Idul Fitri

Beda Waktu Lebaran Antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Ini Tanggapan Menko PMK

Beda Waktu Lebaran Antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Menko PMK: Itu Hal Biasa

Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Muhadjir Effendy saat memantau Command Center Korlantas Polri di KM 29 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi pada Kamis (20/4/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, CIKARANG - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4/2023) berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal.

Sementara itu, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI hingga saat ini belum mengumumkan kapan Lebaran 2023 atau Hari Raya Idul Fitri 1444 H.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, penentuan Lebaran baru akan diputuskan berdasarkan hasil sidang isbat pada Rabu (20/4/2023) malam ini.

Baca juga: Ari Wibowo Jelaskan Soal Nafkahi Istri dengan Kartu Kredit, Tagihannya Tetap Dia yang Bayar

Baca juga: Momen Mudik Lebaran, Wahana Hadirkan Bale Santai Honda 2023 untuk Pemudik Motor Beristirahat

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Muhadjir Effendy mengatakan perbedaan tanggal saat Hari Raya Idul Fitri lumrah terjadi di Indonesia.

"Biasa itu, kan sudah sering terjadi, yang penting kita harus menghargai dan menghormati, dan ini sebetulnya bukan perbedaan entitas tertentu," ungkap Muhadjir saat memantau Command Center Korlantas Polri di KM 29 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Kamis (20/4/2023).

Perbedaan versi, sambung Muhadjir, hanya terletak pada metode penghitungan hilal yang digunakan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal di mana penentuan 1 Syawal mengacu pada gerakan faktual Bulan di langit

"Jadi ya wujudul hilal itu, berapa pun derajatnya, kalau bulan itu di atas ufuk ketika matahari tenggelam, berarti itu sudah tanggal 1 Syawal," katanya.

Sementara itu, NU menggunakan metode rukyatul hilal di mana tanggal 1 Syawal baru ditentukan apabila ketinggian hilal mencapai minimal 3 derajat.

"Sementara yang satu lagi menetapkan standar batasan kapan. Walaupun sudah di atas ufuk itu, kapan dinyatakan sebagai tanggal 1 Syawal dan itu ditetapkan sebagai minimum 3 derajat. Maka ketika kondisi bulan di bawah tiga derajat itu yang kemudian terjadi perbedaan," ungkap Muhadjir.

Meski begitu, ia membebaskan masyarakat untuk memilih metode penghitungan hilal sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya.

"Silakan saja yang lebaran tanggal 21 April silakan, yang tanggal 22 April, silahkan. Pemerintah memberikan ruang seluas-luasnya untuk umatnya, karena itu bukan suatu pemaksaan. Jadi ini soal keyakinan, karena itu siapa pun boleh membuat pilihan dengan alasannya masing-masing," katanya.

Baca Berita WARTAKOTALIVE.COM lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved