Sejarah Jakarta

Serba serbi Kisah Pembangunan MRT Dalam Sejarah Jakarta, Digagas Sejak 1985

Dalam sejarah Jakarta, MRT Jakarta menjadi tonggak kemajuan transportasi umum di Indonesia.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Warta Kota/Alex Subhan
Petugas berjaga di dalam Kereta Ratangga di Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Bundaran HI, di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (28/2/2019). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Moderenisasi transportasi umum di Indonesia erat kaitannya dengan sejarah Jakarta. Salah satu transportasi umum modern yang dimiliki Indonesia ialah MRT Jakarta yang dikelolah PT Mass Rapid Transit Jakarta. 

Pada sejarah MRT, transportasi modern itu dikelola oleh PT MRT Jakarta yang didirikan tanggal 17 Juni 2008. 

Dikutip dari Jakartamrt.go.id dalam sejarah MRT, awalnya PT MRT Jakarta berbentuk  badan hukum Perseroan Terbatas dengan mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Di mana struktur kepemilikan: Pemprov DKI Jakarta 99.98 persen dan PD Pasar Jaya 0.02 % . 

PT MRT Jakarta memiliki ruang lingkup kegiatan di antaranya untuk pengusahaan dan pembangunan prasarana dan sarana MRT, pengoperasian dan perawatan (operation and maintenance/O&M) prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun dan kawasan sekitarnya, serta Depo dan kawasan sekitarnya.

Dasar hukum pembentukan PT MRT Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta

Hal itu sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta) dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta).

Rencana pembangunan MRT di Jakarta sesungguhnya sudah dirintis sejak tahun 1985. Namun, saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional. 

Ide pembangunan MRT di Jakarta telah dicetuskan sejak 1985 oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi saat itu, B. J. Habibie. 

Pihak BPPT mengatakan bahwa pertumbuhan populasi di Jakarta menurun antara tahun 1985 hingga 1990. 

Namun, pertumbuhan kota satelit Jakarta tinggi sehingga mobilitas warga dari ibukota ke Bodetabek sangat besar. 

Jalan-jalan di Jakarta dinilai akan tidak mampu lagi mengakomodasi mobilitas penduduk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu moda transportasi yang mengakomodasi mobilitas masyarakat dari wilayah Bodetabek.

Pada tahun 2005, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa proyek MRT Jakarta merupakan proyek nasional. 

Berangkat dari kejelasan tersebut, maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bergerak dan saling berbagi tanggung jawab. 

Pencarian dana disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan pinjaman.

Pada 28 November 2006 penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar. 

JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Telah disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.

JBIC kemudian melakukan merger dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bertindak sebagai tim penilai dari JBIC selaku pemberi pinjaman. 

Dalam jadwal yang dibuat JICA dan MRT Jakarta, desain teknis dan pengadaan lahan dilakukan pada tahun 2008-2009. 

Lalu tender konstruksi dan tender peralatan elektrik serta mekanik pada tahun 2009-2010. 

Sementara pekerjaan konstruksi dimulai pada tahun 2010-2014. Uji coba operasional seharusnya dimulai pada tahun 2014. 

Namun, jadwal tersebut tidak terpenuhi. Desain proyek pun dilakukan mulai tahun 2008-2009, tahap konstruksi dilakukan mulai Oktober 2013, dan dicanangkan selesai pada 2018.

Proyek MRT Jakarta dimulai dengan pembangunan jalur MRT Fase I sepanjang ± 16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. 

Untuk meminimalisir dampak pembangunan fisik Fase I, selain menggandeng konsultan manajemen lalu lintas, PT MRT Jakarta juga memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Pengoperasian Fase I akan dimulai pada tahun 2019.

Pembangunan jalur MRT Fase I menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. 

Pengembangan selanjutnya meneruskan jalur Sudirman menuju Ancol (disebut jalur Utara-Selatan) serta pengembangan jalur Timur-Barat.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Transportasi Umum Transjakarta Ternyata Pertama di Asia Tenggara

Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses prakualifikasi dan pelelangan kontraktor.

Dalam tahap Konstruksi, PT MRT Jakarta sebagai atribusi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan manajemen dan operasional.

Dalam tahap operasi dan pemeliharaan, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan, termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan pendapatan yang layak bagi perusahaan.​

Pelaksanaan pembangunan MRT melibatkan beberapa instansi, baik pada tingkatan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT MRT Jakarta sendiri. 

Oleh karena itu, dokumen anggaran yang diperlukan juga melibatkan lembaga-lembaga tersebut dengan nama program dan kegiatan berbeda namun dengan satu keluaran yang sama, pembangunan MRT Jakarta.

Pada saat yang sama dengan peresmian fase pertama Lin Utara–Selatan, Presiden Joko Widodo juga mencanangkan pembangunan fase kedua Lin Utara–Selatan.

Proses konstruksi fase kedua ini, khususnya fase IIA dinilai akan terlambat dari target. Hal ini disebabkan adanya Pandemi COVID-19 yang berimbas pada anggaran serta proses pelelangan kontrak. 

Akibatnya, ada beberapa paket kontrak yang digabung dan dilakukan secara pengadaan langsung. Target pembangunan segmen pertamanya yang awalnya selesai tahun 2024, diyakini akan terlambat hingga tahun 2025.

Hingga saat ini, proses pembangunan untuk fase ini masih berlangsung. Berbeda dengan fase sebelumnya, fase kedua ini telah didesain untuk dibangun dengan konsep kawasan berorientrasi transit sehingga memudahkan pengguna untuk beralih moda transportasi.Sementara itu, untuk fase IIB hingga saat ini masih dalam studi kelayakan.

Tahap 2 (Bundaran HI–Kampung Bandan) didanai dengan skema serupa namun tenor 40 tahun dan juga dengan masa tenggang 10 tahun. 

Pencairan pertama pinjaman dikenakan bunga 0,1 % per tahun. Pendanaan tahap 2 ini memuat sebagian kecil dari kekurangan anggaran tahap 1, yang disebabkan antara lain dengan adanya pemutakhiran peraturan pemerintah mengenai pencegahan dampak gempa bumi.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved