Tuntut Cabut Pengesahan KUHP di Gedung DPR RI, Ketua BEM UI: Ada Pasal Karet dan Kontroversial
Mahasiswa menuntut pencabutan pengesahan KUHP lantaran dianggap adanya sejumlah pasal karet dan kontroversial yang bertentangan dengan demokrasi.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Junianto Hamonangan
WARTAKOTALIVE.COM, TANAH ABANG – Disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi KUHP, menuai polemik panjang di masyarakat karena banyak pasal-pasal karet dan kontroversial dalam KUHP tersebut, jika diterapkan di Indonesia.
Selain itu, pengesahan RKUHP juga menjadi bukti ketidakadilan pemerintah, matinya demokrasi, dan memperjelas penjajahan oleh bangsa sendiri.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Bayu Satrio saat ditemui di tengah aksi unjuk rasa, depan gedung DPR RI, Jalan Gelora Bung Karno, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2022).
"Tujuan awal dari naskah akademik RKUHP adalah dekolonisasi dan demokratisasi. Namun munculnya pasal seperti larangan unjuk rasa dan penghinaan lembaga negara, itu kemudian tidak sejalan atau menyimpang dari semangat awal RKUHP," ujar Bayu.
Menurutnya, pengesahan tersebut justru memperjelas ironi adanya penjajahan di bangsa sendiri.

"KUHP yang sudah disahkan saat ini, merupakan kitab yang tidak pantas digunakan di masyarakat, karena masih ada pasal karet dan pasal yang menurut kami sangat kontroversial ketika diterapkan di Indonesia," katanya.
Bayu mengatakan, gelaran aksi penolakan ini akan terus dilakukan sebagai respon atas sikap anarkisnya pembuat keputusan.
Bahkan, kata Bayu, mereka akan terus melakukan aksi dan tidak akan mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, saat ini lembaga negara itu sudah banyak disetubuhi.
"Kami sudah tidak percaya lagi dengan MK. Hakim-hakim konstitusi banyak hang bermasalah dan dicopot. Oleh karenanya, kami tidak percaya pada konstitusi," tegas Bayu.
Untuk informasi, pengesahan RKUHP menjadi KUHP telah dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022) lalu.
Baca juga: Aksi Ribuan Mahasiswa Tolak RKUHP Ditutup dengan Bakar Spanduk di Pagar Gedung DPR RI
KUHP disahkan, meskipun banyak menuai pertentangan dari banyak pihak akibat 10 pasal kontroversialnya. Adapun kesepuluh pasal tersebut, di antaranya:
1. Aturan terkait Living Law
Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya. Jika pasal ini disahkan, maka kriminalisasi akan semakin mudah, sesuka hati penguasa daerah.
Sehingga, masyarakat adat akan menjadi pihak yang dirugikan. Selain itu, aturan ini dianggap berbahaya bagi perempuan dan anak.
2. Pidana mati
Aturan ini sangat berbahaya karena dapat merampas hak hidup manusia, yang tidak bisa dikurangi ataupun dicabut oleh siapapun. Bahkan oleh negara sekalipun.
3. Perampasan aset untuk denda individu
Hukuman tersebut dianggap problematik, karena hukuman kumulatif berupa denda akan semakin memiskinkan si miskin dan memperkuat penguasa.
Hal tersebut sama halnya dengan cara negara mencari untung dari rakyat.
4. Penghinaan Presiden
Ini adalah pasal anti kritik terhadap penguasa.
5. Penghinaan lembaga negara dan pemerintah
Pasal ini adalah pasal anti kritik. Penguasa negara ingin diagung-agungkan seperti penjajah kolonial.
6. Contempt of Court
Pasal ini harus dicabut karena ketika kita bersikap tidak hormat kepada hakim, bisa dianggap menyerang integritas hakim di ruang persidangan.
7. Unjuk rasa tanpa pemberitahuan
Ini merupakan aturan berbahaya. Karena, ketika seseorang menuntut hak maka seseorang tersebut bisa dihadiahi dengan penjara.
8. Kontrasepsi
Pasal ini harus dicabut karena bisa menyeret seseorang ke penjara. Sekalipun hanya sekedar mengedukasi terkait kesehatan reproduksi.
9. Penyebaran marxisme dan leninisme, serta paham yang bertentangan dengan Pancasila
Pasal ini berbahaya bagi siapa saja, khususnya bertentangan dengan rezim. Hal ini terbukti karena kerap dipakai untuk membungkam pihak yang kritis.
10. Tindak pidana terkait agama
Pasal terkait agama ini sangat mencampuri urusan antara kita dengan hak-hak yang kita percaya atau tidak kita percaya. Hal yang seharusnya menjadi urusan individu, menjadi urusan publik. (m40)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.