Penggelapan Dana
Beda dengan Ahyudin, Mantan Presiden ACT Ibnu Khajar Ajukan Eksepsi dalam Kasus Penggelapan Dana
Ibnu Khajar dan Hariyana dihadirkan secara virtual melalui sambungan video conference dari rumah tahanan (rutan) Bareskrim Mabes Polri.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Feryanto Hadi
Kemudian sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris mendapakan dana sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar (kurs Rp 14.000).
Baca juga: Jalani Sidang Perdana Kasus Dugaan Penggelapan Dana di ACT, Ahyudin Tak Ajukan Eksepsi
"Di mana santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri. Selain itu ahli waris juga mendapatkan dana santunan berupa dana sosial BCIF dari perusahaan Boeing yang mana selanjutnya secara aktif pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Perusahaan Boeing untuk menjadi Lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Perusahaan Boeing dan meminta keluarga korban untuk merekomendasikan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada pihak Perusahaan Boeing," kata jaksa.
"Yang mana kemudian keluarga korban diminta pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan, yang harus dikirim melalui email ke Perusahaan Boeing, agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan dapat dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk pembangunan fasilitas sosial. Dan selanjutnya atas petunjuk dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) keluarga korban diminta untuk mengisi formulir yang formatnya didapat dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)," lanjut jaksa.
Kemudian email yang dikirimkan ke pihak Perusahaan Boeing atas petunjuk pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di dalam email tersebut disebutkan dengan jelas bahwa dana social/BCIF yang diminta untuk dikelola oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah sebesar USD 144.500.
"Dan selanjutnya pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menghubungi keluarga korban agar menyetujui/merekomendasikan dana sosial/BCIF akan digunakan untuk pembangunan fasilitasi sosial yang direkomendasikan dari pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk mendapatkan bantuan dana sosial (BCIF) dari perusahaan Boeing tersebut kepada pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)," kata jaksa.
"Bahwa pembangunan fasilitas sosial yang ditujukan kepada penerima manfaat berdasarkan rekomendasi dari ahli waris korban kecelakaan pesawat lion air JT610 yang terjadi pada bulan Oktober 2018 yang merekomendasikan kepada pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk pembangunan sarana Pendidikan dengan menggunakan anggaran dana CSR dari perusahaan Boeing adalah sebanyak 68 ahli waris," sambungnya.
Seiring berjalannya waktu, terdakwa Hariyana dan Ibnu Khajar bersama-sama Ahyudin yang mengetahui penggunaan dana BCIF harus sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana tertulis dalam Protocol BCIF April 2020 pada kenyataannya tetap memproses pengajuan dan pencairan dana pembangunan fasilitas pendidikan program implementasi Boeing tersebut sekalipun mengetahui nilai RAB yang disetujui oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) jauh di bawah nilai proposal yang diajukan dan yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari pihak Boeing.
"Bahwa Kemudian berdasarkan "Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021” oleh akuntan Gideon Adi Siallagan. M. Acc. CA. CPA tanggal 8 Agustus 2022 ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503 dengan perincian sebagai berikut, pembayaran proyek boeing sesuai PKS, pembayaran proyek boeing atas nama Lilis Uswatun, pembayaran proyek boeing atas nama Francisco," kata jaksa.
Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan oleh Ahyudin bersama-sama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam Protocol BCIF adalah sebesar Rp 117 miliar.
"Bahwa untuk proses pencairan dana di luar implementasi dana Boeing tersebut dilakukan oleh Terdakwa Ahyuding selaku President GIP dengan cara memberi instruksi melalui chat/panggilan whatsapp maupun lisan kepada Saksi Hariyana binti Hermain selaku VIce President GIP," ujar jaksa.
"Padahal Terdakwa Ahyudin dan Saksi Hariyana binti Hermain, serta dengan sepengetahuan Saksi Ibnu Khajar selaku Presiden ACT, padahal mereka mengetahui bahwa dana BCIF tersebut tidak boleh digunakan untuk peruntukan lain selain untuk kegiatan implementasi Boeing, namun Saksi Hariyana tetap meneruskan instruksi tersebut kepada Saksi Echwan Churniawan selaku Bendahara Yayasan ACT sehingga tim keuangan memprosesnya agar dapat dilakukan pencairan dimana dana tersebut dipergunakan di luar peruntukan kegiatan implementasi Boeing," lanjut jaksa.
Usai jaksa selesai membacakan dakwaan, kuasa hukum Ibnu Khajar dan Hariyana mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan itu.
"Setelah kami mendengar surat dakwaan ada hal-hal yang kami kritis terkait formil-formil dakwaan, akan ajukan eksepsi," ujar tim kuasa hukum, dalam persidangan, Selasa.
Ibnu Khajar dan Hariyana juga diminta tim kuasa hukum kepada majelis hakim untuk hadir secara langsung di persidangan berikutnya.