Partai Buruh Minta Kebijakan Libur Kerja Satu Hari Sepekan Pada Perppu Ciptaker Dicabut
Partai Buruh meminta kebijakan libur kerja satu hari dalam sepekan yang diatur dalam Perppu Ciptaker segera dicabut.
Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah diterbitkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menuai polemik.
Salah satunya adalah pasal yang mengatur tentang waktu istirahat dan hak libur bagi para pekerja.
Berdasarkan aturan baru tersebut, pemerintah menetapkan waktu libur bagi pekerja sedikitnya sehari dalam sepekan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b pada Perppu Cipta Kerja.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, kelompok buruh meminta isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tersebut dicabut serta direvisi kembali.
“Dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini menuliskan bahwa libur dalam satu pekan hanya satu hari dengan enam hari kerja. Itulah mengapa aturan ini menimbulkan respon masyarakat dan netizen, khususnya para buruh jadi meradang.
Menurut Said, bunyi Pasal 79 ayat (2) pada Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang pengaturan jam kerja tersebut merupakan kecerobohan dari pemerintah. Ia juga menyoroti peraturan tersebut kontradiktif karena dalam Perppu itu tertulis tentang pengaturan jam kerja.
"Kecerobohan pembuat Perppu yang mengakibatkan pemerintah dipermalukan. Ada kontradiktif pasal, sebelumnya yang mengatur jam kerja dan pasal selanjutnya yang mengatur waktu istirahat atau yang kita kenal cuti dalam satu tahun," tuturnya.
Pada Pasal 79 ayat (2) Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut tertulis maksimal jumlah jam kerja yakni 40 jam dalam seminggu.
Artinya pekerja berkemungkinan hanya bekerja selama 5 hari dalam seminggu dengan catatan jam kerja 8 jam sehari.
Namun, tidak menutup kemungkinan ada juga pekerja yang bekerja selama 6 hari dengan catatan waktu kerjanya di bawah 8 jam sehari.
Said menduga bahwa pembuatan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 hanya dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) saja dan tidak melibatkan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
“Kami menduga (pembuatan Perppu) dilakukan dari Kemenko Perekonomian, sedangkan Kemenaker tidak dilibatkan. Ini Dugaan kami ya, soalnya kalau Kemenaker dilibatkan seperti Dirjen-Dirjennya dilibatkan, nggak akan terjadi nih pasal,” ungkapnya.
Selain mengkritisi terkait isi Pasal pada Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang pengaturan jam kerja, Serikat Buruh juga mempersoalkan isi pasal yang mengatur pesangon karyawan.
Untuk itu, para buruh berharap aturan mengenai pesangon kembali pada UU Nomor 13 Tahun 2003.
“Dalam kesepahaman antara serikat buruh dengan tim dari Kadin (Kamar Dagang Indonesia), aturan terkait pesangon kembali UU Nomor 13 Tahun 2003, yaitu bahasanya pesangon dibayarkan sekurang-kurangnya 1 bulan upah. Misalnya 1 tahun 1 bulan upah, sampai terakhir 8 tahun masa kerja keatas hanya 9 bulan upah berhenti,” ucapnya.
Sedangkan dalam UU Cipta Kerja, lanjut Said, bahasa sekurang-kurangnya diganti dengan sesuai dengan ketentuan.
“Kalau di UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur kalau perusahaan yang merger atau tutup, pesangon karyawan yang terkena PHK bisa dibayar dua kali aturan. Nah kalau di Perppu dan di UU Cipta Kerja dihapus, jadi pesangon kecil sekarang, PHK terjadi dimana-mana, bayar pesangonnya 0,5 kali dari aturan,” pungkasnya.