Pembunuhan

Polisi Sebut Pembunuh 5 Orang Sekeluarga di Kaltim Dalam Keadaan Mabuk, Pakar: Timbulkan Celah Hukum

Polisi yang menyebut bahwa pembunuh 5 orang sekeluarga di Kaltim dalam keadaan mabuk justru menimbulkan celah hukum oleh pakar psikologi forensik

TribunKaltim
Kapolres Penajem Paser Utara memberikan keterangan pers terkait pembunuhan 5 orang satu keluarga di Babulu, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (6/2/2024). Selain membunuh, pelaku yang masih remaja dan siswa SMK juga memperkosa jasad anak pertama korban usai dihabisinya. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Lima orang satu keluarga yakni ayah, ibu, dan 3 anaknya dibunuh secara sadis oleh seorang remaja berinisial J (16) di rumah mereka di Jalan Sekunder 8, Desa Babulu Lalut, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (6/2) sekitar pukul 02.00 Wita.

Bukan hanya membunuh, J yang merupakan tetangga korban juga memperkosa jasad anak pertama pasangan suami istri (pasutri) itu.

Kelima korban yakni ayah bernama Waluyo (34), istrinya bernama Sri Winarsih (33) dan 3 anak mereka yakni Risna Jenita Sari (14), Vivi Dwi Suriani (10), dan Zhafi Aidil Adha (2,5).

Kapolres PPU AKBP Supriyanto mengatakan pihaknya sudah mengamankan pelaku dan akan menerapkan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuan mati, atau seumur hidup.

Polisi juga menyebutkan bahwa J dalam keadaan mabuk saat melakukan pembunuhan dan pemerkosaan.

Menurut polisi, pelaku sebelumnya menggelar pesta minuman keras (miras) bersama teman-temannya, sebelum beraksi.

Baca juga: Keluarga Mahasiswi Korban Pembunuhan di Depok Sedih dan Marah, Diperkosa Usai Tewas Dicekik

Menanggapi hal tersebut Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan pernyataan polisi itu justru menciptakan loopholes atau celah hukum.

"Pernyataan Kapolres tersebut malah menciptakan loopholes. Polisi perlu hati-hati menarasikan pelaku terpengaruh alkohol," kata Reza Indragiri kepada WartaKotalive.com, Rabu (7/2/2024).

Karena, menurut Reza, jika pelaku membabi buta dalam keadaan mabuk, maka tidak tertutup kemungkinan dia tidak tepat dikenakan pasal pembunuhan berencana.

"Malah mungkin penganiayaan berat. Bahkan bukan pula penganiayaan berencana; logikanya, orang dalam keadaan mabuk tidak bisa membuat rencana. Perilakunya cenderung menjadi impulsif," papar Reza.

"Demikian pula setelah saya baca kronologi peristiwa dan rangkaian perbuatan pelaku di TKP. Tidak mencerminkan orang dalam kondisi mabuk," jelas Reza.

Sisi lain, kata Reza, atas kejadian mengerikan ini mengingatkan kita bahwa UU Sistem Peradilan Pidana Anak memang harus direvisi.

"UU itu memuat pasal-pasal yang meringankan posisi anak pelaku pidana. Anggaplah itu cerminan jiwa humanis hukum terhadap anak-anak," katanya.

"Tapi UU SPPA tidak membuat pengecualian terhadap anak-anak yang tindak pidananya luar biasa biadab," ujar Reza.

Baca juga: Rekonstruksi Pembunuhan Mahasiswi di Depok, Pelaku Cekik Lalu Paksa Hubungan Badan

Karena itulah, bagi Reza, ketika anak sudah mendekati usia dewasa, apalagi jika perbuatannya sedemikian keji, maka justru UU SPPA perlu memuat pasal-pasal pemberatan.

"Atau setidaknya pengecualian agar pelaku memperoleh ganjaran lebih setimpal," kata Reza.

Ia mencontohkan ancaman pidana terhadap anak maksimal hanya sepuluh tahun. Tidak boleh lebih dari itu.

"Apakah ini tepat terhadap pelaku seperti di Kaltim?" ujar Reza.

Lebih-lebih, menurut Reza, setelah menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan dan segalam macamnya, hampir bisa dipastikan akan mengemuka narasi-narasi yang seolah mendorong kita untuk berempati dan memberikan rasa pengertian atas segala masalah pelaku, yang notabene masih berusia anak-anak.

"Itu semua membuat UU justru seolah menjadi tameng bagi pelaku untuk mendapatkan hukuman yang lebih masuk akal," katanya.

Pembunuhan Sadis

Seperti diketahui seorang remaja berinisial J (16) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) ditangkap polisi usai membunuh lima orang satu keluarga yakni ayah, ibu, dan 3 anaknya yang merupakan tetangganya.

Tak hanya membunuh, J juga memperkosa jasad anak pertama pasang suami istri (pasutri) itu.

Pembunuhan sadis itu terjadi di rumah korban di Jalan Sekunder 8, Desa Babulu Lalut, Kecamatan Babulu pada Selasa (6/2) sekitar pukul 02.00 Wita. Pelaku awalnya menggelar pesta minuman keras (miras) bersama teman-temannya.

"Pelaku dalam kondisi mabuk, iya betul. Jadi sebelum kejadian ini dia minum-minuman keras bersama temannya, kemudian pulang setengah 12 diantar sama temannya. Begitu sampai di rumah muncullah niat itu (membunuh)," ujar Kapolres PPU AKBP Supriyanto, Selasa (6/2/2024).

Supriyanto mengatakan pelaku kemudian mengambil sebilah parang di rumahnya lalu ke rumah korban.

Saat tiba, pelaku mematikan aliran listrik di rumah korban.

Baca juga: Besok Polisi Rekonstruksi Kasus Pemerkosaan dan Pembunuhan Mahasiswi yang Dilakukan Argiyan di Depok

"Sebelum masuk rumah, listrik dimatikan dulu. Jadi pada saat itu ayahnya (korban Waluyo) belum pulang. Jadi pada saat posisi ayahnya datang sudah sampai rumah, itu belum (beraksi) aktivitas apa-apa," terangnya.

Saat Waluyo masuk ke rumahnya, pelaku langsung menyerangnya menggunakan parang.

Selanjutnya pelaku menyerang istri korban dan anaknya yang terbangun karena mendengar keributan.

"Jadi setelah sampai ayahnya langsung dihabisi dekat pintu. Ibunya bangun, kemudian ditimpas juga. Lalu anaknya bangun ditimpas lagi. Kemudian anak yang pertama (Ratna) di kamar sebelah. Terakhir untuk memastikan bapaknya ditimpas lagi," jelasnya.

Usai melakukan pembacokan, pelaku kemudian mendatangi jasad korban Ratna.

Pelaku lalu memperkosa jasad Ratna.

"Kalau dari pengakuan pelaku, korban (anak pertama) sudah meninggal baru diperkosa. Jadi posisinya korban ditemukan dalam kondisi setengah telanjang, hanya mengenakan baju," bebernya.

Menurut Supriyanto, setelah melakukan pemerkosaan pelaku juga mengambil ponsel dan uang korban.

Setelah itu pelaku pulang ke rumah dan berganti pakaian.

"Jadi selesai pembunuhan dia mengambil HP dan uang korban sebesar Rp 363 ribu. Setelah itu pulang pelaku mandi, rendam bajunya. Setelah itu melapor ke Pak RT jika terjadi pembunuhan di rumah sebelah," tambahnya.

Supriyanto menuturkan, pelaku awalnya memberikan keterangan bahwa ada 5 hingga 10 orang datang ke rumah korban membawa senjata tajam.

Namun keterangan pelaku berbeda dengan fakta setelah polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Awalnya dia mengaku itu ada orang luar 5 sampai 10 orang yang datang ke situ membawa sajam dan sanur. Itu pada saat laporan. Kemudian saya bersama tim kita cek TKP ternyata apa yang dia sampaikan itu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan," ujarnya.

Menurut Suproyanto, kalau mungkin terjadi pergumulan, di TKP pasti ada tanda-tandanya. Tetapi itu tidak ada sama sekali.

"Sehingga kecurigaan itulah yang membuat apa yang dia sampaikan ini tidak didukung dengan bukti-bukti kuat. Sehingga saya mencurigai dia bohong," lanjutnya.

Pelaku juga menunjukkan luka di tangannya untuk meyakinkan aparat bahwa dia sempat berkelahi dengan orang yang tak dikenal itu.

Namun, setelah olah TKP terungkap luka itu akibat dari perbuatan pelaku sendiri.

Baca juga: Kenakan Peci Putih, Pelaku Pembunuhan dan Pemerkosaan Mahasiswi di Depok Jalani Rekonstruksi

"Ada (kena parang) ternyata tangan kanannya itu (luka) pada saat menimpas bapak korban karena parang itu tidak ada gagangnya sehingga kena tangannya sendiri," ungkapnya.

Pelaku, menurut Supriyanto terus menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres PPU.

Menurutnya pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan berencana yakni Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. (bum)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved