Profil
Sosok Johanis Tanak yang Dilantik Jadi Wakil Ketua KPK, Pernah Usut Korupsi Gubernur
Sosok mantan jaksa Johanis Tanak dilantik menjadi Wakil Ketua KPK menggantikan Lili Pantauli Siregar yang terseret kasus hadiah MotoGP.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sosok mantan jaksa Johanis Tanak dilantik menjadi Wakil Ketua KPK menggantikan Lili Pantauli Siregar yang terseret kasus hadiah MotoGP.
Sosok Johanis Tanak pun mencuri perhatian karena ia resmi menjabat di kursi tertinggi kedua institusi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Lalu siapakah Johanis Tanak?
Pada profil Johanis Tanak Johanis Tanak memiliki latar belakang sebagai seorang jaksa, sedangkan Nyoman merupakan auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Johanis Tanak mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 1983.
Kemudian, Johanis menyabet gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga pada tahun 2019.
Untuk urusan karier, Johanis berpengalaman sebagai seorang jaksa. Dia pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2014.
Selanjutnya, Johanis menduduki posisi Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Johanis juga pernah dipercaya menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi. Johanis Tanak mengikuti seleksi capim KPK di tahun 2019 lalu.
Saat itu, Johanis tidak lolos lantaran tidak mendapatkan suara sama sekali dalam proses voting di DPR.
Baca juga: Jokowi Lantik Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Tengah Sumpah Pemuda
Pernah Hampir Diintervensi
Pada seleksi Capim KPK 2019 lalu, Johanis Tanak pernah ditanya mengenai perkara korupsi yang membuatnya dilema.
"Ceritakan situasi paling sulit ketika menangani suatu perkara! Anda berada dalam situasi dilema. Apa yang Anda putuskan?" tanya anggota Panitia Seleksi Capim KPK Hendardi, Rabu (28/8/2019).
Dalam seleksi di tahun 2019 lalu, Johanis Tanak pernah menceritakan perkara yang sempat membuatnya dilema.
Kasus tersebut soal penetapan tersangka mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjeni TNI (Purn) HB Paliudju yang melakukan tindak pidana korupsi pada 2014 lalu ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Saat itu, HB Paliudju merupakan kader dari Partai Nasdem. Sementara Jaksa Agung saat itu M Prasetyo juga merupakan kader dari Partai Nasdem.
"Selama saya bertugas jadi jaksa, dilema yang saya hadapi terberat adalah ketika saya menangani perkara HB Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem," kata Tanak.
Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap HB Paliudju ini membuatnya dipanggil oleh Jaksa Agung yang dijabat M Prasetyo yang merupakan kader dari Partai Nasdem.
Saat itu, Johanis Tanak pun membeberkan bukti-bukti dan unsur-unsur yang menguatkan penetapan HB Paliudju menjadi terdakwa kasus korupsi.
"Saya dipanggil Jaksa Agung, ditanya siapa yang saya tangani. Saya katakan, beliau korupsi dan menurut hasil pemeriksaan kami, unsur-unsur, bukti-bukti pengangkatan perkara sudah cukup," kata dia.
Saat itu, M Prasetyo juga sempat menyinggung soal kesamaan partainya dengan HB Paliudju.
"Beliau (Jaksa Agung) mengatakan, dia (HB Paliudju) adalah angkatan Nasdem yang saya lantik," ujar Tanak.
Kemudian, berdasarkan cerita Johanis Tanak, dia menyampaikan kepada Jaksa Agung tentang bagaimana publik menilai dan menyoroti Jaksa Agung yang diambil dari partai politik, dalam hal ini adalah Nasdem.
Johanis Tanak membujuk M Prasetyo untuk membuktikan ke publik bahwa ia Jaksa Agung yang profesional meskipun berasal dari partai politik.
"Saya katakan, saya mohon izin Pak Jaksa, publik dan media membicarakan bahwa Bapak tidak layak menjadi Jaksa Agung karena berasal dari partai politik. Ini momen tepat, meski dari partai Bapak, tapi Bapak tetap angkat perkara ini untuk buktikan tudingan itu tidak benar," ujar dia.
Kendati demikian, Tanak memastikan bahwa dia akan menuruti perintah M Prasetyo mengingat dirinya merupakan pimpinan tertinggi di kejaksaan, sedangkan dirinya hanya sebagai pelaksana saja.
Dari hal yang disampaikannya itu, Jaksa Agung M Prasetyo pun lantas memintanya waktu dan akan memberitahu keputusan apa yang harus dia ambil. Sampai akhirnya, M Prasetyo menghubungi Johanis Tanak dan meminta kasus korupsi itu terus diproses dan tahan HB Paliudju.
"Beliau lalu telepon saya, mengatakan agar itu diproses, tahan! Dan besoknya saya tahan," ujar Tanak.
Dalam laporan LHKPN, Johanis Tanak memiliki harta yang jumlahnya Rp8,911 miliar. Hartanya itu terdiri dari 1 properti di Karawang dan 3 di Jakarta Timur dengan nilai Rp4,574 miliar.
Selain itu, Johanis punya 3 mobil dan 1 motor yang terparkir di garasinya dengan nilai Rp239 juta. Mobilnya yang paling mahal adalah Willys Universal CJ7 tahun 1980. Mobil jeep klasik dengan atap convertible itu ditaksir seharga Rp120 juta.
Dua mobil lainnya milik Johanis adalah Toyota Corolla tahun 1997 seharga Rp 40 juta dan Honda CR-V seharga Rp75 juta. Terakhir, Tanak melaporkan memiliki motor Yamaha Mio keluaran tahun 2011 seharga Rp 4 juta.
Selain kendaraan bermotor, Johanis memiliki kekayaan yang digolongkan harta bergerak lainnya sebanyak Rp 55 juta. Lalu surat berharga bernilai Rp200 juta dan kas Rp3,842 miliar.
Saat menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada 2018, Johanis melaporkan hartanya berjumlah Rp8,340 miliar. Sementara pada 2011, saat menjabat Koordinator Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara hartanya Rp2,2 miliar.