Pilkada DKI Jakarta

PKS dan NasDem Kompak Tolak Wacana Penghapusan Pilkada DKI Jakarta, Ini Penjelasannya

Warga DKI Jakarta gigit jari, mereka diprdiksi tak bisa lagi pesta demokrasi memilih langsung gubernur dan wakil gubernur.

Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Alfian Firmansyah
Politisi PKS yang berkarier di DPR RI Mardani Ali Sera mengaakan demokrasi Indonesia semakin mundur, jika Pilkada DKI Jakarta benar dihapus. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipenuhi oleh kontroversi.

Setelah praktik nepotisme merestui putra sulungnya Gibran Rakabuming Rak maju di Pilpres 2024 dengan menjadi cawapres Prabowo Subianto, terbaru soal Pilkada DK Jakarta.

Baca juga: Cerita Anies Baswedan Soal Posisi NasDem di Pilkada DKI Jakarta Hingga Berbalik Arah Mendukung

Saat ini beredar di medsos Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang menjadi usul inisiatif DPR, agar gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden atas usul atau pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).

Sejumlah anggota DPR RI menilai ini sebagai bentuk kemunduran demokrasi.

Sebab, salah satu pasal yang diatur dalam rancangan beleid itu adalah gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tidak akan dipilih langsung oleh rakyat.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ yang sudah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Baca juga: Erick Thohir Cuma Modal Elektabilitas Dinilai Lebih dari Cukup untuk Menang di Pilkada DKI Jakarta

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan, partainya menolak aturan gubernur ditunjuk oleh presiden.

"PKS menolak pasal ini. Jangan kebiri hak demokrasi warga Jakarta," kata anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta I itu.

Mardani mengaku tidak tahu menahu siapa yang pertama mengusulkan agar Pilkada DKI Jakarta dihapus.

Anggota DPR dari Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni juga tak sependapat dengan draf RUU DKJ itu, meski partainya setuju akan ketentuan tersebut.

Politisi Partai NasDem yang berlarier di DPR RI Ahmad Sahroni tak setuju dengan wacana penghapusan Pilkada DKI Jakara.
Politisi Partai NasDem yang berlarier di DPR RI Ahmad Sahroni tak setuju dengan wacana penghapusan Pilkada DKI Jakara. (Wartakotalive/Ramadhan LQ)

Anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta III ini menilai, ketentuan tersebut merupakan sebuah kemunduran bagi demokrasi.

"Secara pribadi saya enggak setuju, sebagai pribadi dapil Jakarta ini kemunduran demokrasi," kata Sahroni, Selasa (5/12/2023).

Menurut dia, ketentuan tersebut bakal menimbulkan pertanyaan publik mengenai tata cara pemilihan kepala daerah.

"Kalau mau demikian, kenapa enggak semuanya ditunjuk presiden sampak ke walikota, itu lebih baik daripada hanya dikhususkan Jakarta," ujar Sahroni.

Sedangkan Ketua Panitia Kerja RUU DKJ Achmad Baidowi mengatakan, norma tersebut dibuat sebagai jalan tengah karena ada aspirasi agar tidak usah ada pilkada, tetapi gubernur dan wakil gubernur langsung ditunjuk presiden.

Sementara, DPR juga memperhatikan ketentuan di dalam konstitusi yang menyebut kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis.

Menurut mantan jurnalis yang akrab disapa Awiek ini, ketentuan itu tidak menghilangkan proses demokrasi karena penunjukan gubernur dan wakil gubernur tetap melalui usulan DPRD.

"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan ya itu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ucap politisi PPP itu.

Dalam rapat paripurna DPR kemarin, 8 dari 9 fraksi di parlemen menyetujui agar RUU DKJ ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD tak mempermasalahkan norma tersebut.

Ia berpandangan, hal itu dibuat DPR demi mempertahankan kekhususan Jakarta setelah tak lagi menjadi ibu kota negara.

"Kalau saya sih ndak mempersoalkan itu, karena DPR sudah lama berdebat bersama pemerintah. Kan kesimpulannya itu karena DKI dianggap khusus kan, daerah khusus Jakarta, jadi dikelola secara khusus (sistem pemerintahannya)," kata Mahfud, Selasa malam.

Ia pun mengingatkan bahwa ada daerah lain yang tidak memberlakukan pilkada untuk memilih kepala daerah, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta.

Untuk diketahui, RUU DKJ akan mengatur kekhususan Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara, sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Dalam UU IKN disebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diubah sesuai ketentuan dalam UU IKN maksimal 2 tahun setelah UU IKN diundangkan.

Artinya, RUU DKJ harus resmi diundangkan sebelum 15 Februari 2024 karena UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved