Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Senayan Bukti Pengorbanan Orang Betawi untuk Anggota DPR yang Terhormat
Siapa yang tidak tahu kawasan Senayan? Kawasan di Kebayoran Baru ini ternyata menjadi sejarah Jakarta dari pengorbanan warga Betawi.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Siapa yang tidak tahu kawasan Senayan? Kawasan di Kebayoran Baru ini ternyata menjadi sejarah Jakarta dari pengorbanan warga Betawi.
Diketahui Betawi merupakan suku asli Jakarta. Di era Hindia Belanda, kawasan Senayan dulunya merupakan kawasan hijau yang ditumbuhi banyak pohon.
Pada sejarah Senayan, dituliskan dalam sebuah peta terbitan tahun 1902 oleh Topographische Bureau, Batavia.
Namun di era Hindia Belanda, kawasan Senayan ini ditulis dengan nama "Wangsanajan" atau "Wangsanayan".
Wangsanayan ini memiliki arti tanah tempat tinggal atau tanah milik Wangsanaya.
Dipercaya, Wangsanayan sebagai seorang yang berasal dari Bali berpangkat Letnan.
Ia lahir sekitar tahun 1680 dan kemudian tinggal di Batavia. Namun belum ditemukan keterangan lebih lanjut terkait tokoh tersebut.
Konon, kawasan Senayan saat ini merupakan tanah milik Wangsanayan yang merupakan petinggi dari tanah Bali.
Seiring berjalannya waktu, istilah Wangsanaya ini kemudian berubah menjadi Senayan.
Hal ini karena dibanding mengucapkan Wangsanayan, masyarakat lebih mudah untuk melafalkan kata Senayan.
Namun, dalam versi lain yang pernah ditulis oleh Alwi Shahab dalam bukunya Batavia Kota Hantu, disebutkan Senayan berasal dari bahasa Betawi yang berarti Senenan atau jenis permainan berkuda. Senayan di kala itu memiliki luas 270 hektar.
Nama tersebut muncul pada kurun waktu 1808 hingga 1811 pada zaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles.
Pada zaman itu, kawasan Senayan dijadikan sebagai tempat warga Inggris untuk bermain Polo.
Seiring berjalannya waktu, Senayan menjadi lokasi pemukiman warga Betawi. Dulunya, warga Betawi beranak dan berternak di Senayan.
Namun, di awal kemerdekaan tepatnya pada tahun 1960 Presiden RI Soekarno menetapkan pembangunan Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan.
Pembangunan GBK dalam rangka persiapan Asian Games pertama yang terselenggara di Indonesia.
Stadion GBK ini dibangun pada tahun 1960, atas bantuan Uni Soviet pada zaman perdana menteri Nikita Kruschev.
Tujuan pembangunan selain untuk menyambut Asian Games, juga sebagai politik mercusuar Soekarno ke dunia.
Akibat pembangunan GBK, warga Betawi "menyingkir". Penggusuran di Senayan pada masa itu melibatkan 1.688 rumah, kios, kandang ternak, serta penebangan 700.000 pohon.
Korban gusuran ini diberi pengertian dan ganti rugi oleh pemerintah pusat.
Sekitar 60.000 jiwa warga kampung Senayan, dipindahkan ke Tebet, Slipi dan Ciledug sebagai kompensasi penggusuran ini.
Bahkan peristiwa penggusuran warga Betawi dari Senayan ini sempat dimuat dalam sinetron Si Doel.
Di mana saat itu, Babeh mengajak Doel ke GBK dan menceritakan bahwa rumahnya dulu kini menjadi gerbang GBK.
Babeh yang diperankan Benyamin S juga mengaku masih ingat betul pohon-pohon yang sempat ditanam di dekat halaman rumahnya.
Setelah GBK berdiri, di tahun 1965 pemerintah saat itu membangun Gedung DPR dan MPR.
Gedung DPR dan MPR yang berbentuk kura-kura dibangun pada 8 Maret 1965 melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 48/1965.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Pluit dari Benteng Pertahanan Hindia Belanda Hingga Jadi Perumahan Elit
Awalnya, pembangunan gedung yang digagas Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno bukan untuk DPR dan MPR melainkan untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces).
Arsitektur gedung merupakan hasil rancangan karya Soejoedi Wirjoatmodjo yang ditetapkan dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 22 Februari 1965.
Pembangunan sempat terhambat karena adanya peristiwa G 30 S PKI.
Namun pembangunan berhasil dilanjutkan kembali berdasarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 tanggal 9 November 1966.
Pun fungsi gedung tersebut berubah menjadi Gedung MPR dan DPR RI.
Akhirnya pembangunan Gedung MPR/DPR RI berhasil rampung pada 1 Februari 1983. Gedung ini mempunyai kompleks seluas sekitar 80.000 meter persegi.
Berkaitan erat dengan pemerintahan, tak ayal ratusan sejarah Indonesia terjadi di kawasan Senayan.
Ratusan undang-undang tercipta dan disepakati di kawasan Senayan. Pun di Senayan pula menjadi titik kumpul mahasiswa tahun 1998 menuntut reformasi.
Hingga akhirnya, pada Mei 1998 saat Presiden Soeharto memutuskan mundur, ribuan mahasiswa naik ke Gedung DPR/MPR dan berkeliling Senayan.
Di Senayan juga ratusan unjuk rasa pernah terjadi. Mulai dari unjuk rasa buruh, tenaga kesehatan, asisten rumah tangga, hingga kepala desa terjadi di Senayan.
Sejak dibangunnya Senayan menjadi pusat pemerintahan, kawasan di sekitarnya pun lantas bergeliat menjadi pusat ekonomi.
Hotel, gedung perkantoran, hingga gedung Kementerian juga kantor televisi milik negara dibangun di kawasan tersebut.
Artinya, kawasan Senayan menjadi salah satu sejarah pengorbanan warga Betawi untuk Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.