Soal Upaya Jemput Paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, KPK Tak Ingin Melanggar Saat Tegakkan Hukum

Ali menambahkan, penegakan hukum harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ingin melanggar hukum, saat menegakkan hukum. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ingin melanggar hukum, saat menegakkan hukum.

Hal itu terkait kemungkinan upaya jemput paksa terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, dalam menangani perkara dugaan suap dan gratifikasi Lukas, pihaknya memperhatikan mekanisme dan cara yang diatur undang-undang, hukum acara pidana, Undang-undang KPK, atau Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

"Seluruh proses itu kami pastikan akan kami lakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang."

"Kalau kemudian pada saatnya memang dibutuhkan ada penjemputan paksa terhadap seorang tersangka, ya pasti kami lakukan."

"Tapi tentu kami harus lakukan analisis mendalam, bahwa kami tidak ingin melanggar hukum ketika menegakkan hukum," kata Ali lewat pesan suara, Selasa (8/11/2022).

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 7 November 2022: 42 Pasien Meninggal, 3.348 Sembuh, 3.828 Orang Positif

Ali menambahkan, penegakan hukum harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

"Itu yang kemudian selalu kami perhatikan, bahwa jemput paksa itu ketentuan normatif di dalam hukum acara pidana."

"Ada ruang untuk itu, di dalam pasal 112 Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP itu ada."

Baca juga: Elektabilitas Perindo Tembus 4,5 Persen, Jokowi: Hati-hati Partai yang Lain

"Ketika misalnya seorang tersangka mangkir, tidak ada sama sekali konfirmasi untuk hadir pada panggilan yang pertama, yang kedua, baru yang ketiganya diambil atau dijemput paksa, itu bisa dilakukan," paparnya.

Istilah penjemputan atau pemanggilan paksa sebenarnya tidak tertera di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dikutip dari peradi-dpcsurabaya.or.id, istilah yang ada di KUHAP adalah 'dihadirkan dengan paksa.'

Baca juga: NasDem Pastikan Deklarasi Koalisi Bersama PKS dan Demokrat pada 10 November 2022 Batal

Penjemputan paksa pun perlu dimaknai secara berbeda dengan penangkapan.

Penjemputan paksa dilakukan setelah pemanggilan yang dilakukan sebanyak dua kali tidak terpenuhi.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved