Breaking News:

Harga Telur Naik

Harga Telur Naik, Cuan Peternak Ayam Petelur di Kota Bekasi Meroket

Peternak ayam petelur saat ini sedang mendulang cuan berkat kenaikan harga komoditas telur akhir-akhir ini.

Penulis: Joko Supriyanto | Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Joko Suprianto
Kenaikan harga telur ayam berdampak positif bagi peternak, karena cuan mereka mendadak meningkat. Kenaikan harga itu sendiri disebabkan permintaan yang meningkat. 

WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI - Kenaikan harga telur yang terjadi saat ini rupanya juga berdampak terhadap peternak ayam petelur.

Salah satunya yang dirasakan oleh Ken (54) peternak di kawasan Mustikajaya, Kota Bekasi.

Ken mengatakan kenaikan harga telur sendiri sebenarnya telah terjadi kenaikan gradual (bertahap) beberapa bulan lalu, namun belakangan ini harga telur terus mengalami kenaikan.

Ia mengungkapkan jika kenaikan ini karena faktor demand dan supply.

"Penyebabnya demand dan supply aja, mungkin produksinya dari Jawa tengah itu banyak diserap. Apalagi populasi ayam ini juga kan sedikit," kata Ken, Jumat (26/8/2022).

Ken menyebut jika kenaikan harga pakan sendiri sebenarnya sudah lama terjadi, ia justru melihat bukan karena harga pakan naik yang membuat harga telur menjadi naik.

Namun, karena memang kebutuhannya lebih tinggi.

Baca juga: Harga Telur Ayam Meroket hingga Rp 31.000 Per Kg, Distributor: Permintaan Turun Drastis

Jika berbicara terdampak atau tidak terkait kenaikan harga telur ini, Ken tidak menampik pastinya semua peternak akan terdampak.

Terlebih seperti dirinya yang saat ini menjadi peternak ayam petelur secara mandiri.

Oleh karena itu harga jual telur pun juga ikut naik.

"Otomatis pengaruh lah, naiknya itu gradual, dari Rp 26.000, Rp 27.000, Rp 28.000. Kalo saat ini kami menjualnya di harga Rp 28.000 per kg," katanya.

Baca juga: Zulhas Janji Harga Telur Ayam Turun Jadi Rp28 Ribu pada Akhir September 2022

Secara garis besar, usaha ternak ayam petelur yang ia rintis secara mandiri lebih dari 30 tahun ini diakui sudah tidak berdampak besar.

Sebab, saat ini dirinya pun hanya memiliki sebanyak 10.000 ekor ayam petelur, di mana setiap harinya hanya bisa menghasilkan produksi telur sebanyak 600 kilogram.

Hal ini berbanding terbalik ketika 20 tahun silam, di mana usahanya kala itu bisa menghasilkan produksi telur ayam sebanyak empat ton dalam sehari.

Namun, setelah perusahaan konglomerasi masuk ke pasar tradisional membuat hal ini berdampak pada peternak mandiri, sehingga banyak diantaranya bangkrut.

"Khusus petelur prospeknya sudah suram saat ini,” ujarnya. 

“Jadi kalo dibilang usaha saya ini sudah tidak berdampak besar, karena hanya 600 kilogram seharinya. Itupun pendistribusiannya hanya warga sekitar sini," ucapnya.

Sumber: Warta Kota
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved