Berita Jakarta

Polemik "Kyai Amplop", Ketum PPP Didesak Mundur Hingga Diancam Dilaporkan ke Jalur Hukum

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa kembali di demo hingga dilaporkan ke pihak berwajib.

Editor: PanjiBaskhara
wartakotalive.com, Leonardus Wical Zelena Arga
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa kembali di demo hingga dilaporkan ke pihak berwajib. Foto: Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa. 

WARTAKOTALIVE.COM - Polemik 'Kyai Amplop' masih dipermasalahkan oleh sejumlah kalangan masyarakat.

Dimana polemik 'Kyai Amplop' ini libatkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa.

Tak henti-hentinya, Kantor DPP PPP Menteng, Jakarta Pusat digeruduk sejumlah massa.

Gerakan Mahasiswa dan Santri Bela kyai meminta Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa mundur dari jabatan Ketua Umum PPP.

Baca juga: Lagi, Suharso Monoarfa Dilaporkan ke Bareskrim Polri karena Dianggap Menghina Kiai

Baca juga: Gedung PPP Kerap Didemo, Ini Alasan FKPP Minta agar Suharso Monoarfa Segera Mundur dari Ketua Umum

Baca juga: Tuntut Suharso Mundur dari Ketum PPP karena Dinilai Hina Kiai, Ratusan Santri Rela Turun ke Jalan

Koordinator Aksi, Septian sebut aksi kali ini ialah gerakan mahasiswa dan santri yang tidak terima atas pernyataan Suharso terkait "Kyai amplop”.

Menurutnya, Suharso Monoarfa sebagai pejabat publik tidak pantas mengujarkan kebencian atas suatu kaum di muka publik.

"Berdasarkan video yang beredar di publik beberapa waktu lalu di KPK, Suharso sebut kyai amplop dimana cikal bakal terjadi korupsi."

"Hal ini melukai hati nurani kami sebagai umat Islam, khususnya para kyai,” kata Septian, saat berdemo di Kantor PPP, Jumat (2/9/2022).

Septian juga mendesak penegak hukum untuk segera menindaklanjuti pernyataan Suharso Monoarfa yang dinilai sebagai dugaan ujaran kebencian.

"Kita harap, melalui aksi ini Suharso segera mundur karena sangat tidak layak memimpin partai Islam."

"Selanjutnya, para penegak hukum agar menindaklanjuti laporan yang ada terkait persoalan ini,” tegasnya.

Selain aksi, Septian akui akan melaporkan Suharso lewat jalur hukum agar persoalannya bisa segera diselesaikan sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku.

"Kami akan melaporkan secara jalur hukum, serta mengawal kasus ini sehingga bisa segera diselesaikan."

"Kami juga berharap Suharso meminta maaf, klarifikasi kepada publik, dan lagi-lagi untuk turun dari jabatannya,” tutupnya.

Adapun rentetan aksi yang meminta Suharso untuk mundur dari jabatannya telah dilakukan dari berbagai elemen.

Seperti para pecinta kyai, mahasiswa, santri, hingga kader PPP sendiri.

Buntut dari ucapannya di KPK, Suharso telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Polda DIY, dan Bareskrim Polri.

Adapun laporannya masuk ke dalam Pasal 156 dan 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tentang kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama atau golongan di muka umum.

Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Para kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tergabung dalam “Tim Advokat Penyelamatan PPP” laporkan Ketua Umum Suharso Monorfa ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Suharso dilaporkan karena diduga telah menghina kyai lewat pembekalan yang diberikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.

“Kami telah sampaikan laporan ke Bareskrim Polri, apa yang jadi materi pengarahan Suharso ketika pembekalan di KPK terkait kyai amplop,” kata Hadrowi perwakilan Tim Advokat Penyelamatan PPP, di Bareskrim Polri, dalam keterangannya Kamis (1/9/2022).

Hadrowi akui masih terus menunggu perkembangan dari Bareskrim Polri dan akan mengawal perkembangannya.

“Nanti kami tunggu perkembangannya dari Bareskrim Polri. Kami juga akan mengawal terus sampai proses lebih lanjut,” ungkapnya.

Sebelumnya, Suharso Monoarfa juga telah dilaporkan oleh sekelompok orang dari Pecinta kyai (Peci) Nusantara ke Bareskrim Polri.

Di Polda Metro Jaya, Suharso juga dilaporkan oleh Ari Kurniawan yang merupakan mantan santri.

Sementara di daerah, Suharso juga dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) oleh kalangan generasi muda dari Santri Nusantara.

Laporannya masih sama, yaitu terkait kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama atau golongan di muka umum.

Laporannya masuk ke dalam Pasal 156 dan 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain dilaporkan ke pihak berwajib, akibat ucapannya yang dinilai menghina kyai, Suharso juga didesak mundur oleh Majelis PPP.

Namun, hingga kini belum ada penjelasan dari Suharso terkait kasusnya tersebut.

Tiga Majelis PPP Termasuk Putra Mbah Moen Desak Suharso Monoarfa Mundur

Kondisi internal Partai Persatuan Pembangunan semakin gaduh seiring sejumlah blunder yang dilakukan Suharso Monoarfa, terutama pasca pernyataan Suharso Monoarfa yang menyebut amplop kyai sebagai bentuk politik uang. 

Saat ini telah muncul surat kedua yang meminta Suharso Monoarfa untuk mengundurkan diri posisi Ketum DPP PPP setelah surat pertama dari Tiga majelis yang terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan tak kunjung direspon.

Tiga majelis itu terdiri dari Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan kembali mengirimkan surat ke Suharso.

Dalam surat tertanggal 24 Agustus 2022 tersebut meminta Suharso untuk serius mundur.

"Permintaan pengunduran ini kepada saudara Suharso Monoarfa ini semata hanya untuk kebaikan kita bersama sebagai pengemban amanah dari pendiri PPP," tulis surat yang diantaranya ditandatangani Ketua Majelis Syariah KH Mustofa Aqil Siroj, Ketua Majelis Kehormatan KH Zarkasih Nur, dan Ketua Majelis Pertimbangan Muhamad Mardiono dilihat pada Senin (29/8/2022).

Surat juga ditandatangai putra almarhum KH Maimoen Zubair yaitu KH Abdullah Ubab Maimoen Zubair dan juga KH Ahmad Haris Shodaqoh, KH Muhyidin Ishaq, KH Fadlolan Musyaffa'.     

Para ketua majelis itu menyebutkan bahwa suharso mengabaikan surat pertama dengan tidak memberikan jawaban baik secara lisan maupun tertulis.

Padahal keadaan PPP semakin memburuk di tengah masyarakat.

Maka pengunduran Suharso diyakini akan meredakan gejolak di kalangan masyarakat, terutama para habaib, kyai, danti, dan para pendukung PPP.

"Selanjutnya mekanisme akan diatur sesuai peraturan organisasi yang ada pada AD/ART Partai Persatuan Pembangunan (PPP)," lanjut surat tersebut.

Pembelaan Suharso

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menilai desakan mundur dari tiga ketua majelis kepada dirinya karena pidato 'amplop kyai,' hanya kesalahpahaman.

Ia membantah desakan tersebut menandakan partainya kembali retak.

“Oh enggak, enggak saya kira. Ini kan saya cuma menerimanya sebagai sebuah kesalahpahaman saja,” kata Suharso di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Suharso mengatakan, pidatonya mengenai amplop kyai tersebut dipotong dan dibiaskan, sehingga salah dipahami.

Menurutnya, PPP dirugikan akibat pembiasan pidato tersebut.

“Saya sedang melihat saja, karena itu merugikan elektoral PPP, dibawa ke semakin tidak benar. Saya kira perlu ada kejelasan,” tuturnya.

Meski demikian, Suharso mengaku telah meluruskan pidatonya tersebut di internal PPP.

Ia tidak akan membawa kasus pembiasan pidatonya tersebut ke jalur hukum.

“Belum sampai sana. Enggak, ini kan kader-kader kita sendiri,” ucapnya.

Sebelumnya, dalam kegiatan pembekalan antikorupsi kepada para pengurus PPP, Suharso Monoarfa menceritakan pengalaman pribadinya saat berkunjung ke pondok pesantren besar, guna meminta doa dari beberapa kyai yang menurutnya juga kyai besar.

"Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kyai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja"

"Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian saya dapat pesan di WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggalin apa enggak untuk kyai?" Cerita Suharso.

Suharso yang merasa tidak meninggalkan sesuatu di sana, sempat menduga ada barang cucunya yang tertinggal di pesantren tersebut.

Kata orang yang mengirim pesan ke dia, bukan barang yang tertinggal.

Setelah dijelaskan harus ada pemberian untuk kyai dan pesantren, ujar Suharso, dia bahkan sempat menyebutkan tidak membawa sarung, peci, Alquran, atau lainnya.

“Kayak enggak ngerti aja Pak Harso ini, gitu Pak Guru. I've provided one, every week.""

"Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya enggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya itu, sesuatu yang hambar," bebernya.

(Wartakotalive.com/CC/Tribunnews.com)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved