Berita Nasional

Golkar tak Terima Qodari Sebut Seperti Brutus, Jerry Sambuaga: Jangan Menggiring Opini lah

Politisi Partai Golkar Jerry ambuaga panas dengar pernyataan konsultan politik M Qodari, yang terkesan asal pada partainya.

Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Yulianto
Ketua Umum DPP AMPI Jerry Sambuaga panas mendengar pernyataan konsultan politik M Qodari soal partainya yang seperti Brutus. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Baru-baru ini Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari bikin panas telinga kader dan politisi Partai Golkar.

Sebab, dalam salah satu podcast menyatakan Golkar bisa menjadi Brutus.

Pernyataan ini ternyata bikin panas Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Jerry Sambuaga.

Baca juga: Masinton PDIP Sebut Luhut Brutus Istana, Poyuono: Brutus Dari Mana? Dia Orang Paling Setia dan Loyal

Menurut Jerry Sambuaga, hal ini jelas melukai perasaan kader Golkar yang selama ini solid dan totalitas, serta tegak lurus terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Perlu juga diingat bahwa Partai Golkar adalah salah satu partai politik pertama yang mendeklarasikan dan mendukung pasangan Prabowo-Gibran," kata Jerry Sambuaga dikutip dari Tribunnews.com, Senin (20/5/2024).

"Apalagi di dalam Partai Golkar, kami ada doktrin PDLT yang artinya Prestasi Dedikasi Loyalitas Tidak Tercela," imbuhnya.

"Jadi, loyalitas adalah prinsip yang kami anut dengan sungguh-sungguh di dalam Partai Golkar," tambahnya.

AMPI juga mempertanyakan keabsahan dan juga validitas dari pernyataan dan atau data yang selama ini disampaikan M Qodari.

Baca juga: Sebut Luhut Pandjaitan Brutus, Masinton Pasaribu Dilaporkan ke MKD

Contohnya, pada 21 maret 2023, dia sempat menyatakan survei, bahwa Golkar hanya akan mendapatkan 7,7 persen. Tapi lihat kenyataannya hasil Pemilu 2024, Golkar meraih suara sebesar 15,29 persen.

"Bisa dilihat di sini, data dari mas Qodari yang 7,7 persen sangat jauh dengan hasil riil yang 15,29 persen. Artinya error-nya mencapai hampir 100 persen," ungkap Jerry Sambuaga.

"Sebagai seorang ilmuwan dan konsultan politik, saya pikir sebaiknya mas Qodari bisa menyampaikan statement yang lebih objektif dan tidak melakukan insinuasi atau menggiring opini yang misleading mengenai Partai Golkar," imbuh Jerry Sambuaga.

Berdasarkan tulisan wartawan Kompas,com, Zackir L Makmur, dalam konteks politik Brutus sering kali diidentifikasi sebagai simbol pengkhianatan atau konspirasi terhadap penguasa atau pemimpin politik.

Ini disebabkan peran Brutus dalam pembunuhan Julius Caesar.

Baca juga: Sebut Brutus Penjerumus Presiden, Masinton Bilang Luhut Dalang Wacana Jokowi Tiga Periode

Maka kata "Brutus" sering digunakan untuk menggambarkan pengkhianatan dalam politik, terutama ketika seseorang yang dianggap sebagai teman atau sekutu tiba-tiba berbalik melawan pemimpin mereka.

Dalam politik, cerita tentang Brutus dan konspirasi terhadap Caesar sering digunakan sebagai ilustrasi etika politik, pertimbangan moral, dan konsekuensi dari tindakan konspiratif.

Itu juga mengingatkan kita akan kompleksitas dan ambiguitas dalam tindakan politik, serta pertanyaan seputar hak dan kewajiban terhadap penguasa atau pemimpin politik.

Dalam filsafat politik kontemporer, pertimbangan etika politik menjadi sangat penting. Isu-isu seperti pengkhianatan politik, tindakan konspiratif, dan perangkat keamanan nasional memunculkan pertanyaan tentang batasan etika dalam politik.

Pemikir seperti Michael Walzer dan Michael Sandel telah mempertimbangkan etika tindakan politik, termasuk apakah pengkhianatan dalam kepentingan yang lebih besar dapat dibenarkan.

Maka dalam dunia modern yang semakin terhubung, isu-isu terkait pengkhianatan politik terkadang terbuka sampai jeroannya.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari bikin panas politisi Golkar.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari bikin panas politisi Golkar. (TRIBUNNEWS/DANANG TRIATMOJO)

Dalam masyarakat modern dewasa ini, isu pengkhianatan politik muncul pertanyaan mendalam: apakah pengkhianatan politik adalah cara untuk melawan apa yang dianggap sebagai ancaman terhadap nilai-nilai politik, atau apakah itu hanya tindakan kepentingan pribadi? Pengkhianatan politik dalam konteks politik masa kini, menjadi topik yang kompleks dan kontroversial, yang melibatkan pertimbangan etika, hukum, dan politik.

Pandangan dan penilaian terhadap pengkhianatan politik bisa sangat bervariasi tergantung pada pandangan etika individu dan nilai-nilai politik yang mereka anut.

Dinamika kekuasaan dalam konsep pengkhianatan politik, dalam sejarah, mengacu pada interaksi kompleks antara penguasa, pemimpin, atau kelompok yang memegang kekuasaan dengan pihak-pihak yang merasa terpinggirkan, tidak puas, atau menganggap pemerintah atau pemimpin tersebut sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka.

Dinamika ini mencakup sejumlah elemen yang memengaruhi keputusan dan tindakan.

Lantas mengarah pada pengkhianatan politik, seperti konflik ideologi, perubahan kekuasaan, dan ambisi politik.

Dinamika kekuasaan sering kali dipicu oleh konflik visi, di mana pihak yang berkonspirasi merasa bahwa pemimpin yang ada mewakili nilai-nilai atau kebijakan yang bertentangan dengan visi mereka.

Sehingga konflik visi ini dapat menciptakan ketegangan politik, yang memicu tindakan konspiratif.

Termasuk pula terhadap perubahan kekuasaan, di mana pergantian penguasa atau pemimpin politik, seringkali menjadi pemicu potensial untuk pengkhianatan politik.

Hal ini disertai pula oleh ambisi politik. Ambisi politik dapat menjadi pendorong untuk pengkhianatan politik.

Individu, atau kelompok, yang ingin menggantikan penguasa yang ada atau untuk memperoleh kekuasaan lebih besar, senantiasa mencari kesempatan melakukan konspirasi.

Hal yang tak pelak pula adalah krisis politik. Krisis politik atau sosial, seperti ketidakstabilan ekonomi, kerusuhan, atau ketidakpuasan massal, dapat menciptakan kondisi yang mendukung pengkhianatan politik.

Dalam situasi krisis, kelompok yang tidak puas mungkin melihat pengkhianatan sebagai cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Ditambahkan pula dengan adanya polarisasi politik.

Tingkat polarisasi politik yang tinggi dalam masyarakat dapat memperburuk dinamika kekuasaan dan meningkatkan potensi pengkhianatan politik.

Pihak-pihak yang berseberangan ideologis mungkin lebih cenderung melihat tindakan konspiratif sebagai satu-satunya cara untuk mencapai tujuan mereka.

Mencegah datangnya Brutus

Mencegah datangnya figur seperti Brutus, yang terlibat dalam pengkhianatan politik atau konspirasi politik, melibatkan serangkaian tindakan dan strategi yang lebih canggih.

Hal ini juga harus fokus pada memperkuat sistem politik demi mencegah situasi yang memicu tindakan semacam itu.

Membangun dan memperkuat institusi demokratis yang kuat, adalah kunci untuk mencegah pengkhianatan politik.

Ini memastikan bahwa pemilihan umum harus menjadi cara yang efektif bahwa pemerintahan terpilih, adalah representatif dan bertanggung jawab.

Bersamaan pula mempromosikan kepemimpinan yang mendengarkan pendapat rakyat, dan merespons kekhawatiran mereka.

Kunci ini untuk mencegah konflik politik yang dapat memicu konspirasi atau pengkhianatan. Terpenting adalah meningkatkan pendidikan politik.

Pendidikan politik ini untuk menumbuhkan pula kesadaran publik tentang pentingnya proses demokratis dan nilai-nilai politik yang mendasar.

Maka ini menjadi langkah penting untuk mencegah pengkhianatan politik.

Masyarakat yang terinformasi cenderung lebih waspada terhadap ancaman terhadap stabilitas politik.

Pencegahan pengkhianatan politik adalah tugas yang kompleks dan tidak ada solusi yang sempurna.

Namun, dengan membangun institusi demokratis yang kuat, mempromosikan etika politik, dan memperkuat kesadaran publik tentang pentingnya sistem politik yang stabil, kita dapat mengurangi potensi munculnya situasi yang memicu tindakan seperti dilakukan oleh Brutus.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved