Eksklusif Warta Kota

Dr Safrizal: Ibu Kota Pindah, KTP Sebaiknya Tidak Perlu Berubah Lagi

Dengan ibu kota pindah, bagaimana nasib dokumen kependudukan warga? Apakah nomor kependudukan di KTP harus berubah?

Wartakotalive/Yulianto
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Dr Safrizal 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Salah satu hal yang menjadi pertanyaan pasca Jakarta tak lagi menjadi Ibu Kota Negara (IKN) adalah apakah Kartu Tanda Penduduk atau KTP warga akan diubah atau berubah mengikuti Undang-Undang yang baru?

Berikut seri terakhir wawancara eksklusif Warta Kota dengan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dr Safrizal:

Di Jakarta, ada beberapa wilayah yang karena memang statusnya sebagai IKN kemudian tanda petik dikuasai pemerintah pusat seperti Kawasan Senayan, Kemayoran, Monas, dan lain-lain.

Setelah IKN pindah ke Kalimantan Timur, apakah kawasan-kawasan tersebut akan diserahkan ke pemerintah daerah?

Itu beda Undang-Undang (UU) nanti. Itu kan menyangkut UU tentang kekayaan negara atau aset negara.

Jadi itu berbeda lagi pengaturannya karena mekanismenya melalui penyerahan atau pindah kepemilikan.

Namun pada prinsipnya itu aset negara tentu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan negara.

Kan provinsi DKI Jakarta bagian dari negara, sepanjang dibutuhkan masyarakat dengan tidak melanggar UU tentang kekayaan negara, tentu antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan suatu kesinambungan penyelenggara pemerintahan tidak ada problem. Artinya semua bisa dibicarakan termasuk kawasan Monas.

Baca juga: Jakarta Punya Segudang Masalah, Pemindahan Ibu Kota Jadi Momentum Evaluasi

Dalam UU 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta juga disebutkan satu di antaranya pemerintah provinsi DKI Jakarta mengembangkan dan melestarikan budaya betawi. Apakah nanti dalam UU yang baru itu juga disebutkan secara jelas bahwa pemerintah provinsi Jakarta punya tanggung jawab untuk melestarikan budaya betawi tersebut?

Biasanya UU daerah khusus atau UU otonomi khusus, selalu menyebutkan kekhususannya, salah satunya adalah mengembangkan budaya lokal setempat.

Saya kira fine dan baik saja. Misalkan budaya betawi yang merupakan mayoritas atau penduduk asli Jakarta budayanya tetap dikembangkan dan ditulis dalam UU, saya kira tidak ada persoalan.

Cuma yang harus juga diakomodasi adalah Jakarta sudah sekian lama menjadi pusat aktivitas nasional, seluruh suku ada di sini, seluruh suku bangsa ada bahasa daerah berkembang, segala macam dan itu juga harus diberi ruang.

Dan hari ini (dewasa ini) kami melihat Jakarta memberi ruang pada hal tersebut.

Saya kira itu bagian daripada menghidupkan budaya lokal di Indonesia.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved