Berita Nasional

Jokowi dan Gibran Sudah Tak Diakui Lagi di PDIP, Zulhas Mengklaim Keduanya Kini Keluarga PAN

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan (PDIP), Komarudin Watubun mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak lagi kader partainya.

Editor: Feryanto Hadi
Kolase foto/Tribunnews
Kolase Jokowi dan Gibran.PDIP sudah menganggap keduanya bukan lagi kader 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha 


WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan bahwa Presiden Jokowi dan Wakil Presiden 2024 terpilih Gibran Rakabuming bagian dari keluarga partainya.

Hal tersebut dikatakan Zulhas menanggapi pernyataan PDIP bahwa dua tokoh tersebut bukan lagi kader parpol berlogo moncong putih tersebut.

"Ya saya waktu dekat ada agenda mau ke Solo. Jadi Pak Jokowi, Mas Gibran nggak usah repot-repotlah. Kan sudah berkali-kali, keluarga Pak Jokowi keluarga PAN, PAN keluarganya Pak Jokowi," kata Zulhas kepada awak media di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2024).

Atas hal itu ia meminta Jokowi dan Gibran tak perlu bingung mencari rumah politik selanjutnya.  Ia menyebutkan PAN merupakan rumah bagi keduanya.


"Jadi sudah jelas. Nggak usah kesana-kemari, ngapain. Sudah ada rumahnya, namannya Partai Amanat Nasional," tegasnya.

Sebelumnya Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan (PDIP), Komarudin Watubun mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak lagi kader partainya.

Sebab, Jokowi sudah berada di kubu Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

"Ah orang sudah di sebelah sana bagaimana mau dibilang bagian masih dari PDIP, yang benar saja," kata Komarudin di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Komarudin juga menyebut putra sulung Jokowi, Gibran berbohong. Sebab, dua kali menyatakan akan setia untuk tetap PDIP.

Namun, justru menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo pada Pilpres 2024.

"Tentang sikap Mas Gibran saya kira itu terlalu reaktif untuk menanggapi Pak Sekjen (Hasto Kristiyanto). Karena apa yang disampaikan Pak Sekjen itu benar terjadi dan itu benar (Gibran) berbohong, dua kali itu," ujar Komarudin.

Komarudin menuturkan, DPP PDIP sudah dua kali memanggil Gibran untuk mengkonfirmasi mengenai statusnya.

"Kebetulan yang pertama saya panggil  dengan Pak Sekjen di lantai 2 ruang Pak Sekjen dan waktu itu beliau sendiri (Gibran) yang ngomong, bahwa dia sadar tahun depan bapaknya tidak presiden lagi, 'mau ke mana lagi saya pasti bersandar di PDIP'," ucapnya.

Kedua, kata Komarudin, Gibran juga menyatakan akan setia di PDIP saat berada di sekolah partai.

"Itu kan Ibu (Megawati Soekarnoputri) tanya Mas Gibran sama Bobby (Bobby Nasution), mau tetap di sini apa berpindah partai? Mas Gibran sendiri maju ke mimbar lalu disampaikan waktu itu tetap bersama PDIP," ungkapnya.

Komarudin menambahkan, saat ini status Gibran sudah tak lagi jadi kader partai berlambang banteng moncong putih itu.

"Gibran itu sudah bukan kader partai lagi, saya sudah bilang sejak dia ambil putusan itu (jadi cawapres Prabowo)," tuturnya.

PDIP singgung kebohongan Jokowi

Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus, membandingkan kesalahan dan kebohongan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Megawati Soekarnoputri. 

Deddy mengungkapkan bahwa kebohongan dan kesalahan Jokowi ke Megawati jaug lebih banyak daripada SBY.

Menurut Deddy kesalahan SBY adalah berbohong kepada Megawati ketika hendak mencalonkan diri sebagai presiden untuk Pilpres 2004 bersanding dengan Jusuf Kalla.

Saat itu SBY menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di bawah Presiden Megawati. 

Deddy mengatakan seharusnya SBY berkata jujur seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hamzah Haz. 

“Pak SBY itu salahnya dulu bilang tidak nyapres ketika ditanya, tetapi kemudian terbukti dan nyalon, bahkan sudah bikin partai. Jadi kesalahannya hanya itu dan tidak pernah berusaha bersikap ksatria,” kata Deddy dijkutip dari laman Tempo, Sabtu (13/4/2024).

Baca juga: Menhub Budi Karya Ajukan Surat Rekomendasi WFH ke Presiden Jokowi Atasi Lonjakan Pemudik

Sementara Jokowi, kata Deddy, memiliki lebih banyak kesalahan dan kebohongan terhadap Megawati dan PDIP.

Deddy mencontohkan Jokowi berbohong dengan mengatakan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, belum layak menjadi cawapres.

Namun ternyata dimajukan dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).

“Beliau berbohong hingga detik-detik terakhir dan lalu secara vulgar menyatakan akan mengalahkan capres dari PDI Perjuangan,” kata Deddy.

Belum cukup sampai di situ, menurut Deddy, Jokowi juga menyalahgunakan kekuasaan dengan cawe-cawe pemilu dan menggunakan semua instrumen kekuasaan.

Menurut Deddy, kesalahan Jokowi ini jauh lebih besar dan lebih banyak dibandingkan SBY. 

“Sudah tentu derajat ‘kesalahannya’ jauh lebih besar sebab menyangkut merusak kualitas pemilu, etika publik, adab politik dan nilai-nilai demokrasi dan penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Deddy.

Pernyataan Deddy ini diungkapkan di tengah wacana adanya pertemuan Jokowi dengan Megawati di momen Idul Fitri.

Tidak seperti biasanya, Megawati dan Jokowi belum bertemu seperti lebaran tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Ketua TKN Prabowo-Gibran Dua Kali ke Rumah Megawati, Hasto: Tak Ada Urusan Politik

Hubungan keduanya renggang setelah Jokowi mendukung anaknya Gibran maju sebagai cawapres di Pemilu 2024.

Istana Kepresidenan menyatakan sedang mencari waktu yang tepat untuk Presiden Jokowi bersilaturahmi ke Megawati Soekarnoputri.

Koordinator Staf Khusus Presiden RI Ari Dwipayana mengatakan Presiden Jokowi sangat terbuka untuk bersilaturahmi dengan siapapun, apalagi dengan tokoh bangsa.

"Lagi pula ini masih bulan Syawal, bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi," kata Ari.

Sementara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi sinis soal rencana pertemuan Jokowi dengan Megawati.

Hasto mensyaratkan agar Jokowi bertemu dengan anak ranting PDIP dulu sebelum menemui Ketua Umum PDIP. 

"Biar bertemu dengan anak ranting dulu, karena mereka juga jadi benteng bagi Ibu Megawati Soekarnoputri. Bukan persoalan karena PDI Perjuangan, tetapi lebih karena bagaimana pemilu 2024," kata Hasto. 

Presiden Jokowi, secara formal masih kader PDIP.

Namun Jokowi pecah kongsi dengan partainya akibat perbedaan pilihan politik di Pilpres 2024.

Perpecahan terjadi setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra.

Sedangkan PDIP mengusung bekas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden, berpasangan dengan eks Menko Polhukam Mahfud MD.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved