Electronic Road Pricing

MTI Ingatkan Pemprov DKI Jakarta soal Tarif ERP Tidak Berorientasi pada Keuntungan Daerah

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan Pemprov DKI Jakarta soal tarif electronic road pricing (ERP) tak berorientasi pada keuntungan.

Tribunnews.com
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada MTI Djoko Setijowarno mengingatkan Pemprov DKI Jakarta soal tarif jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) tidak berorientasi pada keuntungan daerah. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan Pemerintah DKI Jakarta soal tarif jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) yang tak berorientasi pada keuntungan daerah.

Hal itu dikatakan MTI untuk menganggapi berkembangnya kembali pembahasan terkait konsep ERP antar Pemprov DKI dengan DPRD DKI.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada MTI Djoko Setijowarno mengatakan, tarif ERP harus dipahami, direncanakan dan diimplementasikan bukan untuk proyek yang memerlukan pengembalian modal serta mencari keuntungan.

Tetapi, kata dia, untuk mengganti kerugian sosial, ekonomi, kesehatan, waktu, dan lain lain yang diakibatkan oleh kemacetan.

“Pendapatan ERP dapat dipergunakan sebagai opsi pembiayaan untuk mendukung perbaikan, pengembangan, dan operasi angkutan umum, serta kendaraan tidak bermotor,” kata Djoko berdasarkan keterangannya pada Kamis (26/1/2023).

Baca juga: KPK Bakal Setop Penyelidikan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Formula E Jika Tak Cukup Bukti

Menurutnya, kebijakan ERP sebagai bagian dari strategi manajemen transportasi perkotaan merupakan salah satu sistem pendukung penataan ruang kota secara keseluruhan.

Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan arah pengembangan kota yang di antaranya bertujuan mewujudkan kota berbasis transit dan digital, hunian yang layak dan berkeadilan, serta lingkungan permukiman yang mandiri.

“ERP bukan alat sapujagat dalam mengatasi kemacetan dan bukan sarana menaikkan pendapatan,” ujar Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Djoko mengatakan, ERP wajib dipahami, direncanakan, dan diimplementasikan sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari strategi besar dan utuh manajemen transportasi wilayah perkotaan.

Tujuannya mendorong penggunaan angkutan umum, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, memberikan opsi sumber pendanaan pembiayaan angkutan umum, serta mendorong keberlanjutan pengelolaan transportasi perkotaan baik secara ekonomi, lingkungan, teknis, sosial, dan budaya.

Baca juga: Kandang Ternak hingga Rumah Potong Hewan Milik Perumda Dharma Jaya Kondisinya Memprihatinkan

“Terkait hal tersebut, perencanaan dan penerapan ERP wajib saling terkait dan mendukung, selaras dengan program transportasi lain. Baik yang bersifat kebijakan, fisik, maupun hal lain sesuai tujuan yang dimaksud,” jelasnya.

Berdasarkan sifat ERP sebagai bagian integral dari upaya mendorong terjadinya peralihan dari ketergantungan pada kendaraan pribadi dengan mendorong penggunaan angkutan umum, selayaknya seluruh biaya ERP yang dibebankan pada masyarakat.

Hal ini baik secara langsung bagi pengguna kendaraan pribadi, maupun masyarakat sekitar yang berpotensi terdampak penerapan ERP, sehingga harus terdistribusi ke perbaikan layanan angkutan umum (peningkatan kapasitas, kualitas layanan, fasilitas pendukung integrasi, akses, hingga tarif).

“ERP sesuai fitrahnya, tidak pernah dan jangan pernah dilihat dan ditempatkan sebagai sebuah program dan kebijakan tunggal transportasi yang terpisah dari program dan kebijakan transportasi lain,” ucapnya.

Kata dia, kebijakan ERP juga harus dipahami merupakan salah satu strategi manajemen kebutuhan transportasi.

Baca juga: Kebakaran Rumah di Pabuaran Bojonggede yang Lukai Penyandang Disabilitas Diduga karena Korek Api

Karena itu manajemen tersebut harus diimplementasikan untuk mengatasi kebutuhan transportasi yang semakin meningkat, akibat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi,

Seiring dengan adanya tuntutan atas efisiensi penggunaan ruang perkotaan, termasuk ruang jalan, yang sifatnya adalah sumber daya terbatas.

“Perubahan paradigma dari strategi menyediakan menjadi memanajemen dalam merespon kebutuhan transportasi harus disadari adalah hal yang penuh tantangan, karena artinya adalah tidak semua orang dapat diakomodasi kepentingannya,” ungkapnya.

Meskipun demikian, kata dia, hal ini tidak dapat terhindarkan untuk dilakukan di kawasan perkotaan yang tantangan utamanya adalah keterbatasan ruang, baik ruang perkotaan maupun ruang jalan.

Dia menyebut, ERP sebagai konsep kebijakan manajemen transportasi sesungguhnya telah relatif umum dan dikenal secara global, namun masih relatif baru di Indonesia.

Diketahui, Pemerintah DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta masih menggodok payung hukum sistem ERP dengan tarif Rp 5.000 sampai Rp 19.000. Regulasi yang disusun adalah Raperda tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik.

Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, Raperda tersebut saat ini telah masuk dalam program pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) oleh DPRD DKI Jakarta.

"Kalau belum jadi Perda, ya penerapannya belum bisa diimplementasikan. Jadi masih menyampaikan paparan umum terkait dengan urgensi yang memang diperlukan saat ini,” kata Syafrin. (faf)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved