Pembunuhan

Reza Indragiri Khawatir Vonis Ringan Bagi Pembunuh Arya Saputra: Tukul Bisa Makin Berbahaya

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel khawatir ASR alias Tukul semakin berbahaya, setelah menjalani penjara, jika pembinaan gagal.

Penulis: Cahya Nugraha | Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Tribunnews.com
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel khawatir ASR alias Tukul yang membunuh Arya Saputra menjadi makin berbahaya seusai menjalani hukuman penjara, karena pembinaan yang gagal. 

WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR - Dalang utama pembacokan Arya Saputra, ASR (17) alias Tukul divonis sembilan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Senin (12/6/2023).

Putusan ini lebih berat bila dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut tujuh tahun enam bulan.

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel angkat suara, menurutnya hukuman maksimal bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah 10 tahun.

"Hukuman maksimal bagi ABH adalah 10 tahun. Alhasil, sembilan tahun bisa dibilang sebagai hukuman yang berat. Tapi itu bagi ABH pertama," kata Reza dihubungi Wartakotalive.com, Senin (12/6/2023).

Reza pun mempertanyakan hukuman sembilan tahun bagi Tukul yang merupakan residivis meski masih berstatus anak.

"Kalau bagi ABH berstatus residivis, saya bertanya-tanya sembilan tahun itu akan dipakai untuk apa? Normatif, jawabannya adalah untuk pembinaan," ungkapnya.

Dirinya menanyakan poin penting perihal hal tersebut (pembinaan), apa konkretnya pembinaan bagi residivis?

Baca juga: Duka Mendalam, Keluarga Arya Saputra Kompak Mengenakan Pakaian Hitam saat Sidang Vonis Tukul

"Jelas tidak memadai jika fokus hanya pada pemenjaraan. Konseptual, dalam sembilan tahun itu harus dilakukan intervensi terhadap kehidupan anak di sekolah, di rumah, di pergaulan keseharian, dan terhadap kondisi-kondisi individual ABH itu sendiri," ungkapnya.

Reza menambahkan, agar itu semua bisa terkelola, boleh jadi butuh pelibatan lintas kementerian/lembaga.

"Hitung saja, berapa perak alokasi anggaran per ABH bagi terselenggaranya pendekatan biopsychosocial sedemikian rupa," kata Reza.

"Kalau pembinaan gagal, maka resiko residivisme akan semakin tinggi. ABH semakin berbahaya, masyarakat semakin terancam jiwanya," sambungnya.

Baca juga: Keluarga Almarhum Arya Saputra Kecewa Keluarga Tukul Baru Minta Maaf Jelang Sidang Vonis

Terkait dengan temuan tentang kondisi di rumah Tukul yang disampaikan oleh enasihat hukum Tukul bahwa kliennya merupakan anak broken home, menurut Reza hal itu perlu dipadukan dengan tiga elemen Risk Assesment (RA) lainya, yakni kondisi di sekolah, situasi pertemanan dan penyalahgunaan NAPZA.

"Perlu dipadukan dengan data-data dari tiga elemen RA lainnya," ujarnya.

"Kalau sebatas pada kondisi terdakwa berasal dari keluarga yang berantakan, maka justru hitung-hitungannya adalah sudah ada satu faktor risiko statis yang mengarah ke residivisme," ucapnya.

"Dengan demikian, yang masuk akal adalah memperberat hukuman bagi terdakwa" imbuh Reza.

Keluarga almarhum Arya Saputra menangis saat mendengar vonis ASR alias Tukul yang rinagn dari majelis hakim Pengadilan Negeri Bogor, Senin (12/6/2023).
Keluarga almarhum Arya Saputra menangis saat mendengar vonis ASR alias Tukul yang rinagn dari majelis hakim Pengadilan Negeri Bogor, Senin (12/6/2023). (warta kota/cahya nugraha)

Sementara, Humas PN Bogor, Daniel Mario menyampaikan bahwa PN Bogor telah menjatuhkan perkara atas putusan anak yang berlawanan dengan hukum atas nama anak ASR alias Tukul.

"Putusannya telah dijatuhkan yang menyatakan dengan isinya terbukti secara sah dan melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan kepada anak yang mengakibatkan mati sebagaimana dalam dakwaan alternatif ke satu," kata Mario usai persidangan.

"Kedua, menjatuhkan pidana kepada anak, oleh karena itu dengan pidana penjara selama sembilan tahun di Lembaga Pemindahan Khusus Anak (LPKA) Bandung dan pelatihan kerja sama satu tahun di UPT Dinas Pusat Pelayanan Sosial Griya Bina Karsa, Cileungsi," ucapnya.

Merespons hal tersebut, keluarga Arya Saputra yang turut hadir dalam persidangan itu pun meluapkan kekecewaan dan kemarahan mereka ketika Tukul keluar dari ruang persidangan.

ASR alias Tukul bisa bernapas lega karena majelis hakim Pengadian Negeri Bogor menghukum ringan.
ASR alias Tukul bisa bernapas lega karena majelis hakim Pengadian Negeri Bogor menghukum ringan. (warta kota/cahya nugraha)

Sesak di dada membuat nafas keluarga Arya Saputra terasa berat, usai mendengar putusan tersebut tangis pun tak bisa dihindari.

Dengan tatapan yang kosong, ayah tiri Arya, Rojai masih tak menyangka bahwa hukuman sembilan tahun menutup perjalanan kasus putra kesayangannya.

Penasihat Hukum ABH, Endeh Herdiani mengatakan bahwa kliennya itu masih di bawah umur dan mempunyai masa depan yang luas, masih bisa beradaptasi lagi dengan masyarakat.

"Kemudian keluarga dia juga merupakan anak broken home. Jadi, disitu lah kenapa anak tersebut sampai tega melakukan tindakan brutal ini," ungkapnya.

Endeh mengatakan bahwa terkait putusan vonis terhadap Tukul, dirinya mengaku shock lantaran vonis ini naik dari tuntutan awal selama tujuh tahun enam bulan.

"Kami juga agak sedikit shock karena ini naik. Dari tuntutan awalnya tujuh setengah tahun dari jaksa, kemudian sekarang naik jadi sembilan tahun," katanya.

Kendati demikian, dirinya tetap menyerahkan segala sesuatunya kepada majelis hakim sebab menurutnya, majelis hakim akan memberikan penilaian yang terbaik.

"Walaupun begitu kami menyerahkan segala sesuatunya kepada majelis hakim karena mungkin penilaian majelis hakim yang terbaik," katanya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved