roda empat yang melintas hanya satu baris saja di masing-masing arahnya.

Namun beberapa tahun ke depan permukiman ini menjadi akan potensi bisnis yang luar biasa, terutama bagi bisnis properti.

Sebab sekitar 500 meter arah selatan dari kawasan Kampung Kramat, tepatnya dari depan Jalan Pinang Dua yang tembus ke Jalan Limo, nantinya akan menjadi akses masuk dan keluar pintu Tol Cijago (Cinere-Jagorawi).

Karenanya tak heran jika lahan permukiman di sepanjang Jalan Limo Raya menjadi incaran pengembang.

"Inilah alasan utama, pengembang mengklaim lahan warga di bagian paling dalam kampung kramat atau blok kramat di RT 1, RW 5, Limo. Yakni potensi bisnis, karena nantinya akan dekat dengan akses Tol Cijago," kata Risani, Ketua Lembaga Pemberdataan Masyarakat (LPM) Kecamatan Limo, kepada Warta Kota, Kamis (3/12/2015).

Menurut Risani, lahan 10 hektar di Blok Kramat di RT 1, RW 5, Kelurahan Limo, memang satu kawasan yang dianggap abu-abu oleh pebisnis.

Kepemilikan lahan warga di sana, kata Risani, tidak semuanya memiliki sertifikat hak milik (SHM). "Dari 30 warga pemilik lahan 10 hektar itu, hanya tiga bidang lahan yang sudah punya SHM. Lainnya akte jual beli atau berdasar girik," kata Risani.

Hal itulah yang dijadikan celah bagi pengembang untuk mengklaim lahan di sana. "Jadi lahan itu memang harta karun terpendam. Dalam dua sampai tiga tahun lagi, lahan itu jadi potensi bisnis properti yang luar biasa," katanya.

Akibat hal itulah, kata dia, lahan 10 hektar yang sebagian besar saat ini dijadikan lahan berkebun, dan beternak warga, selain tempat tinggal, diincar pengembang besar dengan dasar legalitas yang diupayakan.

"Lalu akhirnya klaim sepihak pun datang dari salah satu pengembang dan menutup jalan permukiman warga dengan melakukan penembokan," kata Risani.

Di lahan sepuluh hektar di Kampung Kramat, RT 1/5, Limo, sebgian besar lahan digunakan warga untuk menanam hasil kebun mulai dari pepaya, sawi, ubi rambat, kacang tanah, juga belimbing dewa.

Beberapa warga juga memelihara hewan ternak mulai kambing, bebek dan ayam.

Namun keberadaan warga di sana terisolir sejak 10 September lalu akibat akses jalan ke pemukiman ditutup pengembang dengan tembok setinggi 2 meter sepanjang 50 meter.

Warga berupaya tembok itu dibongkar secara prosedural dengan mengadu ke jajaran Pemkot Depok, DPRD Depok, Komnas HAM bahkan Ombudsman.

Tetapi sampai kini tembok itu masih tegap berdiri.

Seperti diketahui, sekitar 40 warga dari 11 Kepala Keluarga (KK) di Kampung Kramat, RT 1/5, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Depok terisolir sejak 10 September lalu. Penyebabnya PT Megapolitan Development membangunan tembok beton sepanjang 50 meter setinggi 2 meter, hingga menutup Jalan Pinang Dua Ujung yang merupakan satu-satunya akses keluar masuk warga.

Selain terisolir warga mengaku juga kerap mendapat intimidasi oleh sekitar 30 orang yang setiap harinya menjaga tembok beton yang dibangun PT MD itu. Tujuannya, agar tembok tidak dirusak warga.

Dibangunnya tembok beton itu, karena PT MD, mengklaim tanah 10 hektar di sana adalah hak mereka sesuai surat pelepasan hak (SPH) tahun 1984.

Sementara 30 warga mengaku sebagai pemilik lahan 10 hektar di sana, dengan dasar yang jauh lebih kuat yakni sertifikat hak milik (SHM), akte jual beli (AJB) serta girik letter C.

Berita Terkini