Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta, Vihara Amurva Bhumi Diapit Gedung Pencakar Langit Memiliki Kisah Toleransi

Diapit bangunan pencakar langit, Vihara Amurva Bhumi di Jl. Prof.Dr.Satrio masih berdiri kokoh. Vihara ratusan tahun itu punya banyak sejarah Jakarta

Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Warta Kota/ Desy Selviany
Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin atau Vihara Amurva Bhumi di kawasan Setiabudi, Jakarta, yang diapit gedung pencakar langit, menjadi saksi perkembangan Kota Jakarta dan diburu wisatawan 

Maka kata Khuchel, pembangunan vihara itu hanya berpatokan dengan pembangunan Masjid Hidayatullah.

Hingga saat ini apabila ada perayaan khusus umat konghucu yang harus menabuh genderang, jemaat Masjid Hidayatullah tidak pernah berkomentar negatif.

Pun ketika jemaat masjid merayakan Idul Fitri, mereka selalu mengantarkan makanan lebaran untuk jemaat kelenteng.

Saat itu kata Khuchel, vihara sangat kecil dan sederhana juga tidak dibekali listrik.

Kuchel teringat dulunya kerap membantu kakek menyalakan lentera untuk penerangan vihara.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Taman Ismail Marzuki Dulu Tempat Balap Anjing Kini Lokasi Wisata dan Ruang Seniman

Sayangnya, semenjak kawasan Karet Semanggi dibangun di tahun 1990an, warga asli di sekitar perlahan-lahan pergi meninggalkan kawasan tersebut.

Pemukiman etnis tionghoa betawi itupun tergantikan dengan gedung-gedung tinggi yang mayoritas diisi perkantoran. Lahan-lahan perkebunan dan hutan juga tergantikan dengan bangunan tinggi dan aspal.

Kini hanya sedikit tersisa warga tionghoa betawi di kawasan itu yang masih bertahan tidak menjual tanah kepada pengembang. Jemaat kelenteng pun semakin berkurang karena minimnya penduduk.

Meski begitu, bangunan Vihara Amurva Bhumi hingga kini masih berdiri kokoh di tengah gedung pencakar langit.

Bangunan berusia ratusan tahun itu juga cukup terawat dengan warna merah yang tidak pernah pudar karena selalu dicat ulang setiap perayaan khusus.

Adapun ciri khas bangunan vihara tersebut ialah sepasang naga berebut mustika tampak bertengger di atas gapura yang bergaya pelana khas bangunan klenteng.

Lambang Yin-Yang, yang biasa menjadi lambang bagi agama Konghucu, tampak pada badan gapura.

Ada pula lambang pat kwa yang menyerupai bentuk sarang laba-laba.

Saat ini Vihara Amurva Bhumi yang juga kelenteng Tri Dharma menyediakan altar sembahyang bagi penganut agama Buddha, Konghucu, dan Tao.

Pada bangunan di sebelah kiri bangunan utama Vihara Amurva Bhumi terdapat ruangan dimana diletakkan patung-patung Budha dan pohon Bodhi di belakangnya.

 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved