Finansial

Prita Ghozie Sebut Kecanduan Paylater dan Konsumtif Ancam Milenial Sulit Punya Rumah

Pola konsumtif yang tinggi serta diperparah kecanduan menggunakan Paylater, ancam generasi muda sulit punya rumah.

Freepik.com
Ilustrasi kepemilikan hunian. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dari hasil survei Indonesia Property Watch (IPW) yang dirilis pada 2022, terungkap bahwa lebih dari 50 persen milenial yang memiliki rumah, ternyata berkat dukungan orang tua. Hanya 40,95 persen yang benar-benar menggunakan uang hasil keringatnya.  

Sekitar 39,05 persen milenial tersebut dibantu dalam hal uang muka ataupun cicilan, dan sebanyak 12,38 persen dibantu sepenuhnya oleh orang tua. Selebihnya, mereka tidak membeli properti, karena mendapat warisan. 

Dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI), Prita Hapsari Ghozie, S.E., GCertFP, M.Com., menyebutkan bahwa pada lima tahun mendatang, generasi muda kelahiran tahun 1981–1994 terancam tidak bisa membeli rumah, karena kenaikan gaji mereka yang tidak berimbang dengan harga rumah di pasaran.

Hal ini didasarkan pada hasil riset Rumah123.com dan Karir.com tahun 2017 yang menemukan kenaikan gaji normal di luar promosi sepanjang 2016 rata-rata sebesar 10 persen, sedangkan lonjakan harga rumah minimal 20 persen.  

Meski begitu, ketidakseimbangan antara kenaikan gaji dan kenaikan harga rumah bukanlah satu-satunya penyebab ketidakmampuan generasi muda membeli rumah.

Prita Hapsari Ghozie
Dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI), Prita Hapsari Ghozie.

Menurut Prita, budaya konsumtif anak muda untuk gaya hidup adalah penyebab lain yang membuat mereka tidak mampu mempersiapkan kebutuhan di masa depan.

"Generasi muda yang memiliki pola konsumtif tinggi akan kesulitan untuk mencicil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)," ungkap Prita dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Humas UI, Kamis (9/2/2023).

Terlebih, lanjut Prita, pola konsumtif anak muda ini diperparah dengan kemudahan akses pembelian barang.

"Inovasi teknologi informasi di bidang keuangan atau yang dikenal dengan financial technology (fintech) di satu sisi melahirkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman, namun di sisi lain dapat menjadi bumerang bagi generasi muda yang minim literasi keuangan," sebutnya.

Menurut Prita, salah satu yang dapat menjadi pisau bermata dua ini adalah fitur Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang populer dengan sebutan paylater.  

BNPL atau beli sekarang bayar nanti adalah pinjaman untuk dapat membeli barang secara kredit tanpa kartu kredit.

Layanan ini memungkinkan konsumen membayar suatu transaksi di kemudian hari, baik dengan sekali bayar maupun dengan cicilan.

"Fasilitas pinjaman ini juga sering disebut credit limit. Metode ini tengah menjadi opsi pembayaran yang menarik bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas," ungkapnya.

Berbagai fintech sebagai platform penyedia layanan keuangan online, situs belanja daring, hingga layanan dompet digital menawarkan diversifikasi produk ke ranah pembiayaan kredit.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved