HUT PDIP

Pakar Hukum Sindir Partai Nasdem, Relasi Parpol Pengusung dan Presiden Harus Kuat Sesuai Konstitusi

Sejumlah pakar hukum menilai tindakan politik Partai Nasdem yang mendukung Anies Baswedan sebagai capres, sangat melukai PDIP.

Editor: Valentino Verry
YouTube@PDI Perjuangan
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada perayaan HUT PDIP ke-50 di JI-Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023), menegaskan bahwa presiden dan parpol pengusung harus memiliki relasi yang harmonis. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pada HUT PDIP ke- 50 menyampaikan soal relasi antara partai politik (parpol) pengusung dengan presiden harus harmonis.

Pernyataan ini sangat tepat karena sesuai dengan konteks ketatanegaraan Indonesia.
 
Di mata sejumlah pakar hukum, pernyataan Megawati itu seolah menyindir sikap politik Partai Nasdem yang kini mendukung Anies Baswedan sebagai capres.

Nasdem tak lagi seirama dengan pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader PDIP.

Jimmy Z. Usfunan, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, mengungkapkan beberapa argumentasi.

Baca juga: Megawati Soekarnoputri Urung Umumkan Bacapres di HUT PDIP, Ganjar Pranowo Pilih Bersabar

Pertama, pasca reformasi UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi Partai Politik dalam penyelenggaraan negara.

Seperti mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden, maupun saat Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
 
Kedua, UU 2/2008 dan UU 2/2011 tentang partai Politik (UU Partai Politik), menjelaskan bahwa keberadaan partai politik dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia (WNI) secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.

Hal ini berimplikasi bahwa setiap partai politik memiliki asas dan ciri masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Partai Politik.

Baca juga: Begini Respons Ganjar Pranowo DIkerubuti Kader dan Diteriaki Presiden saat Hadir di Acara HUT PDIP

Ketiga, ketika seorang warga negara direkrut menjadi calon presiden dan wakil presiden oleh partai pengusung, maka secara sadar warga negara tersebut mengikatkan dirinya dalam komitmen perjuangan demi kepentingan bangsa dan negara melalui garis, asas, ciri, dan cita-cita yang telah dibangun dalam suatu partai politik.

Atas dasar itu, relasi antara presiden dan partai politik pengusung tidak boleh terputus.
 
Sependapat dengan Jimmy, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Dr. Oce Madril, menegaskan bahwa dalam konteks pemerintahan, kebijakan presiden seharusnya mencerminkan karakter parpol pengusung.

Di beberapa negara menunjukkan bahwa agenda kebijakan presiden mencerminkan karakteristik platform politik parpol pengusung.

Di Amerika Serikat misalnya, bisa diprediksi bahwa kebijakan presidennya tidak akan jauh berbeda dari mazhab Partai Republik atau Demokrat.

Cara pandang partai atas suatu masalah menjadi referensi kebijakan presiden.
 
“Di Indonesia semestinya juga begitu. Konstitusi menegaskan bahwa pasangan capres dan cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum," ucapnya.

"Sehingga, presiden dan wakil presiden merupakan bagian dari partai politik dan tentunya platform perjuangan parpol pengusung merupakan acuan agenda kebijakan presiden. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan,” imbuh Oce.

Baca juga: HUT PDIP, Megawati Soekarnoputi Minta Maaf Tak Mengundang Partai Lain

Menurut Oce, relasi yang kuat antara parpol pengusung dan presiden dibutuhkan agar pemerintahan stabil dan berjalan efektif serta agenda kebijakan strategis Presiden mendapatkan dukungan parlemen secara politik.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved