Polisi Tembak Polisi

Mustahil Brigadir J Jadi Tersangka Pelecehan Seksual Terhadap Istri Irjen Ferdy Sambo

Praktisi hukum Boris Tampubolon menilai Brigadir J tak bisa jadi tersangka karena sudah meninggal dunia.

Penulis: Vini Rizki Amelia | Editor: Valentino Verry
Facebook/Rohani Simanjuntak
Brigadir J tak bisa jadi tersangka untuk kasus polisi tembak polisi, meski disebutkan melecehkan istri Irjen Ferdy Sambo. Sebab yang bersangkutan kini sudah meninggal dunia. 

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, kata dia,penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. 

Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi, ujar Boris kenapa harus disertai dengan pemeriksaan calon tersangka adalah untuk perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka, sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. 

Jadi jelas, tegas Boris, bahwa pemeriksaan calon tersangka menjadi syarat mutlak sebelum penetapan tersangka. 

"Nah sekarang bila orang yang dilaporkan ternyata sudah meninggal dunia lebih dulu bahkan sebelum ada laporan polisi, maka ia tidak mungkin bisa diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka," imbuhnya.

"Sehingga secara hukum, tidak mungkin juga ia ditetapkan sebagai tersangka, karena tidak mungkin memeriksa orang tersebut sebagai calon tersangka karena sudah meninggal lebih dulu," akunya.

Boris berpendapat, Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak relevan digunakan dalam kasus ini, sebab, Pasal 77 KUHP untuk terlapor yang meninggal dalam proses hukum bukan yang meninggal lebih dulu sebelum proses hukum. 

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo saat jalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2022).
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo saat jalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2022). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Pasal 77 KUHP menyatakan: “kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia” Penututan menurut Pasal 1 angka 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) adalah “tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.” 

Pasal 77 KUHP dikatakan Boris bisa digunakan bila orang yang dilaporkan masih hidup, tapi dalam proses hukum kemudian meninggal. 

"Kasus Brigadir J ini berbeda, karena Brigadir J sudah meninggal lebih dahulu bahkan sebelum dilaporkan. Sehingga pasal 77 KUHP ini tidak relevan digunakan

sebagai dasar," tutupnya.

Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved