IPK Indonesia Merosot, Mahfud MD: Itu Semua Bukan Fakta, tapi Persepsi

IPK Indonesia turun empat poin dari 38 menjadi 34, berdasarkan kajian Transparency International Indonesia (TII).

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan persepsi, bukan fakta. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan persepsi, bukan fakta.

IPK Indonesia turun empat poin dari 38 menjadi 34, berdasarkan kajian Transparency International Indonesia (TII).

"Jadi tidak apa-apa, kami hanya ingin menyatakan bahwa itu semua bukan fakta, tapi persepsi dan baru terbatas pada hal-hal tertentu," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2/2023).

Pemerintah, kata Mahfud, tidak mempermasalahkan turunnya skor IPK Indonesia tersebut.

Menurut Mahfud, penilaian masing-masing negara dalam mengukur IPK berbeda-beda.

IPK Timor Leste misalnya, lebih baik dari Indonesia, karena hanya mengacu pada empat sumber data dari penilaian ahli untuk mengukur korupsi. Sementara, Indonesia mengacu pada delapan sumber.

Baca juga: Cak Imin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Ketua Komisi II DPR: Kenapa PKB Setuju Bentuk Empat DOB?

Selain itu, kata dia, hampir semua negara mengalami penurunan IPK, di antaranya Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darussalam.

"Tapi enggak apa-apa itu hak dari TII untuk membuat agregasi, dan kami menghargai upaya TII sebagai persepsi."

"Itu bukan fakta, sehingga kami perbaiki juga dari sudut persepsi. Berterima kasih kami kepada TII," tuturnya.

Baca juga: Gabung Gerindra, Ferdinand Hutahaean Meyakini Prabowo Subianto Benteng NKRI dan Pancasila

Mahfud menegaskan, pemerintah akan melakukan perbaikan untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang turun 4 poin tersebut.

Salah satunya, memperbaiki peraturan perundang-undangan yang dinilai berkontribusi pada penurunan IPK Indonesia.

"Korupsi politik dan conflict of interest di mana politisi ikut ke bisnis, pejabat ikut menentukan bisnis punya perusahaan, punya saudara dan sebagainya, kan itu yang ditemukan oleh TII itu kan?"

"Jadi bahkan kadangkala proses pembuatan undang-undang pun tidak fair misalnya ya," paparnya. (Taufik Ismail)

Sumber: Tribunnews
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved