Kisah Pelukis

Cerita Cak Kandar Kala Lukisannya Dihargai Rp500 Juta

Cak Kandar bercerita bahwa saat itu, ia tertarik dengan bunyi lonceng dari Gereja Katolik Santa Theresia, yang ada di Menteng Jakarta Pusat.

warta kota/leonardos wical
Seorang pelukis ternama Indonesia, Cak Kandar saat ditemui sebelum acara konferensi pers Indonesia Content Creator Conference 2022 di Menara Batavia, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2022). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA –- Bagi para pecinta dan penikmat lukisan, nama Cak Kandar (72) pasti sudah tidak asing lagi.

Sejak 1969 Cak Kandar dikenal mengembangkan lukisan dengan media bulu unggas.

Ia kemudian memamerkannya di dalam dan luar negeri.

Sehingga nama Cak Kandar identik dengan Lukisan Bulu.

Dikutip dari laman wikipedia.org, setelah 1990 Cak Kandar mengurangi berkarya dengan bulu dan mencoba mendalami kembali cat minyak.

Lalu tahun 1995 dia memproklamirkan media bulu-cat minyak. Pelukis nyentrik ini menampilkan karya dalam berbagai tema, periode, ekspresi, dan gaya.

Cak Kandar termasuk pelukis yang intens mengikuti perkembangan sosial dan politik.

Seorang pelukis ternama Indonesia, Cak Kandar saat ditemui sebelum acara konferensi pers Indonesia Content Creator Conference 2022 di Menara Batavia, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2022).
Seorang pelukis ternama Indonesia, Cak Kandar saat ditemui sebelum acara konferensi pers Indonesia Content Creator Conference 2022 di Menara Batavia, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2022). (warta kota/leonardos wical)

Baca juga: Hadiri Halal Bihalal KAGAMA Jawa Timur, Ganjar Kunjungi Museum Lukisan Pak Dullah

Dia merekam peristiwa transisi kekuasaan dan peralihan yang disebut sebagai gerakan reformasi dalam kanvasnya.

Ia melukis di lokasi banjir lumpur panas Sidoarjo, melukis bersama gorila di kebun binatang, melukis bersama penghuni rumah sakit jiwa, dan terobsesi pameran tunggal lukisan di kuburan.

Tahun 1971 merupakan awal dirinya yang berasal dari Surabaya untuk merintis karir di Jakarta.

Dan kini harga lukisan Cak Kandar bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Dulunya lukisan Cak Kandar berupa wajah Yesus dihargai Rp15.000 pada tahun 1971.

Baca juga: Cak Kandar Pernah Jual Lukisan Berwajah Tuhan Yesus di Gereja Katolik Santa Theresia dan Bikin Macet

Pada waktu itu, nominal uang sebesar itu sudah cukup besar.

Hal itu diungkapkan Cak Kandar saat ditemui Wartakotalive.com di Menara Batavia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2022) lalu.

Cak Kandar mengatakan, saat ini dengan melukis dapat menjadi sebuah profesi yang bisa ditekuni secara serius.

Baca juga: Jelang Hari Kartini, Bentara Budaya Jakarta Gelar Pameran Lukisan Karya Seniman Perempuan Indonesia

Pria yang menekuni dunia lukis sejak tahun 1965 tersebut mengatakan, asalkan konsisten dan komitmen, maka profesi sebagai pelukis dapat membuahkan hasil.

“Lukisan saya pernah dibeli seharga Rp 500 juta. Saya tidak bisa menginformasikan siapa pembelinya. Yang pasti waktu itu, ketika saya pameran di salah satu hotel berbintang di Jakarta,” ujar pria berambut dan berjenggot putih tersebut.

Menurut Cak Kandar yang penting adalah bagaimana kita menjual diri kita kepada orang-orang.

Baca juga: Pelukis Djoko Pekik Gelar Pameran Situasi Pandemi Covid19 di Bentara Budaya Yogyakarta

Cak Kandar menegaskan, tidak perlu kita memaksa orang untuk suka dengan kita atau hasil karya kita.

Hal terpenting adalah bagaimana usaha kita supaya mereka setidaknya melirik kita.

Bagi pria asal Surabaya, Jawa Timur tersebut, hal itulah yang mahal.

Proses membangun diri supaya dikenal orang adalah sesuatu yang memang harus dilalui.

Baca juga: Pelukis Satya Cipta Gelar Pameran Pengembaraan Jiwa, Hadirkan Dunia Menyeramkan dan Kebahagiaan

“Buktinya saya sekarang sudah bisa bangun rumah dan studio pribadi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Lalu bisa menyekolahkan anak hingga sarjana. Bisa beli ini, beli itu. Semua ya itu tadi, proses,” ujar pria dengan aliran lukisan naturalis itu.

Cak Kandar mengatakan, walaupun lukisannya sekarang sudah bisa dibilang mahal, namun ia tetap melihat kondisi dan situasi sekitar.

Apabila tujuan pembelian lukisan berkaitan dengan sosial, ia memasang harga lukisan di bawah Rp 50 juta.

“Paling kalau untuk kepentingan sosial, saya ambil 10 atau maksimal 20 persen, sisanya biar untuk donasi,” ujar pria berusia 72 tahun itu.

Cak Kandar merupakan seorang pelukis yang memutuskan untuk hijrah pada tahun 1971 ke DKI Jakarta untuk lebih serius di bidang seni lukis.

“Saya langsung memutuskan untuk hijrah ke Jakarta, karena memang saat itu saya sudah stop kuliah ya. Lalu di samping itu, saya melihat ternyata di Surabaya agak lambat untuk berkembang menjadi seorang pelukis,” ujar Cak Kandar.

Lukisan Wajah Yesus

Cak Kandar bercerita bahwa awal di Jakarta, saat itu, ia tertarik dengan bunyi lonceng dari Gereja Katolik Santa Theresia, yang ada di Menteng Jakarta Pusat.

Ketertarikan terhadap bunyi lonceng tersebut menjadikan sebuah ide bagi dirinya untuk membuat lukisan berwajah Yesus.

Menurutnya saat itu banyak umat gereja yang tertarik dengan lukisannya.

Baca juga: Kaya Budaya Tionghoa, Klenteng Petak 9 Glodok Diserbu Pelukis Saat Perayaan Imlek

“Jadi saya kan bikin lukisan wajah Yesus, lalu saya jual di Gereja Katolik Santa Theresia. Saya tawarin di depan pintu masuk. Ternyata banyak yang penasaran, sehingga terjadi kemacetan,” ujar pria tiga orang anak tersebut.

Cak Kandar mengatakan, saat itu pastor gereja langsung menghampirinya dan tidak mengusirnya.

Pastor tersebut malah mempersilahkan Cak Kandar untuk masuk dan menawarkan lukisannya di tempat penjualan suvenir.

Hal tersebut supaya tidak terjadi kemacetan dan umat gereja bisa leluasa melihat hasil lukisan Cak Kandar.

“Terus kebetulan ada orang Tionghoa yang ngasih kartu nama sama alamatnya kan. Saya disuruh ke rumahnya, ya, udah sore saya ke rumah dia. Ehh, ternyata lukisan saya dihargai sama dia Rp 15.000, tahun 1971 kan untuk nominal segitu udah gede banget. Apalagi itu saya baru awal merintis di Jakarta,” ujar pria yang rambut dan jenggotya berwarna putih itu.

Menurut Cak Kandar pengalaman tersebut sangat berkesan karena itu merupakan harga jual tertinggi bagi dirinya pada saat itu.

Pria yang sudah menggeluti dunia lukis sejak tahun 1965 tersebut mengatakan, awal ia hijrah ke Jakarta adalah karena dirinya merasa sedikiti takabur.

Cak Kandar bercerita, saat ia main-main ke Semarang, Jawa Tengah, dirinya merasa sombong dengan sesama seniman di sana.

“Saya bilang ke mereka kalau saya sudah dimuat oleh berbagai media di Surabaya. Lalu semua media yang saya sebutkan itu, dia bilang tidak beredar di Semarang,” ujar pria yang sudah memiliki tujuh orang cucu tersebut.

Dari situlah Cak Kandar berpikir, kalau hanya di Surabaya saja perkembangannya akan lambat.

Baca juga: Kembali Jadi Rektor Universitas Moestopo, Ini Tekad Pelukis dan Guru Besar Periklanan Rudy Harjanto

Sehingga ia memutuskan untuk hijrah ke Jakarta sekitar tahun 1971 untuk menekuni dunia lukis yang menjadi suatu profesi baginya dan tidak hanya sekedar hobi.

Awal datang ke Jakarta, Cak Kandar masih bingung bagaimana memulai karirnya sebagai seorang pelukis.

Saat itu Cak Kandar mengaku tinggal dan diangkat anak oleh seorang  perintis kemerdekaan bernama S Hasanusi.

“Saya manggil beliau opa, karena sudah anggap menjadi anak angkat. Opa ini masih ada keturunan Sultan ke-10 Palembang. Dulu bapaknya dibuang ke Ambon, lalu menikah dengan orang Ambon. Terus sejarahnya, opa ini dulu dibuang sama Belanda dari Palembang ke Jakarta,” ujar Cak Kandar.

Bersama dengan S Hasanusi, Cak Kandar mengaku dikenalkan dengan tokoh-tokoh ternama di Indonesia.

Dari situlah namanya mulai dikenal sebagai pelukis hingga saat ini. (m36) 

 

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved