Kesehatan

Peneliti di Yogyakarta Kembangkan Nyamuk dengan Bakteri Wolbachia, Efektif Tekan Kasus DBD

peneliti di Indonesia mengembangkan nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia yang tidak mampu tularkan virus Demam Berdarah Dengue (DBD).

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
dok. Freepik.com
Ilustrasi nyamuk. Peneliti riset nyamuk ber-Wolbachia dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adi Utarini MSc, MPH, PhD memaparkan bahwa bahwa pada nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia dapat menghilangkan virus DBD. Hal itu diungkapkan dalam media briefing IDI secara daring, Senin (20/11/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global yang serius, dengan jutaan kasus terjadi setiap tahunnya.

Salah satu langkah inovatif yang telah ditempuh dalam upaya pengendalian penyakit ini adalah menggunakan bakteri Wolbachia sebagai alat untuk menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus dengue.

Ternyata, sejumlah peneliti World Mosquito Program (WMP) di Indonesia telah melakukan riset terkait nyamuk ber-Wolbachia dan melakukan pelepasan nyamuk Wolbachia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022, terbukti bahwa teknologi ini mampu menekan kasus DBD hingga 77 persen dan menurunkan angka perawatan di rumah sakit sebesar 86 persen.

Peneliti utama riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta, Prof DR Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD mengatakan, untuk metode pelepasan nyamuk dengan wolbachia di Indonesia yakni dengan cara replacement atau menggantikan, jadi dengan cara melepaskan nyamuk jantan dan betina sedemikian rupa sehingga telur-telur yang dihasilkan akan memiliki Wolbachia.

Riset nyamuk ber-Wolbachia
Peneliti utama riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta, Prof DR Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD menjelaskan terkait metode pelepasan nyamuk dengan wolbachia di Indonesia yakni dengan cara replacement dalam media briefing Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (20/11/2023).

"Kita melepaskannya dengan peletakkan telur. Telur nyamuk di letakkan di ember berisi air da diberi pelet yang dititipkan ke orang-orang menerima ember berisi telur nyamuk dengan bakteri Wolbachia. Dua minggu sekali ember tadi diganti sampai dengan 6 bulan," ujar peneliti wolbachia yang akrab disapa Prof Uut ini, dalam media briefing Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (20/11/2023).

Lebih lanjut dikatakan, adapun pelepasan telur nyamuk yang sudah di injeksi dengan bakteri Wolbachia dilakukan kurang lebih selama 6 bulan dan terus akan dipantau perkembangannya.

"Kami selalu memantau perkembangbiakan dari nyamuk dengan Wolbachia ini, ketika nyamuk di alam 60 persen diantaranya ini sudah ada Wolbachia nya, maka pelepasannya di stop," ucapnya. 

Menurut Prof Uut, bakteri Wolbachia tidak dapat berpindah ke manusia. Adapun bakteri tersebut akan mati jika keluar dari sel tubuh serangga.

"Bakteri wolbachia di dalam tubuh nyamuk tidak bisa berpindah ke serangga, hewan, maupun manusia lain," ucapnya.

Prof Uut menegaskan, bahwa hal tersebut  sudah dibuktikan oleh para tim peneliti. "Tim kami sendiri yang memberi makan nyamuk ber-wolbachia dan kita periksa juga masyarakat yang wilayahnya sudah hampir 10 tahun dilepasi nyamuk wolbachia. Wolbachia tidak bisa masuk ke dalam tubuh," sambungnya.

Perlu diketahui, bahwa penelitian teknologi Wolbachia yang dilakukan para peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak 2011 lalu.

Dimulai dari tahapan penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).

Tidak ada perbedaan dampak gigitan nyamuk

Di sisi lain, peneliti riset nyamuk ber-Wolbachia dari Universitas Gadjah Mada Dr Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD mengatakan, tidak ada perbedaan antara nyamuk dengan bakteri Wolbachia dengan nyamuk tanpa bakteri Wolbachia sehingga dampak gigitannya sama saja.

"Tidak ada yang berubah dari nyamuknya. Nyamuknya tidak menjadi nyamuk bionik, nyamuk transgenik. Yang terjadi adalah semacam blocking mekanik sehingga memang pada akhirnya dampak dari gigitan nyamuk ya sama saja," jelas Doni.

Menurutnya, walau efek gatal akibat gigitan nyamuk ber-Wolbachia masih sama dengan nyamuk Aedes aegypti umumnya, namun dia tak menularkan lagi virus dengue atau virus DBD.

Menekan angka demam berdarah

Ia mengatakan, nyamuk dengan bakteri Wolbachia efektif menekan angka demam berdarah dengue atau DBD. Peneliti Riset Nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta itu juga mengatakan bahwa nyamuk Wolbachia juga dapat menurunkan penyakit yang berkaitan dengan nyamuk Aedes aegypti.

"Wolbachia itu juga bisa mencegah atau menurunkan kasus zika dan chikungunya hingga masing-masing 56 persen dan 37 persen," ungkapnya.

Doni menyebutkan, bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat menyebabkan penyakit DBD, zika, chikungunya, hingga yellow fever. Maka dari itu, bakteri Wolbachia digadang-gadang dapat melawan penyakit-penyakit tersebut.

Sebagai contoh, seperti peristiwa pandemi zika beberapa tahun lalu yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat secara luas. 

Akan tetapi karena adanya Wolbachia memiliki perlindungan terhadap penularan penyakit tersebut.

"Dan ini sudah dipublikasikan dalam jurnal," ujarnya.

Seperti diketahui, Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga, diantaranya lalat buah. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.

Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.

Melalui  mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster.

“Perlu diketahui nyamuk Aedes Aegypti dengan Wolbachia bukan hasil modifikasi genetik,” tandas Doni.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved