Mahkamah Konstitusi

Jadi Saksi Ahli, Rocky Gerung Tidak Setuju UU Perkawinan yang Batasi Nikah Beda Agama

Ahli Filsafat dari Universitas Indonesia Rocky Gerung menjadi ahli pemohon dari pengujian UU Perkawinan yang dianggap mencegah pernikahan beda agama.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Mahkamah Konstitusi
Rocky Gerung jadi saksi ahli Pengujian UU Perkawinan 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ahli Filsafat dari Universitas Indonesia Rocky Gerung menjadi ahli pemohon dari pengujian UU Perkawinan yang dianggap mencegah pernikahan beda agama.

Informasi Rocky Gerung yang menjadi ahli dalam pengujian UU Perkawinan yang dianggap mencegah pernikahan beda agama dibagikan akun instagram @mahkamahkonstitusi pada Kamis (28/7/2022).

Dalam unggahan yang dibagikan, Rocky Gerung menjadi ahli dari pemohon pengujuan UU Perkawinan E. Ramos Partege.

Dalam kesaksiannya sebagai ahli, Rocky Gerung menganggap bahwa UU Perkawinan saat ini justru bermasalah karena mengatur hal-hal yang disediakan oleh alam.

“Pada sidang hari ini, Ahli Filsafat Rocky Gerung selaku Ahli Pemohon menyampaikan bahwa UU Perkawinan justru bermasalah karena mengatur yang disediakan oleh alam,” tulis Mahkamah Konstitusi.

Selain Rocky Gerung, dosen Universitas Indonesia Ade Armando juga menjadi saksi ahli dalam persidangan pengujian UU Perkawinan tersebut.

Ade Armando menjadi saksi ahli Komunikasi Bidang Semiotika.

Dalam kesaksiannya, Ade Armando mengatakan bahwa tidak ada tafsir tunggal dari Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan tentang perkawinan beda agama.

Sidang pengujian UU Pernikahan tersebut bisa disaksikan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: UU Perkawinan Digugat Ke MK Oleh Pemohon yang Batal Nikah Beda Agama Setelah Jalin Hubungan 3 Tahun

Dikutip dari mkri.id sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sidang pertama itu digelar pada Rabu (16/3/2022).

Permohonan perkara Nomor 24/PUU-XIX/2022 ini diajukan oleh E. Ramos Petege (Pemohon).

Pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan menyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Kemudian Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Terakhir, Pasal 8 huruf f UU Perkawinan menyatakan, “mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.”

Baca juga: Pengamat Politik Rocky Gerung Tanggapi Isu Kepemimpinan Airlangga Hartarto Tengah Digoyang

Salah satu kuasa hukum Pemohon Ni Komang Tari Padmawati menyebutkan, Pemohon merupakan perseorangan warga negara yang memeluk agama Katolik dan hendak menikah dengan perempuan beragama Islam.

Namun, perkawinan itu harus dibatalkan dikarenakan perkawinan beda agama tidak diakomodasi oleh UU Perkawinan.

Hak-hak konstitusional Pemohon dirugikan karena tidak dapat melangsungkan perkawinan tersebut.

“Pemohon kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan karena apabila ingin melakukan perkawinan maka akan ada paksaan salah satunya untuk menundukkan keyakinan,” jelas Ni Komang dalam sidang perdana tersebut.

Selain itu, Pemohon juga dianggap kehilangan kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan dengan membentuk keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved