Korupsi

Tak Ditahan & Dinonaktifkan Meski Jadi Terdakwa, Plt Bupati Mimika Jadi Bahan Candaan Pakar Hukum

Jadi Terdakwa Korupsi Tak Ditahan dan Dinonaktifkan Jadi Terdakwa Korupsi, Plt Bupati Mimika Jadi Bahan Candaan Pakar Hukum

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Suasana diskusi bertajuk 'Polemik dalam proses penegakan hukum pemberian diskresi terdakwa korupsi di Papua' yang digelar oleh Suka Hukum di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat pada sabtu (15/04/2023). 

Saat ini, kasus korupsi yang menjerat Johannes itu telah masuk tahap persidangan. Majelis Hakim PN Tipikor Jayapura rencananya bakal membacakan putusan sela dalam kasus Johannes ini pada Senin, 17 April 2023.

"Sebenarnya penegakan hukum di tanah Papua dilakukan secara tidak adil. Beberapa masalah hukum yang sudah di lakukan dalam perkara Pak Lukas itu tidak adil secara hukum yang terjadi ditanah papua. Padahal keadaan pak Lukas tidak sehat dan bahkan KPK datang menjemput langsung di tanah Papua. Padahal dokter dari Singapura pun datang ke indonesia untuk mengobati Lukas Enembe," kata Saor Siagian menimpali.

Menurutnya proses penegakan hukum harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan para penegak hukum harus bisa menunjukkan contoh hukum yang adil di Indonesia.

Seharusnya sejak statusnya ditetapkan sebagai tersangka di Kejati Papua Plt Bupati Mimika harusnya  sudah dilakukan penahanan. Kemungkinan besar dalam kasus ini ada hal yang tidak beres.

Pasalnya, Johannes Rettob saat ini sudah berstatus terdakwa dalam dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat saat menjabat Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika tahun 2015. 

“Menurut saya, tidak ada alasan Kemendagri untuk tidak menonaktifkan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob," timpal Margarito kamis, Pakar Hukum Tata Nenagara.

Margarito berharap Mendagri tidak menggunakan alasan bahwa kalau mengonaktifkan seolah-olah pemerintahan akan lumpuh atau tidak ada orang yang menjabat.

“Dalam aturan itu, kalau dua-duanya, jabatan bupati atau wakil bupati kosong maka untuk sementara pemerintahan dilaksanakan oleh Pelaksana Harian (Plh) yaitu sekretaris daerah. Dalam beberapa hari, harus diangkat pejabat bupati. Kewenangan itu ada pada Kemendagri,” sambung Margarito Kamis.

Oleh karena itu, kata Margarito, tidak ada alasan untuk tidak melakukan pemberhentian sementara kepada Plt Bupati Mimika Johannes Rettob.

Sedangkan menurut Prof Rocky Marbun terkait dengan Diskresi tersebut, secara normatif hakim tidak memiliki landasan konstruksi ilmiah apalagi hukum dalam urusan yang logis dalam pemberian diskresi. 

"Pertimbangan oleh majelis hakim tipikor Marco Wiliam Erari terhadap Terdakwa korupsi Johannes Rettob tidak ditahan dan  tetap menjalankan tugas sebagai Plt Bupati Mimika adalah alasan  yang sangat subjektif," ungkap Rocky.

"Landasan dan instrumen hukum sangat jelas, dimungkinkan seorang tersangka tidak ditahan, yaitu jika tersangka tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan tidak ada keadaan-keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP," paparnya.

"Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP yang menyatakan “Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu,” jelas Prof Rocky Marbun.  

Lebih lanjut, hakim secara normatif, memiliki kewenangan utk menetapkan seorang terdakwa ditahan atau tidak ditahan.

Namun, dlm menetapkan seseorang untuk tidak ditahan itu, bukan hanya atas dasar pertimbangan norma hukum semata.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved