Pramono dan Rano Didesak Benahi Dinas Pasca Rotasi Pejabat, Jaga Kota Kupas Persoalan Jakarta 

Gubernur dan Wagub DKI Jakarta Pramono Anung-Rano Karno didesak untuk tidak berhenti pada rotasi dan melakukan pengangkatan pejabat eselon II saja.

Warta Kota/Yolanda Putri Dewanti
PELANTIKAN PEJABAT- Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno saat ditemui di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).(Foto: Yolanda Putri Dewanti) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung-Rano Karno didesak untuk tidak berhenti pada rotasi dan melakukan pengangkatan pejabat eselon II saja.

Diketahui, Pramono melantik 59 pegawai untuk jabatan pimpinan tinggi pratama pada Rabu (7/5/2025) lalu. 

Desakan itu disampaikan oleh Koordinator Jaringan Warga Kota Jakarta (Jaga Kota) Asep Firmansyah.

Kata Asep, langkah Pramono dan Rano harus disusul dengan pembenahan serius terhadap kinerja dinas-dinas strategis yang selama ini sarat masalah. 

Asep berujar, masalah utama Jakarta saat ini bukan hanya soal struktur dan jabatan, tetapi menyangkut tata kelola, transparansi, dan integritas kerja birokrasi. 

"Jika hanya mengganti orang tanpa mengubah cara kerja dan budaya organisasinya maka tidak akan ada kemajuan berarti," ujar Asep dari keterangannya pada Rabu (14/5/2025). 

Baca juga: Pramono Anung Rombak Besar-besaran Wali Kota hingga ASN Teras, Dua Kadis Batal Dilantik Hari Ini

Menurut Asep masih ada organisasi perangkat daerah (OPD) di Jakarta yang perlu disorot.

Misalnya di sektor pendidikan, praktik pungutan liar berkedok uang kas, tabungan kelas, maupun sumbangan sukarela dari orang tua masih marak di sekolah negeri. 

"Ini bukan sumbangan sukarela, ini paksaan yang dibungkus kata-kata manis. Bahkan ada gratifikasi kepada guru yang dibenarkan dengan dalih kemauan orang tua," kata Asep. 

Dia juga mengkritik penanganan kasus perundungan yang kerap tidak memenuhi prinsip keadilan.

Dinas Pendidikan, lanjut dia, sering lebih melindungi kepala sekolah atau guru ketimbang siswa korban, bahkan siswa dari orang tua yang tidak aktif di komite sekolah sering didiskriminasi. 

Selain itu, praktik jual beli kursi kosong juga masih terjadi di sekolah negeri favorit.

Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta tidak adanya sistem pencegahan berbasis transparansi. 

Baca juga: Pernah Didepak Anies dari Jabatan Wali Kota Jakpus, Ini Jabatan Baru Bayu Meghantara di Era Pramono

"Solusinya adalah audit menyeluruh terhadap aliran dana pendidikan, pembentukan unit independen untuk menerima pengaduan masyarakat, reformasi komite sekolah agar inklusif dan tidak elitis, transparansi dalam penerimaan siswa baru, dan penghapusan total praktik titipan," jelas Asep. 

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved