Berita Nasional

Cerita Para Dokter Saat Bertugas di Gaza, Sulit Tidur karena Setiap Saat Bom Meledak & Diawasi Drone

Cerita Dokter Spesialis Tugas di Gaza, Sulit Tidur karena Dengar Ledakan Bom dan Diawasi Drone

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
MISI KEMANUSIAAN DI GAZA - (kiri-kanan) dr. Nurcholis Hendry Nugraha, Sp.An (Spesialis Anastesi); dr. Prita Kusumaningsih, Sp.OG (Spesialis Obgyn/Kandungan); Prof. Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT, FICS, MARS (Spesialis Ortopedi) Ketua Umum BSMI Muhamad Djazuli Ambari serta dr. Harfindo Nismal, Sp.BM (Spesialis Bedah Mulut). Para dokter spesialis tersebut telah melaksanakan misi kemanusiaan EMT 2 di Gaza selama dua pekan. (Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Selama dua pekan, Prof. Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT, FICS, MARS (Spesialis Ortopedi) kesulitan tidur.

Istirahatnya tidak tenang, karena setiap hari mendengar kebidaban Israel yang melakukan genosida ke warga Gaza, Palestina.

Prof Basuki merupakan tim medis darurat atau emergency medical team (EMT) 2 dari lembaga kemanusiaan nasional, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang bertugas di rumah sakit Khan Younis, Gaza Selatan.

Di Gaza, dia tidak sendirian tapi ada empat dokter spesialis lainnya dari BSMI yang melaksanakan tugas kemanusiaan dari 15 April sampai 3 Mei 2025 kemarin.

Mereka adalah dr. Prita Kusumaningsih, Sp.OG (Spesialis Obgyn/Kandungan); dr. Nurcholis Hendry Nugraha, Sp.An (Spesialis Anastesi); dr. Harfindo Nismal, Sp.BM (Spesialis Bedah Mulut) dan drg. Muchamad Sarbini Wahid (Dokter Gigi).

“Waktu hari pertama kami nggak bisa tidur, kenapa? Karena kami nggak biasa dengar (ledakan) bom, itu setiap saat berbunyi,” ujar Prof Basuki saat jumpa pers di kawasan Jakarta Timur, Minggu (4/5/2025).

Prof Basuki mengatakan, setiap hari drone selalu mengawasi kegiatan masyarakat Gaza dan para dokter di rumah sakit.

Setidaknya ada tiga jenis drone yang kerap mengudara di ‘atas kepala’ Prof Basuki saat melakukan misi kemanusiaan.

“Suara drone nggak pernah berhenti, kalau di sana itu bunyi terus. Drone ada tiga, pertama menangkap foto atau wajah kita, kedua drone yang bertugas melemparkan senjata (bom) dan ketiga drone yang bertugas mengawasi atau observasi,” katanya.

“Habis drone mengudara biasanya ada suara ledakan, nanti ada suara ambulans dan kami lihat dari atas gedung rumah sakit. Kalau ambulans ke kamar jenazah berarti mereka sudah syahid, atau ke IGD itu bisa sampai 1.000 pasien,” lanjutnya.

Prof Basuki menuturkan, keberadaan tim EMT 2 BSMI di Gaza untuk memberikan dukungan medis dan psikologi kepada rakyat setempat.

Keberadaan mereka di sana juga didukung oleh lembaga kemanusiaan internasional lainnya yang terlibat dalam misi tersebut.

Prof Basuki mengaku sangat sedih saat tiba di Gaza via Yordania.

Pasalnya hampir semua bangunan di sana luluh lantak, sehingga tidak layak untuk ditempati.

“Begitu kami masuk, kami syok nggak ada bangunan yang utuh, kalaupun ada yang utuh itupun pasti rusak kena tembakan dan bekas-bekas bom,” imbuhnya.

Selain itu, di sisi utara dan tengah Gaza juga banyak fasilitas umum dan rumah penduduk yang hancur.

RS Indonesia yang ada di sisi utara Gaza juga ikut terkena, hingga kapasitas menampung pasien merosot jadi lima persen.

“Saat ini konsentrasi pengungsi berada di wilayah Khan Younis. Di sana terdapat tiga rumah sakit yang masih dalam keadaan baik yaitu Khan Younis, RS Al Quds dan RS European Gaza,” imbuhnya. 

Prof Basuki menambahkan, pemandangan berbeda saat dia berada di perbatasan antara wilayah Israel dengan Gaza.

Di Israel terlihat modern karena banyak gedung tinggi seperti halnya Jakarta, dan banyak tanaman, sehingga terlihat teduh.

“Kami bisa masuk ke perbatasan karena kami adalah tenaga medis, EMT. Jadi dokter spesialis yang memang dibutuhkan saat perang, itupun harus mendapat izin dari Israel,” tuturnya.

Melihat kekejaman Israel, Prof Basuki mendorong Pemerintah Indonesia dan negara di dunia untuk memberi perhatian besar kepada Gaza.

Dia memandang, Gaza tengah mengalami krisis kemanusiaan, di mana warganya sangat menderita karena serangan Israel.

“Dalam kondisi yang sangat terbatas ini kira-kira berapa lama mereka akan bertahan? Mungkin kurang lebih 30 hari karena blokade itu nggak dibuka,” ucapnya.

“Kami ingin blokade itu dibuka secepat mungkin, kalau bisa sekarang yah dilakukan sekarang. Secara batas kemanusiaan, tidak mungkin mereka bertahan tapi secara psikologis memang mereka kuat,” pungkasnya.

Sedangkan dr. Harfindo Nismal, Sp.BM (Spesialis Bedah Mulut) merasa prihatin dengan genosida yang dilakukan Israel kepada rakyat Gaza.

Dia menyebut, banyak warga sipil yang menjadi korban serangan dari Israel.

“Kami ingin menegaskan, bahwa apa yang disampaikan Prof Basuki benar, perang dan blokade harus diakhiri serta bantuan harus masuk. Kondisi yang kami saksikan memang betul-betul menyedihkan, dan seperti yang diberitakan di media bahwa banyak korban dari anak-anak dan perempuan,” tuturnya.

Sementara itu dr. Prita Kusumaningsih, Sp.OG (Spesialis Obgyn/Kandungan) merasa sangat prihatin dengan kondisi ibu hamil dan anak-anak di sana.

Dia menyebut, banyak ibu hamil yang kekurangan nutrisi, sehingga anak yang dilahirkan dalam keadaan kurang sehat.

“Tingkat kelahiran di sana sangat tinggi, ada sekitar minimal 20 persalinan setiap hari dan para dokter di sana juga mengakui, ada tingkat persalinan prematur yang tinggi karena dalam satu kesempatan saja ada tiga persalinan prematur,” ungkapnya. (faf)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved