Ditampik Fadli Zon, Ini Kisah Kakak, Ibu, dan Fransisca yang Diperkosa Massal 1998

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon masih menyangkal adanya pemerkosaan massal 1998 yang menimpa para perempuan tionghoa. 

Editor: Desy Selviany
(ARSIP KOMPAS/FF)
Kawasan Glodok yang merupakan pusat perdagangan produk elektronik di Jakarta kini praktis lumpuh setelah habis dijarah dan dibakar para perusuh hari Kamis (14/5/1998). Kawasan Glodok selama ini merupakan salah satu simbol kesibukan aktivitas bisnis Jakarta bahkan juga untuk Asia Tenggara. 

WARTAKOTALIVE.COM - Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon masih menyangkal adanya pemerkosaan massal 1998 yang menimpa para perempuan tionghoa. 

Menurut Fadli Zon, belum ada bukti otentik yang menunjukan kata massal dalam insiden pemerkosaan yang menimpa para perempuan tionghoa di tahun 1998. 

Namun ternyata ada kisah haru di kasus pemerkosaan 1998. 

Kisah haru itu dialami salah satu korban pemerkosaan yang merupakan anak tionghoa berusia 11 tahun bernama Fransisca

Fransisca salah satu korban pemerkosaan yang tewas pada 14 Mei 1998. 

Kisah itu diceritakan salah satu aktivis perempuan saat itu Ita Fatia Nadia. 

Ita Fatia Nadia pada akhrinya ditunjuk menjadi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pengusutan pelanggaran HAM 1998. 

Dimuat Kompas.com pada (20/5/2023) Ita memiliki satu kasus pemerkosaan yang melekat di kepalanya dari sekian banyak kasus pemerkosaan Mei 1998.

Kasus itu dialami oleh Fransisca yang ditemukan tergeletak tidak berdaya di kawasan Kota Lama, Tangerang. 

Di sanalah dia melihat Fransisca pertama kali. Fransisca ternyata bukan satu-satunya yang diperkosa di kerusuhan 1998. 

Ibu dan kakaknya disebut lebih dulu meninggal dunia karena pemerkosaan.

"Kakak dan ibunya telah lebih dulu meninggal karena kasus yang sama. Ibunya diperkosa, kakaknya juga diperkosa hingga meninggal, tersisa Fransisca, dia diperkosa tapi masih bertahan hidup," kenang Ita. 

Saat ditemui, Ita melihat seorang gadis cilik yang cantik. Namun, kondisi Fransisca saat itu memprihatinkan. Dia mengalami pendarahan hebat di kemaluannya.

Diduga pendarahan itu terjadi lantaran Fransisca diperkosa menggunakan benda tajam.

"Saya datang di sebuah klinik, anak ini masih kecil, cantik. Tapi bleeding (pendaharan) sudah enggak karuan. Jadi dia diperkosa dengan sebuah botol, dan kemudian dipecahkan di dalam," kata Ita dalam wawancara melalui daring, Rabu (17/5/2023) malam.

Hingga pada akhirnya beberapa jam kemudian, Fransisca menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Ita pada pukul 11.15 WIB.

Baca juga: Masih Kukuh, Fadli Zon Tolak Kata Massal Dalam Pemerkosaan Etnis Tionghoa 1998

Sementara itu Menteri Kebudayaan Fadli Zon masih kukuh meyakini tidak ada pemerkosaan massal 1998. 

Menurut Fadli Zon, kata massal dalam insiden banyaknya perempuan Tionghoa diperkosa di tengah kerusuhan Mei 1998 merupakan narasi emosional sesaat.

Hal itu disampaikan Fadli Zon usai pernyataannya yang menyangkal pemerkosaan massal 1998 viral. 

Namun Fadli Zon pada Selasa (17/6/2025) seperti dimuat Kompas.com, membantah pernyataannya sebagai bentuk penyangkalan. 

Politisi Partai Gerindra itu mengaku hanya mengajak publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut. 

Fadli menyatakan, sejarah semestinya dilihat secara jernih, tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat. 

"Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025). 

Fadli memahami bahwa pernyataannya memicu gelombang kekecewaan, tetapi ia menegaskan tak bermaksud untuk menyangkal kekerasan seksual. 

"Semua pihak harus berhati-hati agar narasi sejarah tidak jatuh pada simplifikasi yang justru menyulitkan pencarian keadilan sejati," ucap politikus Partai Gerindra itu. 

Fadli menyebutkan, isu pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998 memang sensitif sehingga ia meminta publik untuk lebih hati-hati dalam penggunaan katanya. 

Menurutnya kata massal bermakna luas sehingga memerlukan bukti untuk disematkan dalam tragedi pemerkosaan di tahun 1998 tersebut.

"Kata 'massal' bisa bermakna luas dan memerlukan bukti yang teruji secara akademik maupun legal," kata dia.

(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved