Polisi Peras Polisi
Keluarga Bripka Madih Duga Ada Pemalsuan Tanda Tangan AJB, Sekdes Jati Warna: Secara Prosedur Sah
Kasus polisi peras polisi, dengan korban Bripka Madih, kian rumit. Karena terjadi perbedaan data jual-beli lahan.
Penulis: Rendy Rutama | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sekretaris Desa (Sekdes) Jati Warna, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, masa jabatan 1993, yakni M Risin, menjelaskan Akta Jual Beli (AJB) milik almarhum ayah dari Bripka Madih, yaitu Tonge sah secara hukum.
Menurut Risin, untuk sampai proses pembuatan AJB, diharuskan mengetahui persetujuan pemilik dan pembeli, kemudian dilampirkan dengan pernyataan tanda tangan, ataupun cap jempol.
"Secara prosedural itu sah, baik dari orang pertama ke kedua, maupun seterusnya," kata Risin, saat ditemui Wartakotalive.com, Selasa (7/2/2023).
Apabila tahapan tersebut tidak diterapkan, secara otomatis pembuatan AJB tidak bisa bisa diproses.
"Secara logika gini, kalau dari tangan pertama bermasalah, tidak mungkin akta itu bisa dibuat," jelas Risin.
Sehingga perihal AJB yang kala itu sempat disetujui tanda tangan milik alamarhum Tonge, dipastikan tidak memiliki permasalahan.
"Tidak ada masalah, saat dulu pun juga tidak jadi masalah," ujarnya.
Baca juga: Bripka Madih Bersikukuh Dirinya Diperas Penyidik Polda Metro Usai Dikonfrontasi, Bantah Minta Maaf
Namun, menanggapi klarifikasi Polda Metro Jaya pada Senin (6/2/2023) terkait diterimanya total 10 bukti AJB, pihak keluarga Bripka Madih menduga itu palsu.
Sebab Njum, selaku kakak dari Madih menegaskan, dirinya sempat dimintai arahan dari pegawai desa untuk meminta cap jempol ke ayahnya bernama Tonge.
Namun, Tonge kala itu tengah dalam kondisi tidak sadarkan diri, karena stres melihat beberapa orang nampak mematok lahan di pekarangan yang diduga masih milik keluarganya.
Baca juga: Bantah Minta Maaf ke Eks Penyidik, Bripka Madih: Mau Ketawa Aja, Hanya Hormati Senior
"Ada pegawai desa nunguin setengah jam hingga satu jam, dan menitipkan bapak untuk cap jempol, tapi kertasnya kosong, dan hanya ada kayak segel (serupa hologram)," kata Njum.
Menurut Njum, kertas tersebut tak jadi dicap jempol, karena kondisi sang ayah kala itu tidak kunjung sadar.
Kemudian Njum menyimpulkan, 10 AJB yang diterima Polda adalah palsu, karena memang sang ayah tidak melakukan cap jempol saat itu.
"Itu dugaan saya dijebak 10 AJB yang diterima Polda," pungkasnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tegaskan Tidak Ada Pemerasan, Bripka Madih: Saya Tidak Gentar! Saya Dizolimi!