Viral Media Sosial

Penasaran dengan Kata 'Maqoli' yang Biasa Disebut Abuya Ghufron, UAS Sampai Googling, Ini Maknanya

Penasaran dengan Kata 'Maqoli' yang Biasa Disebut Ghufron Al Bantani, UAS Sampai Googling, Ternyata Ini Maknanya

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Ustaz Abdul Somad dan Iyus Sugiman atau yang lebih dikenal sebagai Abuya Ghufron Al Bantani atau Kyai Muhammad Abdul Ghufron Al Bantani al Jawi 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kata 'Maqoli' yang kerap kali disebutkan Iyus Sugiman atau yang lebih dikenal sebagai Abuya Ghufron Al Bantani atau Kyai Muhammad Abdul Ghufron Al Bantani al Jawi kini viral di media sosial.

Kata itu kerap digunakan Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Ulin Nuril Islamil Qayyidi (UNIQ) Nusantara itu dalam sejumlah kajiannya.

Abuya Ghufron pun menggabungkan kata 'Maqoli' dengan bahasa arab. 

Hal mereka yang tidak menguasai bahasa arab, kata 'Maqoli' dianggap sepele.

Namun tidak bagi Ustaz Abdul Somad.

Pria yang akrab disapa UAS itu kemudian mencoba menggali maksud dari kata 'Maqoli' yang disebutkan oleh Abuya Ghufron.

Tak hanya dalam Al Quran, dirinya pun membedah sejumlah kitab.

Akan tetapi pencariannya tidak berbuah manis.

Hasilnya tetap nihil.

Baca juga: Nasib Indramojo Kini, Kehilangan Jabatan Kepala Sekolah SMAN 65 Jakbar Ketika Kaki Diamputasi

Baca juga: Temui Ustaz Abdul Somad, Mata Ustaz Dasad Latif yang Semula Ditutup Perban Akhirnya Dibuka

Ustaz Abdul Somad mengaku belum mengetahui apa makna sebesarnya dari kata 'Maqoli' tersebut.

Menurutnya, meski terdengar mirip dengan kata dalam bahasa arab, rupanya Maqoli bukan bahasa arab.

Maqoli pun disebutnya tidak memiliki makna dalam bahasa apapun.

Sebab, dalam pencariannya lewat google, tidak ada penjelasan soal kata 'Maqoli'.

Hal paling mendekati katanya adalah arak beras, yakni berasal dari kata 'makgeolli'.

Lewat unggahannya, akun Instagram @ustadzabdulsomad_official sempat mengunggah empat potongan gambar atau capture pencarian Google soal kalimat Maqoli ini.

Namun, dari keempat gambar itu menampilkan foto yang berbeda, hingga membuat riuh warganet.

Sejak diunggah, ramai komentar warganet bermunculan.

"Karena penasaran, tidak ketemu di kitab. Coba cari-cari di internet: maqoli, macoli, مقالي, sepertinya yang agak mendekati adalah makgeolli arak beras," ungkap Ustaz Abdul Somad dalam status Instagramnya @ustadzabdulsomad_official pada beberapa waktu lalu.

Beragam pendapat pun dituliskan masyarakat dalam kolom komentarnya.

Sebagian besar mengaku tak mengerti apa yang tengah dibahas Ustaz Abdul Somad.

Mereka menduga akun instagram Ustaz Abdul Somad diretas.

Namun, setelah sejumlah warganet menjelaskan masud dari postingan 'Maqoli' UAS, mereka terbahak.

Banyak dari masyarakat bahkan menuliskan lelucon hinghga mencemooh Abuya Ghufron sebagai ulama gadungan.

Bahkan, Ustaz Felix Siauw ikut berkomentar.

"Antum salah cari, google belum belajar bahasa suryani ustadz," tulis Ustaz Felix Siauw lewat akun @felix.siauw.

Warganet lainnya pun tak mau kalah, dan memberikan komentar-komentar menggelitik. 

"Coba ustadz tanya sama translator Lebah Ganteng atau Pein Akatsuki stadz," tulis akun @m.hafiznizar313.

Profil Abuya Ghufron

Iyus Sugiman atau Abuya Ghufron Al Bantani lahir pada 25 Desember 1963.

Nama Muhammad Abdul Ghufron ia dapatkan dari gurunya Abuya Mama Armin.

Belakangan ini, lelaki yang mengaku sudah menulis 500 Kitab Sawami berbahasa Suryani itu menjadi bahan perbincangan warganet.

Sebab, ketika Iyus Sugiman menyampaikan ceramahnya, ia terdengar sering mengucap kalimat Maqoli.

Pernah Sebut Suara Rakyat Ruh Pancasila

Iyus Sugiman atau Abuya Ghufron Al Bantani adalah cicit Syaikh Nawawi Al Bantani.

Ia pernah berujar bahwa suara rakyat adalah ruh dari Pancasila.

Pernyaataan tersebut diungkapkan Syeikh Ghufron Al Bantani atau yang biasa dipanggil Abuya Mama Ghufron Al Bantani atau Abah Ghufron itu Senin (1/8/2022).

Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Ulin Nuril Islamil Qayyidi (UNIQ) Nusantara, ini menyebut, sebagai ideologi pemersatu umat dan bangsa, maka kehadiran Pancasila tidak bisa dilepaskan dari semangat perjuangan rakyat membangun negeri tercinta ini.

Kiyai penulis 500 Kitab Sawami berbahasa Suryani itu menyebut, antara suara rakyat dan Pancasila terdapat sebuah relasi kausal yang tidak bisa saling menegasi (meniadakan).

“Dilihat dari akar historisnya, kelahiran Pancasila merupakan bentuk kristalisasi atas falsafah hidup dan kearifan bangsa yang digali oleh para pendiri bangsa. Maka itu, memisahkan Pancasila dari suara rakyat adalah upaya mencabut isi dari cangkangnya,” terangnya.

Pancasila dengan demikian, menurut Kyai yang pernah dikubur hidup-hidup selama 40 hari 40 malam itu eksis karena dihidupu sang ‘ruh’ yakni suara rakyat.

“Jadi suara rakyat itu ibarat ruhnya Pancasila. Mengabaikan suara rakyat dengan demikiansama artinya dengan membunuh Pancasila itu sendiri,” ujar dia.

Ia juga menandaskan, Indonesia mampu berdiri dan bertahan sejauh ini karena ruhnya masih ada.

Namun, ia melihat suara rakyat sebagai ruh Pancasila ini selalu berada dalam situasi goncangan.

Dengan kata lain, ada saja pihak-pihak tertentu yang berusaha melenyapkannya.

“Untuk itu, jangan sampai negeri ini jadi hancur berantakan akibat ulah segelintir pihak yang terus mencoba menggerogoti nafas persatuan dan kesatuan bangsa, maka semua elemen harus punya rasa tanggung jawab yang sama dalam menjaga ruh Pancasila ini,” tandasnya.

Ia pun menyarankan kepada pemimpin akan datang agar mampu meresapi ruh Pancasila dalam semangat berbangsa dan bernegara.

"Maka itu, siapapun pemimpin akan datang harus paham tentang Pancasila dan ruh yang menghidupinya. Tanpa pemahaman yang dalam dan tulus, negeri ini akan menjurus pada tata kelola yang salah yang kemudian berujung pada ketidakselaran antara visi dan realitas," imbuhnya.

Pemimpin ke depan juga kata dia, harus mampu menapasi Pancasila baik dalam bersikap ataupun dalam wujud laku perbuatan.

"Sehingga cita-cita persatuan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dalam bingkai ke-Bhinekaan terus terpupuk-terjaga untuk kemaslahatan bersama," pungkasnya.

Seperti diketahui, KH M Abdul Ghufron Al Banteni mengklaim menguasai banyak bahasa, termasuk di antaranya bahasa Ajam/Non Arab, bahasa Suryani, bahasa Ibrani, bahasa qolbu/hati.

Ia memiliki keunikan dalam melakukan syiar agama maupun dalam menyalurkan niatnya untuk turut membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat Indonesia kususnya bagi kawula muda Indonesia.

Hari demi hari dilalui bersama ratusan santri yang tersebar di beberapa daerah karena memang Abah Ghufron--begitu panggilan akrabnya--tak hanya mengurus satu ponpes saja, tetapi ia telah memiliki ponpes yang cukup banyak dan tersebar di beberapa daerah.

Ponpes tersebut antara lain di Malang, Surabaya, Lamongan, Demak, Semarang, Indramayu, Jakarta, Bogor, Banten, Lembang, Bandung, Lampung, dan Lomando Kalimantan Tengah, yang seluruh santrinya tak ada satupun yang diwajibkan membayar.

Seluruhnya ia gratiskan.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp

 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved