Wakil Ketua KPK: Tak Logis Nasi Kasus Korupsi Dapat Remisi karena Donor Darah dan Pandai Membatik

Padahal, Ghufron menekankan, koruptor dijebloskan ke penjara karena mencuri uang rakyat.

Editor: Yaspen Martinus
Dokumentasi/Biro Humas KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron KPK menilai, tak logis pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor, hanya mengacu pada pembinaan napi di lembaga pemasyarakatan (lapas). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron KPK menilai, tak logis pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor, hanya mengacu pada pembinaan napi di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Ghufron mengatakan, pemberian remisi serta pembebasan bersyarat, seharusnya juga memperhatikan perilaku para napi tersebut, ketika perkara masih di tahap penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai penuntutan di pengadilan.

Untuk itu, ia menekankan pemberian remisi serta pembebasan bersyarat, termasuk kepada koruptor, harus dilaksanakan secara proporsional.

“Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di lapas saja."

"Apalagi kemudian misalnya dianggap sudah memiliki kontribusi bagi negara dan kemanusiaan ketika sudah donor darah, kemudian pandai membatik dan lain-lain,” kata Ghufron lewat keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).

Padahal, Ghufron menekankan, koruptor dijebloskan ke penjara karena mencuri uang rakyat.

Baca juga: Modal Jadi Kepala Daerah Paling Murah Rp30 Miliar, KPK: Demokrasi Jadi Transaksi Bisnis

Tak hanya merugikan perekonomian negara, para koruptor itu juga sudah merugikan kepentingan masyarakat.

“Itu kan padahal perilakunya itu perilaku yang sebelumnya pada saat proses peradilan pidana, proses penyelidikan, penyidikan, mereka-mereka tersangka korupsi itu merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak,” tegasnya.

Ghufron mengakui, remisi maupun pembebasan bersyarat merupakan hak bagi tiap narapidana yang diatur dalam pasal 10 UU Pemasyarakatan.

Baca juga: VAKSINASI Covid-19 16 September 2022: I: 204.283.621, II: 170.892.291, III: 62.405.814, IV: 536.734

Namun, ia mengingatkan agar pelaksanaan pemberian remisi kepada para napi dijalankan secara lebih proporsional.

“Maksudnya apa proporsional? Harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia, rakyat banyak, dengan kemudian pembinaan yang masanya, mohon maaf, kadang hanya empat tahun sudah dianggap kemudian terpulihkan,” beber Ghufron.

Ghufron juga mempertanyakan pembinaan para napi tersebut, apakah sudah terevaluasi dengan baik?

Baca juga: Jelaskan Beda BLT di Era SBY dan Jokowi, Adian Napitupulu: AHY Harus Belajar Berhitung Lagi

Selain itu, apakah pembinaan tersebut juga mampu membuat perilaku para napi menjadi sesuai norma-norma di masyarakat?

Terkait polemik tersebut, Ghufron meminta agar ada keterbukaan dalam pemberian remisi serta pembebasan bersyarat kepada para napi, termasuk napi korupsi atau koruptor.

Ia juga menegaskan agar hendaknya pemberian remisi serta pembebasan bersyarat dilakukan secara lebih proporsional.

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 16 September 2022: 27 Pasien Meninggal, 2.997 Orang Sembuh, 2.358 Positif

“Itu yang kami sekali lagi menghormati dan taat, bahwa hak narapidana untuk mendapatkan remisi serta pembebasan bersyarat."

"Tetapi kita juga harus taat pada prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu proporsional, artinya seimbang dengan perilakunya. Keseimbangan itu kami berharap ada keterbukaan,” ucap Ghufron. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved