Pendidikan

PGRI Setuju Ujian Nasional Diadakan Kembali, Tidak untuk Sekolah Dasar

Ujian Nasional untuk tingkat SMP dan SMA rencananya akan kembali diselenggarakan. PGRI memandang hal itu untuk standar penilaian siswa

dokumentasi Wartakotalive.com
Kepala Suku Dinas Pendidikan wilayah 1 Jakarta Barat, Tajuddin, didampingi Kepala Sekolah SMAN 84 Jakarta Barat, Romlah saat meninjau pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMAN 84 Kalideres, Jakarta Barat, Senin (1/4). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ujian Nasional untuk tingkat SMP dan SMA rencananya akan kembali diselenggarakan. 

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, mengaku setuju atas rencana Pemerintah menerapkan Ujian Nasional (UN).

Unifah menilai penerapan ujian nasional adalah langkah yang baik sebagai standar penilaian bagi siswa.

Meski begitu, Unifah menilai UN bisa diterapkan kembali, tapi tidak menjadi satu-satunya penentu kelulusan.

"Jadi formatnya biar kan para ahli. Tapi itu diperbaiki kaya UN kayak kemarin. Enggak menjadi satu-satunya untuk lulusan. Tetapi menjadi salah satu. Bagaimanapun negara harus hadir dong. Ada standar. Kalau enggak ada standar enggak ada motivasi," ujar Unifah kepada wartawan, Senin (2/12/2024).

Baca juga: Abdul Muti akan Gantikan Kurikulum Merdeka Jadi Deep Learning, Apa itu?

Dirinya mengatakan penerapan kembali adalah upaya memperbaiki sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Menurut Unifah, saat ini terjadi hal yang memalukan saat pelajar Indonesia tidak bisa diterima di tingkat internasional.

"Kan malu kalau sekarang mereka tidak bisa diterima di luar negeri karena kita tidak punya dasar. Kan begitu kan. Jadi bagi kami sih yang utama adalah bagaimana dampaknya bagi masa depan bangsa. Itu yang akan kami bela," ucapnya.

 Namun, Unifah berharap penerapan UN tidak dilakukan kepada siswa Sekolah Dasar (SD).

Penerapan UN, menurut Unifah, sebaiknya diterapkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

 "SD itu wajib belajar. Jadi mulailah di SMP. SMP kan untuk ke SMA. SMA untuk ke perguruan tinggi. Jadi seperti itu," kata Unifah.

Pelaksanaan UN, kata Unifah, bisa dilaksanakan oleh pihak independen.

Dirinya menyerahkan pelaksanaan UN dengan formulasi baru kepada Pemerintah.

Para siswa, menurut Unifah, akan semangat belajar ketika UN kembali diterapkan.

"Kalau misalnya nilai UN minimum sekian untuk diterima di sini. Itu kan jadi semangat belajar. Begitu juga untuk diintegrasikan dengan perguruan tinggi," pungkasnya. 

Mendikdasmen akan kaji ulang UN

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah / Mendikdasmen Abdul Muti, memberikan pernyataan terkait rencana pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan pelajar di sekolah.

Dalam acara "Njagong Bareng Pak Menteri" di Pendopo Kabupaten Kudus, Sabtu, ia mengungkapkan bahwa Kemendikdasmen sedang mempertimbangkan model evaluasi yang sesuai dengan undang-undang.

Dikutip dari melintas.id, Abdul Muti menjelaskan bahwa sejak masa lalu, evaluasi pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan.

Dari Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) hingga Ujian Nasional (UN), setiap sistem memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda.

Namun, model evaluasi yang akan diterapkan di masa depan masih dalam tahap kajian.

Berdasarkan aspirasi yang diterima pemerintah, banyak pihak menginginkan adanya evaluasi berstandar nasional.

Hal ini bertujuan untuk memastikan standar kelulusan siswa pada jenjang pendidikan tertentu tetap terjaga.

Namun, Abdul Muti menekankan bahwa evaluasi ini harus selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang mewajibkan adanya dua jenis evaluasi: internal oleh guru dan sekolah, serta eksternal oleh lembaga independen.

 Menurut Abdul Mut i, salah satu opsi yang tengah dikaji adalah kembali menjadikan ujian nasional sebagai salah satu penentu kelulusan, namun dengan pendekatan berbeda.

Ujian ini nantinya tidak sepenuhnya menjadi faktor utama, melainkan bagian dari kombinasi evaluasi sekolah yang mencakup seluruh mata pelajaran.

Abdul Muti menegaskan bahwa standar kelulusan siswa perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kemampuan akademik mereka secara menyeluruh.

 Jika ujian nasional kembali diadakan, ia menyebut kemungkinan besar hanya akan menjadi ukuran capaian siswa untuk menentukan langkah pendidikan selanjutnya, seperti kelayakan masuk ke perguruan tinggi.

Salah satu skenario yang diajukan adalah menggantikan peran UN dengan ujian sekolah berstandar nasional.

Dengan begitu, tanggung jawab utama tetap berada di pihak sekolah, namun dengan acuan yang lebih seragam di tingkat nasional.

Sistem ini diharapkan lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan pendidikan saat ini.

Meski aspirasi untuk mengembalikan ujian nasional sebagai bagian dari evaluasi pendidikan cukup kuat, Abdul Muti mengakui bahwa isu ini memicu perdebatan.

Beberapa pihak mendukung adanya standar nasional untuk menciptakan kesetaraan, sedangkan pihak lain menilai hal itu bisa membatasi kreativitas dan relevansi pendidikan di tingkat lokal.

Perdebatan ini, menurut Abdul Muti, merupakan bagian dari tarik-ulur antara teori standar dan teori relevansi. 

Namun, ia memastikan bahwa keputusan pemerintah akan tetap mengacu pada regulasi yang ada.

Kemendikdasmen menargetkan kajian mengenai model evaluasi ini selesai pada akhir 2024. Masyarakat diimbau untuk bersabar hingga keputusan resmi diumumkan.

Hingga saat itu, Abdul Mu'ti berharap masukan dari berbagai pihak terus mengalir untuk membantu pemerintah merumuskan kebijakan terbaik.

 Ia juga menekankan pentingnya evaluasi yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga mampu mencerminkan kemampuan siswa secara holistik.

Dengan demikian, sistem pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan tantangan zaman.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com  

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved