Berita Nasional
Urgensi Soal Aturan Pelabelan BPA Pada Galon Guna Ulang Dinilai Perdamindo Tidak Jelas
Perkumpulan Dunia Air Minum Indonesia (Perdamindo) menilai, aturan pelabelan BPA dalam kemasan galon guna ulang tidak memiliki urgensi yang jelas.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Isu pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang hinga saat ini terus bergulir.
Namun, sejumlah pihak mempertanyakan urgensi pelabelan BPA itu lantaran hanya menyasar pada galon, dan bukan kemasan pangan secara keseluruhan.
Perkumpulan Dunia Air Minum Indonesia (Perdamindo) menilai, sebenarnya aturan pelabelan BPA dalam kemasan galon tidak memiliki urgensi yang jelas.
Pemerintah diminta untuk mengurusi masalah yang lebih penting dibanding menyematkan label BPA.
"Kalau menurut Perdamindo memang enggak urgent-urgent banget ya" uangkapnya Wakil Ketua Perdamindo, Achmad Zuhry, Jumat (25/8/2023).
Meskipun siap mengikuti aturan pemerintah terkait hal tersebut, namun Perdamindo menilai ada kerugian dan keuntungan dari pelabelan itu.
Achmad berpendapat, pemerintah jauh lebih baik mengurusi masalah sampah plastik dibanding memberikan label BPA pada galon.
Dia melanjutkan, sejauh ini Perdamindo telah meminta kepada seluruh anggota agar berhati-hati dalam melayani masyarakat.
Ia akui, depot diminta membersihkan galon sebelum diisi ulang dengan tidak merusak kemasan agar tidak ada senyawa yang bermigrasi.
Sekretaris Jenderal Perdamindo, Ivan Edhison Nugroho meminta pemerintah agar jangan hanya mengeluarkan peraturan tertentu sembarangan, tanpa mengukur dampak dari aturan tersebut.
Ia menagih pemerintah agar juga memberikan solusi atas dampak dari kebijakan yang dihasilkan nantinya.
Lebih jauh, dia meminta isu pelabelan BPA tidak hanya menyasar galon air minum tapi juga juga seluruh kemasan pangan, termasuk plastik hingga kaleng.
Menurutnya, kebijakan yang diterbitkan pemerintah jangan menyasar satu kemasan tertentu saja agar tidak menimbulkan persaingan usaha yang tidak perlu.
Kebijakan dibuat pemerintah juga harus mengacu pada kajian yang jelas dan jangan berdasarkan pesanan oleh pihak tertentu.
Ivan meminta pemerintah melakukan pembuktian disertai riset di lapangan akan dampak BPA bagi manusia sebelum menerbitkan aturan pelabelan.
"Jadi jangan seolah-olah ini hanya ingin menutup ataupun menjegal salah satu produsen, kenapa (wacana pelabelan BPA) baru sekarang? kenapa enggak dari dulu?"
"Buktikan bahwa apa dampaknya penggunaan galon BPA? Jangan tidak memberi bukti dan hanya atas sekedar larang saja," katanya.
BPOM dorong pelabelan BPA pada kemasan pangan lantaran menduga dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Sejauh ini, Perdamindo belum dapat laporan masyarakat yang mengaku mengalami gangguan kesehatan setelah puluhan tahun mengkonsumsi air dalam galon guna ulang.
Lagipula, kandungan BPA dalam kemasan galon saat ini masih dalam batas aman yakni 0,6 bpj sesuai dengan standar negara maju lainnya.
Ivan menilai bahwa saat ini opini yang ada terkait migrasi BPA sudah di luar nalar.
Beredarnya opini itu menunjukan, isu BPA dimunculkan karena adanya persaingan usaha saja.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hardinsyah mengatakan belum ada urgensi pelabelan BPA pada AMDK guna ulang.
Menurutnya, belum adanya bukti kuat yang menyatakan BPA dalam kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan.
Dia menegaskan, regulasi pelabelan BPA harus berdasarkan bukti yang kuat.
Bukti berupa hasil kajian atau penelitian yang mengatakan bahwa BPA pada galon guna ulang memang benar-benar berbahaya untuk kesehatan.
"Jadi harus dengan protokol yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan asal-asalan," kata Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia ini.
Pakar hukum persaingan usaha, Prof Ningrum Natasya Sirait menegaskan bahwa setiap regulasi yang dibuat pemerintah harus melihat urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri.
Hal tersebut mengingat kepastian hukum dinilai sangat penting.
Dia melihat bahwa regulasi pelabelan BPA ini ada unsur persaingan usaha.
Ia menjelaskan, dunia industri dan dunia persaingan sangat ditentukan regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak.
Sehingga, lanjut dia, peraturan yang dibuat harus tak bersifat diskriminatif atau menguntungkan satu pelaku usaha tertentu agar tidak menyebabkan keributan.
"Dari dunia kesehatan, isu ini kan masih pro kontra. Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya."
"Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya pertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.
(Wartakotalive.com)
Harris Arthur Hedar Resmi Pimpin IADIH Universitas Jayabaya Periode 2025-2030 |
![]() |
---|
Dialog Publik Renstra Bimas Buddha 2025–2029 Berakhir, Dirjen Tekankan Prioritas dan Dampak Program |
![]() |
---|
Wajah Muram Para Bos SPBU Swasta Usai Rapat dengan Bahlil Lahadalia |
![]() |
---|
Mulai Hari Ini, Pertamina Sepakat Isi Pasokan BBM untuk SPBU Swasta |
![]() |
---|
Gibran Diduga Tidak Dilibatkan Reshuffle Kabinet, Begini Reaksi Jokowi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.