Transfer Data Pribadi Indonesia dengan AS, Henry Indraguna Singgung Resiko dan Manfaatnya
Indonesia berhasil menurunkan tarif ekspor ke Amerika Serikat namun ada konsekuensi yang mencakup ketentuan transfer data pribadi lintas batas.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Indonesia berhasil menurunkan tarif ekspor ke Amerika Serikat dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 % .
Namun ada konsekuensi kesepakatan itu salah satunya mencakup ketentuan transfer data pribadi lintas batas.
Hal ini menjadi sorotan publik manakala ada indikasi penyalahgunaan data pribadi warga Indonesia jika dikaitkan dengan kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Namun lobi Presiden RI Prabowo Subianto kepada Presiden AS Donald Trump untuk penurunan besaran tarif itu dinilai bisa menjadi blunder jika transfer data pribadi berpotensi melanggar UU Perlindungan Data Pribadi.
Pakar hukum Henry Indraguna menyoroti potensi pelanggaran Pasal 56 UU PDP.
“UU PDP mensyaratkan negara dengan tujuan memiliki standar perlindungan data setara atau lebih tinggi, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa. Sementara AS hanya memiliki regulasi sektoral, seperti California Consumer Privacy Act (CCPA), yang berlaku di California saja, bukan federal,” ujar Prof Henry, lewat keterangan, Sabtu (26/7/2025).
Ia memperingatkan risiko data tunduk pada Clarifying Lawful Overseas Use of Data Act (CLOUD) Act AS, undang-undang yang memungkinkan AS mengakses data yang disimpan perusahaan AS, baik di dalam maupun luar negeri.
Dengan CLOUD Act itu, maka memungkinkan pemerintah AS melakukan investigasi penegakan hukum, seperti halnya kriminal atau terorisme, tanpa persetujuan negara asal data.
Baca juga: Wanita Terluka di Dada dan Punggung setelah Dianiaya di Curug Tangerang, Pelaku Diburu Polisi
Meski begitu kesepakatan ini membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor guna menarik investasi dan mendorong daya saing ekspor di tengah ekonomi global tidak menentu dan pengaruh geopolitik dunia.
Transfer data mungkinkan perusahaan teknologi AS, seperti Google dan Amazon, operasikan layanan di Indonesia.
Hal ini otomatis membuka peluang bagi pelaku usaha lokal untuk memanfaatkan infrastruktur global.
“Di balik tantangan, kita masih memiliki peluang dengan cara meningkatkan investasi asing dan daya saing Indonesia di pasar digital,” ungkap Doktor Ilmu Hukum dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.
Meski demikian, Prof Henry menilai masih ada ketidakseimbangan manfaat yang didapatkan Pemerintah Indonesia.
“Indonesia menghapus hampir semua tarif untuk AS, tetapi kita masih menghadapi tarif 19 % . Transfer data berisiko memperkuat dominasi perusahaan teknologi AS tanpa jaminan keuntungan setara bagi Indonesia," katanya.
Sebagai solusi, Prof Henry menekankan perlunya mekanisme perlindungan, seperti Binding Corporate Rules (BCR), yaitu aturan internal perusahaan multinasional untuk memastikan standar perlindungan data.
"Sebaiknya pemerintah harus menjelaskan bagaimana data dilindungi, misalnya melalui BCR atau perjanjian bilateral, untuk menjaga kepercayaan publik,” tandasnya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
Gagahnya Prabowo Tampil Berjas di Sidang Tahunan MPR, Sampaikan Pidato Perdana sebagai Presiden |
![]() |
---|
Prabowo Turun Tangan! Gerindra Beri Teguran Keras Untuk Bupati Pati |
![]() |
---|
Gibran Ganti Dasi di Sidang Tahunan MPR, Seragamkan Warna dengan Presiden Prabowo |
![]() |
---|
Prabowo Subianto Ultimatum Kader Partai Gerindra yang Main-main di Tambang Ilegal |
![]() |
---|
Pidato di Sidang Tahunan MPR, Prabowo Klaim Program MBG Mampu Serap 290 Ribu Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.