Sosok Konglomerat Mochtar Riady yang Bertemu Jokowi, Kerap Disebut 9 Naga Indonesia
Bos Lippo Group Mochtar Riady mengunjungi kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Solo, Jawa Tengah.
WARTAKOTALIVE.COM - Bos Lippo Group Mochtar Riady mengunjungi kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Solo, Jawa Tengah.
Momen kehadiran Bos Lippo Group itu ke rumah Jokowi dibagikan mantan Kepala Negara tersebut di media sosialnya Jumat (13/12/2024).
Dari foto yang dibagikan Jokowi, konglomerat berusia 95 tahun itu bahkan hingga memboyong keluarga besarnya ke rumah Jokowi.
Lalu siapakah Mochtar Riady?
Mochtar Riady merupakan konglomerat Indonesia dari etnis Tionghoa yang kerap disebut-sebut sebagai salah satu 9 naga di Indonesia.
Bagaimana tidak, menurut Forbes, Mochtar Riady dan keluarganya memiliki harta kekayaan senilai US$2,25 miliar atau Rp36,04 triliun (kurs Rp16.021 per dolar AS.
Konglomerat itu menempati posisi ke-25 dalam daftar orang terkaya di Indonesia yang dikeluarkan Forbes pada 11 Desember lalu.
Saat ini gurita bisnis Mochtar Riady dilanjutkan putranya James Riady dan Stephen Riady.
Saat ini, bisnis Lippo Group meliputi real estat, ritel, perawatan kesehatan, media, dan pendidikan.
Beberapa sektor usaha dari Lippo Group di antaranya perumahan Lippo Karawaci dan pusat perbelanjaan Lippo Malls serta Matahari Department Store.
Mochtar Riady lahir dengan nama Lie Mo Tie sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 12 Mei 1929.
Ia lahir di Malang dari keluarga Tionghoa Indonesia.
Namun pada usia lima bulan, orang tuanya membawanya ke desa leluhur ayahnya di Fujian tempat ia tinggal hingga ia berusia enam tahun.
Bukan lahir dari keluarga konglomerat, Ayah Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1887–1959), sedangkan ibunya bernama Sibelau (1889–1937).
Kedua orang tuanya bermigrasi dari Fujian dan tiba di Malang pada tahun 1918
Dimuat Kompas.com, Mochtar Riady kecil memang bercita-cita menjadi bankir karena terpesona dengan gedung-gedung megah bergaya Eropa saat pergi ke sekolah.
Namun, saat Mochtar Riady berusia 20-an tahun, dia malah menjadi pengelola toko milik mertuanya di Jember, Jawa Timur.
Dalam memoarnya, Otobiografi Mochtar Riady: Manusia Ide (2016), Mochtar Riady memutuskan untuk meninggalkan toko dan memilih hijrah ke Jakarta demi meraih mimpinya.
Kendati demikian, kesempatan untuk menjaga pegawai bank tak langsung datang.
Di Jakarta, dia pun memutuskan untuk berbisnis. Sayangnya, berbisnis di zaman demokrasi liberal (1950-1959) bukan hal mudah bagi para keturunan sepertinya.
Namun, ia tetap memutuskan untuk berbisnis sepeda, meski tetap ingin bekerja kantoran sebagai pegawai bank.
Pada 1959, Mochtar Riady berkenalan dengan Andi Gappa, kakak kandung dari Andi Muhamad Jusuf yang menjadi Menteri dan Panglima ABRI pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Andi Gappa yang merupakan pemilik Bank Kemakmuran mengajak Mochtar Riady bergabung sebagai mitra usaha.
Saat itu, aset bank tersebut tercatat sekitar 3 juta dollar AS dengan modal kerja sekitar 100.000 dollar AS.
"Syarat menjadi mitra baru harus menyuntik modal segar 200.000 dollar AS untuk menguasai 66 persen saham,” kata Mochtar dalam memoarnya.
Kala itu, posisi Mochtar Riady adalah sebagai presiden direktur, meski dia tidak bisa membaca laporan keuangan.
"Di Bank Kemakmuran, saya banyak mendapat pelajaran dan pengalaman sehingga bisa mengenal sifat manusia yang umumnya serakah dan egoistik,” aku Mochtar.
Mochtar Riady kemudian berpikir untuk mencari rekan yang berperilaku baik sekaligus memiliki modal yang lebih kuat untuk menjadi mitra dalam membangun bank baru.
Dia lalu mendapatkan mitra yang bertugas membangun perseroan terbatas (PT), sedangkan tugas Mochtar mencari bank yang hendak mereka akuisisi.
Ketika itu, kebetulan kawannya yang bernama Ma Zhong, pemilik Bank Buana, tengah merugi akibat manajemen tidak memadai.
Mochtar Riady bersama para mitra lalu mengakuisisi Bank Buana, serta mulai beroperasi kembali pada 1963.
Dalam kurun waktu 1962-1965, Bank Buana berhasil menduduki peringkat enam besar di antara bank-bank yang ada di Indonesia. Bahkan, ketika krisis perbankan terjadi antara 1965-1966, Bank Buana termasuk salah satu bank yang selamat.
Berbanding terbalik, Bank Kemakmuran yang ditinggalkan Mochtar justru bernasib suram karena terdampak krisis.
Akhirnya, Bank Kemakmuran diambil alih oleh Mochtar.
Hingga pada 1971, Bank Industri dan Dagang Indonesia (BIDI), Bank Industri Jaya Indonesia, dan Bank Kemakmuran dimerger menjadi satu bank baru.
Bank itu kemudian dinamakan sebagai Pan Indonesia Bank, yang belakangan dikenal sebagai Panin Bank.
Bisnis Mochtar Riady dari perbankan kemudian berkembang hingga properti.
Bahkan karena pengaruhnya dalam ekonomi Indonesia, Mochtar Riady masuk ke jajaran 9 naga.
Kata 9 naga tentu sudah tak asing lagi di telinga warga Indonesia.
Mereka ini disebut sebagai penguasa ekonomi di Indonesia dengan berbagai gurita bisnisnya.
Selain Mochtar Riady, salah satu tokoh yang disebut-sebut 9 naga seperti Robert Budi Hartono dan Tommy Winata.
(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.