Pemilu 2024
Pemilu 2024 Sangat Kompleks, Pemerhati: Penyelenggara Harus Mampu Jaga Integritas
Kompleksitas penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Rendy Renuki
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA - Kompleksitas penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara.
Tidak terkecuali dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) penyelenggara untuk pengawasaan.
Pemerhati Pemilu Siti Khofifah menuturkan penyelenggara terutama pengawas perlu disiapkan dengan matang.
Tak hanya pengetahuan dan keterampilan dalam kepemiluan, juga diperlukan integritas untuk menyukseskan pemilu.
"Tantangannya integritas penyelenggara perlu kami lihat, kepatuhan peserta Pemilu juga perlu itu," ucap Siti, Jumat (10/3/2023).
Perempuan yang turut menjabat Anggota Bawaslu DKI Jakarta periode 2017-2022 berharap Pemilu 2024 mendatang dapat berjalan lancar dan tidak sepanas Pemilu 2019.
"Kalau sekarang masyarakat kayaknya sudah tidak terlalu lagi. Kalau di tahun 2019 jauh-jauh hari itu militansinya kelihatan sudah jauh-jauh hari sudah ramai di WhatsApp, Facebook, kalau sekarang yang saya lihat di FB biasa saja padahal kan tinggal satu tahun lagi, tidak terlalu gencar-gencar sekali," kata Siti.
"Hiruk pikuk berita-berita yang muncul di media, di medsos, kalau dahulu kan WA saja setahun sebelumnya sudah saling manas-manasin. Kalau sekarang orang posting-posting saja promosi," ucapnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan tantangan penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2024.
Tantangan tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu pada Penyelenggaraa Pemilu Serentak 2024.
Bagja membagi tantangan Pemilu 2024 menjadi tiga hal yakni masalah makro, masalag teknis, dan masalah SDM ad hock.
"Masalah makro adanya ketentuan dalam UU pemilu dan pilkada yang multitafsir membuat penyelenggara rentan dipersoalkan secara etik bahkan pidana. ini yang akhirnya ada yang ke DKPP dan pengadilan pidana," kata Bagja.
Lalu, permasalahan teknis, pertama irisan tahapan antara pemilu dan pilkada. Kedua kesulitan akses jaringan teknologi informasi di berbagai daerah terutama wilayah Indonesia timur.
Ketiga, kendala geografis di daerah yang terisolir, dan keempat yakni keterbatasan waktu rekapitulasi penghitungan suara dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU).