Peneliti BRIN Ungkap Food Estate Butuh Waktu, Tidak Semudah Membalik Telapak Tangan
Peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Susilawati, mengajak semua pihak bersyukur adanya Food Estate untuk menjaga ketahanan pangan.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Susilawati, mengajak semua pihak agar bersyukur dengan adanya program Food Estate karena bermanfaat untuk menjaga ketahanan pangan.
"Lahan kita itu sangat luas dan potensial, pilihan Kalimantan Tengah sebagai salah satu tempat untuk Food Estate sudah tepat," kata Susilawati, berdasar keterangan, Kamis (2/2/2023).
Menurut Susilawati, perlu dilakukan berbagai penyesuaian seperti seberapa besar jumlah kebutuhan pangan yang hendak dipenuhi agar mampu memenuhi ketahanan pangan.
"Ketahanan pangan kita itu berhitung berapakah kebutuhan sesuai jumlah penduduk, kemudian adakah lahan lain di Indonesia yang memenuhi kebutuhan itu kalau bukan ke lahan rawa," ujarnya.
Baca juga: Giorgino Abraham Dijatah Uang Rp 20 Juta/Bulan dari Orang Tua, Mulai Pikirkan Bisnis untuk Investasi
Maka dari itu jika berhitung dari betapa besarnya kebutuhan yang mesti terpenuhi maka lahan rawa yang luas di Kalimantan Tengah memang menjadi layak untuk dijadikan tempat lumbung pangan nasional.
Hanya saja untuk menyiapkan lahan rawa menjadi lahan subur yang produktif bukan merupakan hal yang mudah karena perlu adanya persiapan yang baik dan panjang.
"Lahan rawa mungkin dalam konteks persiapan tidak semudah membalik telapak tangan untuk membuatnya produktif, ada persiapan-persiapan yang kita harus lakukan yang kemudian ini menjadi bagian dari investasi kita,” jelasnya.
Menurut sumber indoagropedia.pertanian.go.id, berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak dan rawa lebak peralihan.
Baca juga: Tak Ada Rekomendasi BRIN, DPRD Kota Bogor Hapus Raperda Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
"Terdapat beberapa jenis rawa, kebetulan yang kita garap di Food Estate ini didominasi oleh jenis lahan rawa pasang surut," katanya.
Lahan rawa pasang surut itu sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Ada tipe luapan A, tipe luapan B, tipe luapan C dan tipe luapan D.
Menurut Susilawati, untuk menyimpulkan apakah mudah atau tidaknya sebuah lahan rawa itu untuk pertanian, maka diharuskan dilihat terlebih dahulu situasi luapan tadi.
Terkait manajemen air pada lahan rawa, peran pemerintah sangat penting. Bantuan manajemen air berhubungan dengan irigasi atau tata air. Tata air makro, tata air mikro itu perlu.
Di level petani, kata Susilawati, pengelolaan tata air mikro dari kemalir, serta saluran tersier harus terkelola dengan baik, artinya ini soal pengelolaan air masuk dan keluar.
Dalam program Food Estate terdapat banyak pintu air yang dibuat dan diperbaiki. Saluran air yang selama ini tidak terpelihara pun saat ini bisa berfungsi kembali.
"Food Estate membantu secara keseluruhan bukan hanya persoalan membuka lahan dan benih tetapi juga sistem tata air mikro dan makronya," tegasnya.
Susi pun menanggapi kritik bahwa food estate selama tiga tahun tidak berhasil. Mengolah lahan rawa tidaklah mudah, apalagi perbandingannya ialah lahan rawa di Kalimantan Tengah dengan lahan yang sudah bagus seperti di Pulau Jawa.
"Kalau di lahan rawa tidak bisa kita samakan, tetapi progressnya tentu ada. Untuk produksi yang optimal di lahan yang baru dibuat tentu butuh waktu yang panjang atau tidak semudah membalik telapak tangan," tutupnya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.