Pembunuhan
Ekspresi Datar Remaja yang Bunuh Satu Keluarga di Penajam Paser Utara, Sempat Lapor RT
Ekspresi remaja sadis yang membunuh satu keluarga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur disebut datar usai melakukan aksinya.
WARTAKOTALIVE.COM - Ekspresi remaja sadis yang membunuh satu keluarga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur disebut datar usai melakukan aksinya.
Bahkan tersangka inisial JND (16) sempat menghubungi kakaknya bahwa ada peristiwa pembunuhan di rumah tetangganya.
Dikutip dari TribunKaltim, sebuah keluarga di Babulu, Penajam Paser Utara dibunuh pada Selasa (6/2/2024).
Satu keluarga korban pembunuhan itu terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak.
Kapolres AKBP Supriyanto mengungkapkan JND membunuh para korban hanya menggunakan parang.
Saat itu korban mematikan listrik rumah dan mengendap-endap masuk ke dalam rumah saat hendak menghabisi nyawa para korban.
Anehnya, usai melakukan aksi keji, korban pulang ke rumahnya dengan ekspresi yang datar.
Bahkan korban sempat berganti baju dan mengajak kakaknya untuk melaporkan ke Ketua RT 18, tentang kejadian pembunuhan.
Tersangka beralibi bahwa ia melihat ada tiga hingga sepuluh orang yang melakukan aksi itu.
Pihak RT pun langsung melapor ke pihak kepolisian.
Awalnya, status tersangka yakni saksi dan dibawa ke Polres Penajam Paser Utara untuk dimintai keterangan.
Namun penyelidikan dan olah TKP juga terus dilakukan hingga akhirnya terungkap bahwa JND melakukan aksi pembunuhan di rumah tetangganya.
Adapun motif JND membunuh tetangga juga sepele yakni hanya karena permasalahan ayam ataupun karena korban meminjam helm dan tiga hari tidak dikembalikan.
Baca juga: Fakta Miris Mahasiswi Korban Pembunuhan Argiyan di Sukmajaya Depok, Ini Kata Keluarga
Ada pula keterangan dari keluarga bahwa salah satu korban yakni Rj yang merupakan anak pertama, pernah menjalin hubungan asmara dengan tersangka.
Namun mereka tidak direstui oleh orangtua yang juga korban, karena alasan Rj sudah memiliki pasangan lain.
Sementara itu pakar kriminal Reza Indragiri berharap pelaku bisa dihukum lebih dari ketentuan pidana anak.
Terlebih peristiwa yang dilakukan oleh pelaku jauh dari perilaku anak-anak pada umumnya.
"Sisi lain, kejadian mengerikan ini mengingatkan kita bahwa UU Sistem Peradilan Pidana Anak memang harus direvisi," ujarnya.
Kata Reza, UU itu memuat pasal-pasal yang meringankan posisi anak pelaku pidana.
"Anggaplah itu cerminan jiwa humanis hukum terhadap anak-anak," kata dia.
"Tapi UU SPPA tidak membuat pengecualian terhadap anak-anak yang tindak pidananya luar biasa biadab."
"Karena itulah, bagi saya, ketika anak sudah mendekati usia dewasa, apalagi jika perbuatannya sedemikian keji, maka justru UU SPPA perlu memuat pasal-pasal pemberatan atau--setidaknya--pengecualian agar pelaku memperoleh ganjaran lebih setimpal," kata Reza.
Reza kemudian memberikan contoh: Ancaman pidana terhadap anak maksimal hanya sepuluh tahun. Tidak boleh lebih dari itu.
"Apakah ini tepat terhadap pelaku seperti di Kaltim?
Lebih-lebih, setelah menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan dan segala macamnya.
Hampir bisa dipastikan akan mengemuka narasi-narasi yang seolah mendorong kita untuk berempati dan memberikan rasa pengertian atas segala masalah pelaku yang notabene masih berusia anak-anak," kata Reza.
Menurut Reza, itu semua membuat UU justru seolah menjadi tameng bagi pelaku untuk mendapatkan hukuman yang lebih masuk akal.
(Wartakotalive.com/DES/TribunKaltim)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.