Breaking News:

Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta, Palmerah yang Dulu Jadi Favorit Orang Belanda Bangun Vila

Pada Sejarah Jakarta, sejak masuknya Hindia Belanda, Palmerah punya peran penting.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
nationalgeographic
Salah satu vila di Palmerah kini jadi sejarah Jakarta 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kawasan Palmerah di Jakarta bisa dibilang salah satu Kota Tua yang terlupakan. Padahal pada Sejarah Jakarta, sejak masuknya Hindia Belanda, Palmerah punya peran penting.

Sejarah Palmerah sendiri dipercaya mulai menjadi hunian manusia sejak zaman Hindia Belanda.

Pada Sejarah Palmerah, dipercaya dulunya di tempat ini banyak pohon palem berwarna merah.

Kemudian, Palmerah menjadi salah satu perbatasan penting antara Bogor dan Jakarta di era Hindia Belanda.

Kawasan yang dikenal sebagai perkantoran media Kompas Gramedia Group itu memiliki sebuah stasiun kereta yang sudah dibangun sejak era penjajahan Hindia Belanda.

Asal mula nama Palmerah berasal dari patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, dan masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya sebagai Paal Merah.

Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah Batavia ke arah Buitenzorg.

Dahulu, jalan ini sering dilewati oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu ketika ia hendak mengendarai kereta kuda dari Batavia menuju ke Istana Bogor.

Agar mobilitas penumpang dari Batavia menuju Rangkasbitung hingga kawasan Banten semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan Staatsspoorwegen membangun sebuah jalur kereta api beserta stasiun-stasiunnya termasuk Stasiun Palmerah.

Proyek Stasiun Palmerah ini menghubungkan daerah Duri hingga daerah Rangkasbitung, melewati daerah Tanah Abang.

Proyek ini pun selesai pada tahun 1899, dan langsung dijalankan kereta api-kereta api reguler yang melayani rute tersebut.

Di Palmerah sendiri dulunya terdapat vila megah milik orang kaya Hindia Belanda. Vila megah itu milik Andries Hartsinck yang beratap gaya limasan yang ditudungi genting.

Tuan tanah itu memiliki dua bangunan vila yang terletak di Palmerah Barat dan Palmerah Selatan.

Dulunya Palmerah Selatan juga sempat dijuluki Kampung Jepang. Menurut Alwi Shahab, jurnalis senior dan pemerhati sejarah Jakarta Rumah sang tuan tanah itu merupakan penanda zaman, tatkala orang-orang Belanda telah beradaptasi dengan cuaca dan menerima kebudayaan setempat.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Sekarang Jadi Pusat Pemerintahan Jakarta Barat, Ini Asal Usul Kembangan

Halaman
12
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved